Ang Jan Goan (Hanzi: 洪渊源, Hóng Yuānyuán, 1894–1984) dulu adalah seorang jurnalis, penerbit, dan pemikir politik berlatar belakang Tionghoa Indonesia. Ang merupakan direktur koran Sin Po mulai tahun 1925 hingga 1959.

Ang Jan Goan

Biografi

sunting

Kehidupan awal

sunting

Ang lahir pada tanggal 25 Mei 1894 di Bandung, Hindia Belanda. Leluhur Ang berasal dari Nan'an, Fujian. Orang tua Ang, yakni Hong Songmei dan Chen Cui Niang, menjalankan sebuah toko grosir.[butuh rujukan] Ang awalnya dididik dengan bahasa Melayu dan Hokkien. Ang lalu dimasukkan ke sebuah sekolah yang dijalankan oleh Tiong Hoa Hwee Koan (THHK).[1] Setelah lulus dari sekolah tersebut, Ang melanjutkan studinya di JNXT (Jinan Xuetang), atau juga dikenal sebagai Kay Lam Hak Tong, sebuah sekolah yang dirancang untuk Tionghoa Perantauan di Nanjing.[1] Sekolah tersebut adalah pendahulu dari Universitas Jinan. Ang masih di sekolah tersebut saat Revolusi 1911 pecah, sehingga membuat Ang terpaksa menghentikan studinya dan kembali ke Hindia Belanda.[2] Sesampainya di Hindia Belanda, Ang menjadi guru, awalnya di Ciamis mulai tahun 1912 hingga 1913, dan kemudian di Tasikmalaya pada tahun 1917.[1] Pada periode ini lah, Ang menjadi tertarik dengan jurnalisme dan menulis.[1]

Karir di koran

sunting

Pada tahun 1918, Ang dikenalkan dengan Tjoe Bou San, yang saat itu menjabat sebagai direktur koran Tionghoa Indonesia, Sin Po.[1] Ang juga bertemu dengan Kwee Tek Hoay, yang kemudian mendorongnya untuk pindah ke Bogor untuk membantu mereorganisasi Hak Bu Tjong Hwee. Namun, upaya reorganisasi tersebut akhirnya tidak berhasil,[1] sehingga pada tahun 1920, Ang memutuskan untuk kembali ke Bandung.[1]

Pada tahun 1922, Ang bergabung ke dewan editorial dari koran Sin Po.[1] Pada tahun 1925, editor dan direktur Sin Po, Tjoe Bou San, meninggal, sehingga Kwee Kek Beng lalu ditunjuk menjadi kepala editor, sementara Ang dipromosikan menjadi direktur. Ang pun menempati jabatan tersebut hingga koran Sin Po berhenti terbit pada tahun 1959, kecuali selama masa pendudukan Jepang di Indonesia.[1] Perubahan yang Ang bawa antara lain peningkatan jumlah berita terjemahan dari bahasa Mandarin, perubahan tata letak, penambahan komik editorial, dan pemotongan gaji pegawai.[butuh rujukan] Ang juga memutuskan untuk membeli sebuah mesin tata cetak, sehingga Sin Po menjadi koran pertama di Hindia Belanda yang menggunakan mesin tersebut.[butuh rujukan]

Pada tahun 1925, Ang dan Kwee Kek Beng masing-masing divonis delapan bulan dan satu tahun penjara sesuai hukum Persdelict, karena mereka sebelumnya mencetak sebuah artikel mengenai seorang polisi yang tidak sengaja menembak dan membunuh seorang pedagang asongan saat sedang menembak seekor anjing liar. Ang dan Kwee lalu mengajukan banding. Raad van Justitie ternyata mengabulkan banding tersebut dan memutuskan bahwa Kwee Kek Beng hanya perlu membayar denda sebesar 500 gulden.[3]

Pada tahun 1928, Ang mencetak sebuah lagu yang kemudian menjadi lagu kebangsaan Indonesia, yakni Indonesia Raya. Ang bukan orang pertama yang mencetak lagu tersebut, karena lagu tersebut sebenarnya telah dicetak oleh koran Soeloeh Ra'jat Indonesia beberapa hari sebelumnya.[4]

Pada tahun 1960, Ang mendirikan perusahaan percetakan Surya Prabha, yang kemudian mencetak Warta Bhakti, sebuah koran harian besar di Jakarta yang beraliran sayap kiri. Koran tersebut hanya terbit hingga tahun 1965.[2] Warta Bhakti sebenarnya ditujukan sebagai pengganti Sin Po.[1]

Advokasi politik

sunting

Sepanjang karirnya, Ang terlibat dalam sejumlah aspek dari politik Tionghoa di Hindia Belanda. Perjalanan kedua Ang ke Tiongkok pada tahun 1918 lah yang kemungkinan membuatnya menjadi lebih aktif di kancah politik nasionalis Tionghoa.[butuh rujukan]

