Kurulu, Jayawijaya

distrik di Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan

Kurulu adalah sebuah distrik di Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan, Indonesia. Dibutuhkan waktu sekitar satu jam dari kota Wamena untuk mencapai distrik Kurulu.

Kurulu
Negara Indonesia
ProvinsiPapua Pegunungan
KabupatenJayawijaya
Pemerintahan
 • Kepala distrik-
Populasi
 • Total- jiwa
Kode Kemendagri95.01.02 Edit nilai pada Wikidata
Kode BPS9402190 Edit nilai pada Wikidata
Luas- km²
Kampung/kelurahan-

Asal nama

sunting

Nama "Kurulu" berasal dari kata kurt yang artinya putih dan ilu yang artinya berilmu. Namun distrik ini dinamakan dari tokoh kepala suku Dani dan tokoh Pepera, Kurulu Mabel. Patung Kurulu Mabel dapat ditemukan di kota Wamena dan dibuat pada masa Bupati J.B. Wenas.[1] Ekspedisi Harvard-Peabody 1961-1965 mengeja namanya Gutelu.

Wisata

sunting

Terdapat sebuah lokasi wisata air garam yang terletak di Desa Jiwika. Sumber air garam tersebut berada pada ketinggian 2.100 meter di atas permukaan laut. Secara geologi, mata air asin yang terdapat di Kurulu ini terbentuk oleh mineral kalsit (CaCO3). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh M. Hutasoit, dkk (1998) mata air asin ini berasal dari Danau Habema. Pada umumnya, masyarakat setempat membawa sayur-mayur dari bawah dan mengasinkannya di sumber air garam, atau membawa jerigen-jerigen dan mengisinya untuk dijual kembali di Wamena. Menurut penduduk setempat, permukaan air garam tidak pernah berkurang, seberapapun orang mengambilnya atau saat musim sedang kering sekalipun.[butuh rujukan]

Pembuatan garam bubuk secara tradisional juga dilakukan oleh masyarakat suku Dani serta Lani dan Yali yang secara khusus datang dari lokasi mereka masing-masing. Proses pembuatan garam dari Mata Air Asin Kurulu ini dilakukan dengan cara merendamkan pelepah pisang yang masih muda ke dalam Mata air asin Kurulu selama kurang lebih 15 sampai 30 menit hingga batang dan kuncup daun yang masih muda tersebut menunjukan warna kehitaman sampai ungu. Hal ini dilakukan dua sampai tiga kali dengan maksud agar air asin tersebut dapat masuk diserap seluruhnya oleh pelepah pisang maupun kuncup daun yang masih muda. Pelepah pisang inilah yang dijadikan sebagai bahan perasa/bumbu (garam) yang dicampurkan pada makanan atau masakan yang akan dimasak.

Pranala luar

sunting


  1. ^ "Sejarah Pembentukan Wilayah Okikha". okikha.blogspot.com. Diakses tanggal 2024-01-09.