Sungai Lematang

sungai di Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan
(Dialihkan dari Lematang-Hilir)

Sungai Lematang adalah salah satu sungai yang terdapat di Provinsi Sumatera Selatan, Indonesia. Sungai ini dikenal sebagai salah satu Batanghari Sembilan atau sembilan sungai besar yang mengalir di Sumatera Selatan. Bagi masyarakat Kabupaten Lahat, Sungai Lematang merupakan salah satu ikon penting yang perlu dilestarikan, selain Bukit Serelo. Keindahan panorama alam yang ditawarkan oleh Sungai Lematang sangat mengagumkan, dan banyak wisatawan yang mengakui keindahan serta keramahan lingkungan sepanjang aliran sungai tersebut.[1]

Jembatan kayu di atas sungai Lematang dekat Muara Enim (tahun 1920-an)

Sungai Lematang ini mengalir melewati lima kota/kabupaten, antara lain Kota Pagar Alam, Kabupaten Lahat, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir, Kota Prabumulih, dan Kabupaten Muara Enim.

Hulu Sungai Lematang berada di kaki Gunung Patah yang masuk dalam rangkaian Pegunungan Bukit Barisan.

Sumber air Sungai Lematang berasal dari tiga mata air yaitu Ayek Puding, Ayek Ringkeh, dan Ayek Basemah yang terdapat di area Hutan Adat Mude Ayek Tebat Benawa, Kota Pagar Alam. Hutan adat ini, termasuk mata airnya, dijaga dan dikelola oleh masyarakat adat Puyang Kedung Samad.[2]

Sungai Lematang bermuara di Sungai Musi, tepatnya di Kecamatan Sungai Rotan, Kabupaten Muara Enim. Lokasi muaranya dijuluki sebagai Muara Lematang.

Muara Lematang juga dijadikan sebagai nama desa setempat hal ini dikarenakan letak desa yang berada diujung muara Sungai Lematang.

Sejarah sungai lematang

sunting

Sungai Lematang, yang merupakan salah satu sungai terpanjang di Provinsi Sumatera Selatan dengan panjang sekitar 443 km, memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat di sekitarnya, baik dari aspek ekonomi, sosial, maupun budaya. Sungai ini berasal dari dua sumber utama, yaitu Sungai Lematang Hulu dan Sungai Lematang, yang bergabung di Kota Muara Enim. Sebagai sungai muson tropis, Sungai Lematang memiliki aliran yang melimpah dan debit stabil, tetapi juga rentan terhadap banjir saat musim hujan. Sungai ini menyediakan air baku bagi berbagai industri, seperti minyak kelapa sawit dan pabrik gula, serta mendukung kegiatan pariwisata. Namun, aktivitas manusia yang tidak ramah lingkungan dapat menyebabkan pencemaran dan kerusakan ekosistem. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan dan konservasi yang baik untuk menjaga keberlanjutan sumber air dan ekosistem di sekitar Sungai Lematang.[3]

Sungai Lematang memiliki nilai sejarah dan budaya yang signifikan bagi masyarakat setempat, dipercaya sebagai tempat kelahiran dewa-dewi dalam mitologi Suku Lematang. Oleh karena itu, sungai ini dijaga dan dihormati sebagai simbol kehidupan dan kesuburan. Untuk memastikan kesejahteraan manusia dan keberlanjutan alam, penting untuk menjaga, mengelola, dan melestarikan Sungai Lematang. Pemahaman tentang teori-teori sungai juga diperlukan dalam upaya pengelolaan yang berkelanjutan. Selain keindahan alamnya yang menjadikannya tujuan wisata, Sungai Lematang menghadapi tantangan seperti pencemaran dan perubahan lingkungan akibat aktivitas manusia. Dengan demikian, menjaga kelestarian lingkungan sangat penting agar sungai ini dapat terus dimanfaatkan oleh generasi mendatang.[3]

Referensi

sunting
  1. ^ lahatpos.co. "Mengenal 3 Sumber Mata Air Yang Mengalir di Sungai Lematang, Salah Satunya Ayek Puding". lahatpos.co. Diakses tanggal 2024-09-29. 
  2. ^ "Menjalankan Amanat Leluhur, Suku Basemah Jaga Hutan Adat Sumber Mata Air". Mongabay Environmental News (dalam bahasa Inggris). 2019-04-02. Diakses tanggal 2020-05-06. 
  3. ^ a b Lematang, Putri (2024-07-28). "Sejarah singkat sungai lematang". LEMATANG. Diakses tanggal 2024-09-29.