Kwee Kek Beng
Kwee Kek Beng (Hanzi: 郭克明, 1900–1975) dulu adalah seorang jurnalis dan penulis berlatar belakang Tionghoa Indonesia yang paling dikenal sebagai kepala editor dari koran berbahasa Melayu, Sin Po, mulai tahun 1925 hingga 1947.
Biografi
suntingKehidupan awal
suntingKwee lahir di Batavia, Hindia Belanda pada tanggal 16 November 1900. Ia lalu mendapat pendidikan bahasa Belanda di Hollandsch Chineesche School (HCS) di Batavia.[1] Kemudian sekitar tahun 1915-1917, ia bersekolah di MULO di Batavia[2][3] dan lalu bersekolah di Kweekschool.[1] Pada tahun 1922, ia mulai bekerja sebagai guru sekolah di Bogor.[4]
Karir jurnalisme
suntingSaat masih bekerja sebagai guru pada tahun 1922, Kwee telah menulis untuk Java Bode.[5] Terkesan dengan tulisan Kwee, Na Tjin Hoe, seorang editor di Sin Po, lalu mengundang Kwee untuk bekerja di Bin Seng, hasil pemisahan dari Sin Po yang fokus pada berita lokal.[4][6] Besaran gaji yang Kwee terima dari pekerjaannya di Bin Seng saat itu hampir dua kali lipat dari besaran gaji yang Kwee terima dari pekerjaannya sebagai guru.[7] Ia kemudian dipindah ke dewan editorial dari Sin Po.[4] Setelah kepala editor Tjoe Bou San meninggal pada tahun 1925, Kwee Kek Beng lalu dipromosikan menjadi kepala editor.[1] Pada tahun yang sama, ia ditunjuk sebagai wakil chairman dari sebuah serikat untuk jurnalis di Hindia Belanda, yakni Journalistenbond Asia, bersama dengan editor dari Hindia Baroe, Perniagaan, Bintang Hindia, dsb.[8]
Pada tahun 1929, untuk pertama kalinya, Kwee bepergian ke luar Hindia Belanda, yakni ke Semenanjung Malaya dan Singapura, dan kemudian ke Tiongkok pada tahun 1933.[1] Seperti pendahulunya, Kwee juga merupakan seorang nasionalis Tiongkok.[1] Tetapi, sebagaimana kaum intelektual Tionghoa di Hindia Belanda pada akhir dekade 1920-an dan 1930-an, ia juga makin bersimpati dengan gerakan nasionalis Indonesia. Ia adalah teman dekat dari sejumlah pemimpin nasionalis, seperti Sukarno, Sartono, dan WR Soepratman.[5] Selama dekade 1930-an, Kwee pun menjadi asisten di Soeloeh Indonesia Moeda, majalah dari Partai Nasional Indonesia.[4] Kwee juga memanfaatkan jabatannya di Sin Po untuk mencetak 5.000 pamflet yang berisikan lagu nasionalis Indonesia Raya, yang kemudian didistribusikan bersama koran Sin Po pada bulan November 1928.[5]
Sesaat sebelum pendudukan Jepang di Indonesia, Kwee meminta kerabatnya untuk bersembunyi di Sukabumi.[5] Kwee sendiri berencana untuk tetap di Batavia dengan nama samaran Thio Boen Hiok, tetapi ia kemudian menyadari bahwa hal tersebut terlalu berbahaya dan ia pun kabur ke Bandung, di mana ia menghabiskan sebagian besar waktunya selama perang.[1][5] Sesaat setelah Kwee berangkat ke Bandung, rumahnya di Batavia berhasil ditemukan dan dijarah oleh Kenpeitai.[5]
Setelah perang berakhir, Sin Po kembali terbit dan Kwee pun kembali menjadi kepala editornya. Pada tahun 1947, ia berselisih dengan Ang Jan Goan, dan akhirnya mengundurkan diri dari jabatannya sebagai kepala editor.[1]