Ang juga terlibat di Tjoe Sian Hwee, sebuah organisasi yang mengumpulkan dana untuk membantu Tiongkok dalam berperang melawan Jepang.[1] Oleh karena itu, setelah berhasil menduduki Indonesia, Jepang pun menangkap Ang.[1]

Pada tahun 1937, Ang bergabung ke sebuah komite nasional yang bertujuan untuk memperbaiki perlakuan terhadap para tahanan di Hindia Belanda.[5] Namun, komite tersebut dikaitkan dengan nasionalisme Tionghoa, karena komite tersebut hanya menerima anggota yang berlatar belakang Tionghoa dan komite tersebut dibentuk setelah adanya penangkapan dan perlakuan buruk terhadap sejumlah pebisnis Tionghoa di Hindia Belanda yang mencoba untuk mencalonkan diri di pemilihan umum di Tiongkok.[6]

Tidak lama setelah Indonesia merdeka, Ang terpilih menjadi presiden dari Hua-Chiao Chu-jin Hui, sebuah organisasi yang bertujuan untuk menormalisasi hubungan antara Indonesia dan Tiongkok.[1] Setelah Indonesia resmi menormalisasi hubungannya dengan Beijing pada tahun 1950, nama organisasi ini pun diubah menjadi Chung-Hua Chiao-Tuan Tsung-Hui, dengan Ang tetap menjadi presidennya hingga tahun 1954.[1]

Ang juga merupakan salah satu pendiri dari Lembaga Persahabatan Indonesia-Tiongkok.[1] Ang pun merupakan anggota dari Persatuan Tionghoa, sebuah partai politik yang dibentuk pada tahun 1948 oleh Thio Thiam Tjong. Pada tahun 1950, nama partai tersebut diubah menjadi Partai Demokrat Tionghoa Indonesia.[1] Setelah partai tersebut dibubarkan pada tahun 1954, Ang bergabung ke Baperki hingga partai tersebut juga dibubarkan pada tahun 1965.[1]

Emigrasi ke Kanada

sunting

Selama transisi ke Orde Baru di Indonesia mulai tahun 1965 hingga 1966, koran milik Ang, Warta Bhakti, ditutup oleh pemerintah. Sejumlah editor dan jurnalis Warta Bhakti juga dipenjara tanpa proses peradilan. Oleh karena itu, pada tahun 1967, Ang pun beremigrasi ke Kanada, di mana anaknya telah lama tinggal.[2] Selama tinggal di Kanada, Ang menulis sejumlah memoar dalam bahasa Inggris. Memoar tersebut lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Mandarin pada tahun 1989[2][7] dan ke dalam bahasa Indonesia pada tahun 2009.[8] Ang akhirnya meninggal di Toronto pada tahun 1984.[2]

  • Akoe poenja pernikahan dengan seorang Tionghoa (1922), hasil terjemahan dalam bahasa Melayu dari My Chinese Marriage karya Mae Franking, 1921.
  • Diseblah dalemnja lajar malaise (1923), ditulis dengan pseudonim Hoay Tjiong[1]
  • Djangan sedih (1923) ditulis dengan pseudonim Hoay Tjiong[1]
  • Moesoenja orang banjak (tahun tidak diketahui[1]), hasil terjemahan dari An Enemy of the People karya Henrik Ibsen tahun 1882.

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t Salmon, Claudine (1983). Literature in Malay by the Chinese of Indonesia, a provisional annotated bibliography. Paris: Editions de la Maison des sciences de l'homme. hlm. 149–50. 
  2. ^ a b c d e Suryadinata, Leo (1995). Prominent Indonesian Chinese : biographical sketches (edisi ke-[3rd.]). Singapore: Institute of Southeast Asian Studies. hlm. 3–4. ISBN 9789813055032. Diakses tanggal 28 June 2020. 
  3. ^ "Persdelicten "Sin Po" - De andraadvonnissen vernietigt". De Indische courant. June 11, 1925. Diakses tanggal 29 June 2020. 
  4. ^ Panitia Penyusun Naskah Brosur Lagu Kebangsaan Indonesia Raya [The Committee for the Drafting of the 1972 Greater Indonesia National Anthem Brochure]. 1972. hlm. 37. 
  5. ^ ""PROTEST-VERGADERING". "Bataviaasch nieuwsblad". Batavia, 1937/01/18 00:00:00, p. 3. Geraadpleegd op Delpher op 29-06-2020". Bataviaasch nieuwsblad. January 18, 1937. Diakses tanggal 29 June 2020. 
  6. ^ "De Chineesche verkiezings-affaire. DE TOEDRACHT DER ARRESTATIES. Een protestvergadering". De Sumatra Post. January 21, 1937. Diakses tanggal 29 June 2020. 
  7. ^ Hong, Yuanyuan (1989). Hong Yuanyuan zi zhuan. Zhongguo Hua qiao chu ban gong si. ISBN 9787800740695. 
  8. ^ "Memoar Ang Yan Goan, 1894-1984 : tokoh pers yang peduli pembangunan bangsa - Toko Buku Nabil Foundation". www.nabilfoundation.org. Yayasan Nabil. Diakses tanggal 28 June 2020.