Kue batang buruk
Kue batang buruk adalah kue kering yang berukuran mini dan terbuat dari campuran tepung dan dilapisi oleh serbuk campuran gula halus dan susu. Kue ini umumnya ditemukan di daerah Bintan dan Tanjung Pinang serta disajikan saat idul fitri, hidangan untuk tamu ataupun oleh-oleh bagi turis.[1] Kue ini berukuran mini sekitar 3 – 4 cm per potong dan sudah dikenal sejak 4 abad yang lalu. Resep kue ini diwariskan dari generasi ke generasi dan pada zaman dahulu merupakan hidangan untuk acara sebelum pelantikan sultan.[2]
Selain di kepulauan Riau, kue ini juga dikenal oleh masyarakat di daerah Riau dan Malaysia dengan nama yang sama.[3] Sebagian orang membuat kue ini dari campuran tepung dan sebagian lagi menggunakan kulit popiah untuk adonan. Sekilas dari tampilan luar, kue ini mirip dengan kue putri salju, karena adanya selimut bubuk putih di badan kue.
Namun, terdapat juga kue batang buruk di daerah Pontianak dan Lingga namun dengan bentuk dan bahan yang berbeda.[4]
Sejarah
suntingKue batang buruk memiliki sejarah terkait penyebutannya, dimana berawal dari kisah cinta Wan Sinari, putri sulung Baginda Raja Tua dari Kerajaan Bintan pada masa 450 tahun yang lalu. Ceritanya bermula ketika sang putri memendam cinta kepada seorang pemuda yang bernama Raja Andak bergelar Panglima Muda Bintan. Namun, cintanya bertepuk sebelah tangan karena lelaki tersebut lebih memilih Wan Inta, adik kandung Wan Sinari.
Untuk mengusir galau di hati, Wan Sinari menyibukkan diri di dapur bersama dayang-dayang istana. Sang putri membuat sebuah penganan unik: jika digigit, kue itu akan hancur berderai. Selesai membuat kue, Wan Sinari memohon kepada ayahandanya, Baginda Raja Tua agar kue buatannya itu dapat dipersembahkan untuk para tamu dan pejabat kerajaan. Baginda Raja Tua tidak menolak. Hingga pada suatu hari, para tamu dan pejabat kerajaan berkumpul di istana. Kue buatan Wan Sinari pun dihidangkan. Di antara para tamu yang datang terdapat pula Raja Andak, lelaki idaman Wan Sinari.
Para tamu kemudian mencicipi kue yang baru pertama kali mereka lihat itu. Namun, beberapa saat setelah menggigitnya, mereka mendadak merasa malu karena sebagian kepingan kue jatuh berderai. Serpihan-serpihannya berserakan mengotori pakaian kebesaran yang mereka kenakan. Hanya Raja Andak Panglima Muda Bintan yang tidak terkecoh. Ketika Raja Andak memakan kue itu, tidak ada serpihan kue yang berjatuhan.
Mengetahui pujaan hatinya itu tidak ceroboh saat menyantap kuenya, Wan Sendari sadar kalau dirinya tidak salah menjatuhkan hatinya walaupun kisah cintanya tidak terbalas.[5]
Filosofi
suntingFilosofi “Biar pecah dimulut jangan pecah di tangan” menggambarkan bagaimana seseorang bangsawan mempunyai etika pada saat makan. Tidak terkecuali ketika sedang mencicipi sebuah hidangan. Apabila seseorang bangsawan terburu-buru dan ceroboh ketika makan atau mencicipi hidangan, maka mencermikan betapa buruknya tingkah laku bangsawan tersebut. Inilah sebuah pesan bijak dari sebuah hidangan di kalangan bangsawan Melayu yang bernama kue Batang buruk. Nama boleh buruk, tapi cita rasanya lezat.[5]
Selain itu juga, kue ini dibuat untuk menggambarkan bagaimana pandainya orang Melayu menjaga prinsip kehidupannya dan janji yang telah mereka ucapkan. Juga terkait menjaga kerahasiaan seseorang yaitu prinsip untuk tidak akan menceritakan rahasia orang kepada orang lain.
Proses pembuatan
suntingKue batang buruk terbuat dari campuran tiga tepung, yaitu tepung terigu, tepung beras dan tepung kelapa. Adonan tersebut kemudian dibentuk tipis dan dipotong kecil kemudian diisi dengan serbuk kacang hijau. Setelah itu, adonan digoreng dan setelah matang dilapisi dengan gula dan susu bubuk.
Referensi
sunting- ^ Tyas, Widi (2020-04-01). "ASAL Mula Nama Kue Batang Buruk, Kuliner Khas Kepri dan Cara Membuatnya". Tribunnews.com. Diakses tanggal 2022-07-04.
- ^ "Kopi Sekanak dan Batang Buruk Ciri Khas Melayu". Lintas Kepri. 2016-09-09. Diakses tanggal 2022-07-04.
- ^ Sari, Yenny Mustika. "Kue Batang Buruk Khas Riau Tercipta karena Kisah Cinta Tak Terbalas". detikfood. Diakses tanggal 2022-07-04.
- ^ "Batang Burok, Makanan Khas Pontianak untuk Para Raja". kumparan. Diakses tanggal 2022-07-04.
- ^ a b arman, dedi (2018-09-20). "Kue Batang Buruk, Makanan Istana hingga Rakyat Jelata". Balai Pelestarian Nilai Budaya Kepulauan Riau (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-07-04.