Mayor Madmuin Hasibuan, sering dieja Matmuin Hasibuan dan dikenal sebagai M. Hasibuan; (1922 – 1961), adalah seorang politikus dan tokoh militer Indonesia.

Madmuin Hasibuan
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sementara Kabupaten Bekasi ke-1
Masa jabatan
10 November 1950 – 2 November 1956
Sebelum
Pendahulu
Tidak ada (jabatan baru)
Pengganti
Hussein Kamaly
Sebelum
Informasi pribadi
Lahir1922
Huta Padang, Hindia Belanda
Meninggal1961 (umur 39 – 40)
Bekasi, Jawa Barat, Indonesia
Partai politik Partai Masyumi
Suami/istriHasanah (? – 1955)
PekerjaanPolitisi
Karier militer
Pihak
Dinas/cabang TNI Angkatan Laut
Masa dinas1945 – 1949
PangkatMayor
Pertempuran/perangRevolusi Nasional Indonesia
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Riwayat Hidup

sunting

Kehidupan awal

sunting

Lahir di Huta Padang pada tahun 1922, Hasibuan dilahirkan dari pasangan H. Muhammad Yunus dan Dorima Siregar. Ia adalah anak kedua dari enam bersaudara. Ayahnya adalah seorang tokoh agama. Di masa remajanya, ia pernah ketahuan tidak berpuasa selama bulan Ramadhan oleh ayahnya dan ia mendapatkan hukuman yaitu tidak diberikan makanan selama tiga hari berturut-turut. Di saat pendudukan Jepang, ia bekerja di Pelabuhan Belawan.[1]

Ia kemudian bekerja sebagai mandor di Pelabuhan Tanjung Priok. Ia juga hadir dalam proklamasi kemerdekaan di Jalan Pegangsaan Timur No.56.[2]

Revolusi Nasional Indonesia (1945-1949)

sunting

Seusai didirikannya BKR Jakarta oleh Moeffreni Moe'min pada tanggal 27 Agustus 1945, Hasibuan beserta dengan R. E. Martadinata ditunjuk sebagai komandan sektor wilayah Jakarta Utara karena ia hafal wilayah Pelabuhan Tanjung Priok. Disaat BKR Laut pusat didirikan pada tanggal 10 September 1945, BKR Jakarta Utara pimpinan Hasibuan dan Martadinata bergabung ke BKR Laut.[2]

Pada tanggal 6 Oktober 1945, sehari setelah BKR Laut berubah menjadi TKR Laut, Hasibuan memimpin pasukannya untuk melakukan penyerangan terhadap pasukan NICA dan Sekutu di Jembatan Kali Kresek yang dibantu oleh pasukan bala bantuan dari pelosok utara Jakarta dan Bekasi dan pertempuran berlangsung sengit. Keesokan harinya, Hasibuan dan pasukannya menyingkir ke Marunda, Ujungmalang, Kampung Muara, dan Babelan setelah diserang oleh pesawat P-40 Warhawk Sekutu.[2][3]

Sesampainya di Babelan, Hasibuan bersekutu dengan Laskar Hisbullah pimpinan Noer Ali. Ia juga memimpin unit pasukan bermayoritas suku Batak yang berlokasi di sekitaran delta Sungai Citarum. Dia juga mendirikan markasnya di Kampung Muara Babakan.[2]

Pada tanggal 29 November 1945, pasukan TKR Laut pimpinan Hasibuan bersama dengan TKR Batalyon V Bekasi dan Laskar Hisbullah pimpinan Noer Ali terlibat pertempuran sengit dengan NICA di Kampung Sasak Kapuk. Kemudian, ia bersama dengan Wedana Tanjung Priok, Hindun Witawinangun ditangkap oleh NICA pada tanggal 5 Desember 1945 dan dijebloskan ke Kamp Polonia.[2]

Selama ditahan di Kamp Polonia, Hasibuan disiksa oleh NICA sehingga ia mengalami luka-luka. Kemudian, ia dibebaskan oleh NICA pada tanggal 15 Desember 1945 setelah desakan oleh rekan-rekannya yang mengancam tidak akan mengosongkan Tanjung Priok apabila NICA tidak membebaskan Hasibuan. Seusai dibebaskan, Hasibuan memindahkan markasnya ke Karang Congkok.[2]

Pasukan Hasibuan diserang oleh kapal Belanda di Ujung Karawang pada tanggal 22 Agustus 1946 sehingga membuat ia semakin terdesak. Pada bulan Mei 1947, Hasibuan semakin terdesak ke Karawang dan ia memindahkan markasnya ke Rengasdengklok. Ia bersama dengan tokoh Hisbullah mendirikan Gerakan Plebesit di Bekasi.[4]

Pada tanggal 21 Juli 1947, Belanda melancarkan Agresi Militer I. Hasibuan yang pada saat itu berada di Rengasdengklok mencoba untuk menghalau serangan pasukan Belanda. Namun kekuatan pasukannya yang tidak sebanding dengan musuh membuat ia memilih untuk melarikan diri ke Tegal karena ada pangkalan ALRI.[2][4]

