Kulah khud (dikenal di India dengan nama top) adalah sebuah tipe topi baja yang digunakan oleh prajurit-prajurit di daerah Indo-Persia sejak Abad Pertengahan. Ciri-ciri kulah khud adalah adanya pelindung berbentuk rantai (aventail) yang terpasang di bagian bawah helm, duri di atas topi baja, dan dua kantung di sisi kiri dan kanan untuk menempatkan bulu burung besar.[1]

Topi baja top di India, yang disebut dengan nama kulah khud di Persia. Topi ini datang dari Dataran Tinggi Dekkan.

Bentuk dan asal-usul

sunting

Kulah khud mungkin berasal dari Asia Tengah.[2] Kulah khud telah tercatat digunakan oleh semua prajurit Indo-Persia di wilayah ini, misalnya orang Arab, Persia, Turki dan India. Kulah khud biasanya terbuat dari baja. Kulah khud memiliki bentuk bulat seperti mangkuk, terkadang dalam bentuk yang pipih dan datar, dan terkadang dalam bentuk yang tinggi dan melancip diatas. Bagian atas kulah khud sering sekali terdapat kantung dimana sebuah duri dapat ditempatkan di atas topi baja tersebut. Duri ini biasa berbentuk seperti ujung tombak dan memiliki potongan yang berbentuk seperti salib. Dua (atau tiga) kantong pemegang bulu burung ditempatkan pada kedua sisi kiri dan kanan topi baja tersebut, digunakan untuk memasang bulu burung besar misalnya burung kuntul.[3][4]

Fitur kulah khud yang paling mencolok adalah aventail (pelindung leher dalam bentuk rantai) yang terdiri atas rantai-rantai yang terbuat dari besi atau kuningan dan tembaha yang tergantung di bagian bawah topi baja. Aventail digunakan untuk melindungi leher, bahu, dan dahi. Terkadang, pelindung aventail ini turun kebawah hingga menutupi mata dan terkadang menutupi hidung. Ujung bawah aventail sering kali dibentuk seperti potongan berbentuk segitiga, hal ini dimasukkan agar pada saat dikenakan, rantai aventail tersebut dalam jatuh dengan baik di sisi depan dan belakang bahu prajurit yang memakainya.[4]

Batang hidung geser yang terbuat dari besi atau baja menempel pada bagian depan topi baja dalam sebuah braket dan dapat disesuaikan posisinya. Bila tidak digunakan, bar hidung bisa diikat dengan sebuah kait atau terkadang dengan set sekrup sehingga bar hidung tersebut tidak mengganggu wajah pemakainya. Pada kedua ujung bar hidung tersebut, terdapat plat yang meluas dan dibentuk dengan elemen dekoratif yang indah. Di beberapa kulah khud India (atau top), ujung bawah batang hidung sangat membesar dan berubah bentuk seperti bulan sabit yang menutupi sebagian besar wajah prajurit yang memakainya, terutama dibawah mata. Beberapa versi langka khulah khud memiliki tiga besi pelindung hidung yang berfungsi untuk melindungi hidung dan pipi pemakainya.[4]

Dekorasi

sunting
 
Top dengan dekorasi yang sangat detail yang dikenakan oleh prajurit Mughal pada abad ke-18.

Jenis-jenis kulah khud biasanya sangat mudha diidentifikasikan karena bentuknya yang relatif sama, namun dekorasi pada kulah khud bisa amat sangat beragam. Pada umumnya, bagian dari kulah khud, terutama di bagian topi baja dan di bagian pelindung hidung, sering kali dihiasi dengan motif-motif dengan menggunakan tatahan kuningan, perak atau emas; terkadang dalam bentuk gambar-gambar figural. Sebuah topi baja top dari Mughal menampilkan tulisan-tulisan kaligrafi yang disadur dari Quran, yang dipercaya akan memberikan perlindungan Tuhan kepada pemakainya atau dipercaya akan memberikan kemenangan yang cepat untuk pemakainya. Sebuah top yang ditemukan di Gwalior, India, menampilkan motif tengkorak dan tulang yang bersilang, mengindikasikan adanya pengaruh Eropa pada topi baja di Gwalior tersebut. Bagian plat di sisi atas dan bawah nasal bar juga merupakan fokus hiasan-hiasan artistik pada sebuah kulah khud. Salah satu contohnya adalah gambar dewa Hindu berkepala gajah Ganesha yang diukir di ujung atas batang hidung bagian atas pada contoh yang dipakai oleh prajurit Sikh.

Penghidupan kembali

sunting

Meskipun adanya modernisasi militer Iran di abad kesembilan belas yang mungkin menghancurkan beberapa kebudayaan tradisional di negara tersebut, perlengkapan perang tradisional Iran terus diproduksi. Dalam hal ini, perlengkapan perang tradisional ini lebih sering digunakan dalam parade militer, sebagai kostum untuk drama religius atau sejarah, atau sebagai cenderamata.[5]

Lihat juga

sunting

Referensi

sunting

Bibliografi

sunting