Setelah Indonesia merdeka, Kwee sangat mengkritik perlakuan Indonesia terhadap orang Tionghoa.[4] Contohnya, ia ikut menulis Memorandum Commissie Chung Hwa Hui pada tahun 1947 yang mendokumentasikan ketidakadilan terhadap orang Tionghoa yang dilakukan oleh pasukan republikan Indonesia.[1] Walaupun begitu, pada tahun 1950, Kwee resmi menjadi warga negara Indonesia.[4] Kwee menghabiskan sebagian besar waktunya pada dekade 1950-an sebagai penulis freelance. Ia pun menghasilkan banyak tulisan, terutama mengenai Tiongkok. Pada tahun 1948, ia mendirikan jurnal bulanan Java Critic. Pada dekade 1950-an, ia juga berkontribusi untuk Reporter. Kwee juga menjadi editor dari jurnal tahunan Sin Tjhoen mulai tahun 1956 hingga 1960.[1][5]
Kwee akhirnya meninggal di Jakarta pada tanggal 31 Mei 1975.[4]
Keluarga
suntingIstri Kwee bernama Tee Lim Nio.[5] Anak pertamanya, Kwee Hin Goan, lahir pada tahun 1932, kemudian menjadi arsitek di Indonesia mulai dekade 1950-an hingga 1965 dan di Belanda mulai tahun 1966 hingga 1992.[9] Anak keduanya, Kwee Hin Houw, lahir pada tahun 1938, kemudian menjadi seorang jurnalis dan tinggal di Jerman mulai dekade 1960-an hingga meninggal pada tahun 2016.
Karya terkenal
sunting- Beknopt Overzicht der Chineesche Geschiedenis (Batavia, 1925)
- Li Tai Po, Een Kleine Studie Over China’s Grootsten Dichter (Batavia, 1927);
- Doea Poeloe Lima Tahon Sebagi Wartawan, 1922-1947 (Jakarta, 1948)
- Ke Tiongkok Baru (Jakarta, 1952)
- Seikitar Stalin (Jakarta, 1953)
- Pendekar-Pendekar R.R.T (Jakarta, 1953)
- Bevrijd China (1954)
- Djamblang Kotjok (1954)
- Kung Fu Tze, artinja, pengaruhnja, penghidupannja peladjarannja (Jakarta, 1955)
- 50.000 kilometer dalam 100 hari (Jakarta, 1965)
Referensi
sunting- ^ a b c d e f g h i Salmon, Claudine (1981). Literature in Malay by the Chinese of Indonesia : a provisional annotated bibliography. Paris: Editions de la Maison des sciences de l'homme. hlm. 202. ISBN 9780835705929.
- ^ "Openbare Muloschool te Batavia (Schoolweg)". Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië (dalam bahasa Belanda). 1916-05-20.
- ^ "Openbare Mulo-school (,Schoolweg, Batavia)". De Preanger-bode (dalam bahasa Belanda). 1917-05-21.
- ^ a b c d e f g Suryadinata, Leo (2015). Prominent Indonesian Chinese : Biographical Sketches (4th edition) (edisi ke-4th). Singapore: ISEAS - Yusof Ishak Institute. hlm. 113–4. ISBN 9789814620512.
- ^ a b c d e f g h "Kwee Kek Beng, Sang Pendekar Pena dari Batavia". tirto.id. Tirto. Diakses tanggal 21 November 2020.
- ^ Sin Po Jubileum Nummer 1910–1935. Jakarta: Sin Po. 1935. hlm. 3–9.
- ^ "Merkwaardigheden van den dag". Deli Courant (dalam bahasa Belanda). 1922-06-10.
- ^ "Bond van Inlandsche journalisten". De Locomotief (dalam bahasa Belanda). 1925-10-13.
- ^ Suryadinata, Leo (2015). Prominent Indonesian Chinese : Biographical Sketches (4th edition) (edisi ke-4th). Singapore: ISEAS - Yusof Ishak Institute. hlm. 111–2. ISBN 9789814620512.