Karier politik

sunting

Seusai penyerahan kedaulatan pada tanggal 27 Desember 1949, Hasibuan memutuskan untuk pensiun dari dunia militer dan memilih untuk berkarier ke dunia politik. Pada bulan Januari 1950, ia menjadi anggota Panitia Amanat Suara Rakyat Bekasi yang menuntut pemisahan Bekasi dari Distrik Federal Jakarta dan pengubahan nama Kabupaten Jatinegara menjadi Bekasi.[2]

Sebagai bagian dari Panitia Amanat Suara Rakyat Bekasi, Hasibuan ditunjuk sebagai penghubung ke pemerintah RIS. Ia juga terlibat dalam rapat raksasa. Namun, ia dan Noer Ali ditahan oleh Daan Jahja (Gubernur Militer Jakarta) karena menggelar rapat raksasa tanpa izin. Kemudian, ia dan Ali menjelaskan bahwa tindakan mereka justru memperjuangkan negara kesatuan. Dengan itu, Jahja membebaskan mereka dan ia mencoba mengusulkan masalah tersebut ke DPR RIS.[2]

Seusai dibubarkannya Negara Pasundan pada bulan Februari 1950, Hasibuan lalu bergabung ke Partai Masyumi. Kemudian, ia diangkat sebagai Ketua DPRDS Kabupaten Bekasi setelah DPRDS Kabupaten Bekasi didirikan pada tanggal 10 November 1950. Berdirinya DPRDS Kabupaten Bekasi menjadi ancaman bagi Bupati Bekasi Suhandan Umar dan ia mengeluarkan tudingan bahwa Hasibuan memonopoli lahan rawa-rawa dan empang di Bekasi.[2]

Pada tahun 1955, Hasibuan menjabat sebagai sekretaris Partai Masyumi cabang Bekasi dan anggota Panitia Pembagian Tanah Sawah Negara Kecamatan Babelan. Ia juga menjadi pembela Noer Ali ketika Ali dituding menyerobot tanah oleh PKI.[2] Pada tahun 1956, ia mengundurkan diri dari posisinya sebagai Ketua DPRDS Kabupaten Bekasi dan digantikan oleh Husein Kamaly.[1][5]

Akhir Hidup

sunting

Hasibuan meninggal pada tahun 1961 karena sakit paru-paru. Ia dimakamkan di sebelah makam istrinya di pemakaman yang terletak di belakang Masjid Agung Al-Barakah, Bekasi.[1][2]

Pada tahun 2021, seorang penggiat sejarah bernama Beny Rusmawan menemukan makan Hasibuan dalam kondisi yang tidak terawat. Menemukan kondisi makam yang memprihatinkan, Pemerintah Kota Bekasi merenovasi makam Hasibuan pada bulan Desember 2022 dan renovasi berlangsung selama satu bulan.[6]

Kehidupan pribadi

sunting

Hasibuan menikah dengan Hasanah dan istrinya meninggal pada tahun 1955. Sebelum kematiannya, ia berwasiat untuk dimakamkan di sebelah makam istrinya.[7]

Penghargaan

sunting

Hasibuan dijadikan sebagai nama jalan dan alun-alun di Kota Bekasi.[8] Pada tanggal 10 September 2021, TNI-AL memberikan penghargaan kepada Hasibuan.[2][9]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c Surjaya, Abdullah M. "Kisah Mayor Madmuin Hasibuan, Pahlawan Bekasi Terlupakan Pernah Jadi Target Pembunuhan PKI". metro.sindonews.com. Sindo News. Diakses tanggal 7 Januari 2024. 
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m Wirayudha, Randy. "Sepak Terjang Madmuin Hasibuan". historia.id. Historia. Diakses tanggal 7 Januari 2024. 
  3. ^ Wirayudha, Randy. "Kisah Garda Bahari di Awal Revolusi". historia.id. Historia. Diakses tanggal 7 Januari 2024. 
  4. ^ a b Kusnawan, Endra. "Kiprah Orang Batak Dalam Mempertahankan Kemerdekaan di Bekasi". wisatasejarahbekasi.blogspot.com. Wisata Sejarah Bekasi. Diakses tanggal 26 Februari 2024. 
  5. ^ Kusnawan, Endra. "H. Moch Husein Kamaly Pengabdian Panjang Seorang Pejuang Terhadap Bekasi". wisatasejarahbekasi.blogspot.com. Wisata Sejarah Bekasi. Diakses tanggal 26 Februari 2024. 
  6. ^ Putra, Arya. "Jejak Sunyi Mayor M. Hasibuan sang Pahlawan Bekasi". apahabar.com. Apahabar. Diakses tanggal 7 Januari 2024. 
  7. ^ Putra, Arya. "Romantis, Pahlawan Bekasi M. Hasibuan Minta Dimakamkan di Samping Istrinya". apahabar.com. Apahabar. Diakses tanggal 7 Januari 2024. 
  8. ^ OpenStreetMap Contributor (21 Mei 2024) Relation : Jalan Mayor Madmuin Hasibuan openstreetmap.org
  9. ^ Kanaka, Weka. "Mengenal M. Hasibuan yang Jadi Nama Alun-alun Bekasi". detik.com. Detik. Diakses tanggal 7 Januari 2024.