Kosakata dalam Al-Qur'an
Kosakata dalam Al-Qur'an berjumlah sekitar 77.800 kata dan 323.015 huruf. Sifat kosakata di dalam Al-Qur'an adalah memiliki keseimbangan antarkata dan sebagian besar mengandung ambiguitas. Pemahaman mengenai kosakata di dalam Al-Qur'an dapat dilakukan dengan memperhatikan penggunaan jenis kalimat, salah satunya adalah kalimat pertanyaan.
Para ulama berbeda pendapat mengenai penggunaan bahasa pada kosakata di dalam Al-Qur'an. Ada yang menyatakan bahwa kosakata di dalam Al-Qur'an sepenuhnya berbahasa Arab dan ada yang menyatakan adanya bahasa asing di dalam kosakata Al-Qur'an. Selain itu, ada pula yang menyatakan bahwa kedua pendapat tersebut sama-sama benar.
Jumlah
suntingKosakata di dalam Al-Qur'an berjumlah sekitar 77.800 kata.[1] Dari jumlah tersebut terhitung jumlah huruf sebanyak 323.015 huruf.[2]
Sifat
suntingKeseimbangan antarkata
suntingKosakata di dalam Al-Qur'an memiliki suatu keseimbangan. Setiap kata memiliki sinonim dan antonim yang sama jumlahnya dengan kata tersebut. Kesiembangan jumlah juga terjadi pada sebuah kata dengan kata lain yang menjadi dampaknya.[2]
Contoh keseimbangan antara kata dengan sinonimnya adalah kata hari yang berjumlah 365 yang sama dengan jumlah hari dalam satu tahun. Contoh lainnya adalah kata bulan yang terulang sebanyak 12 kali dan sama dengan jumlah bulan dalam penanggalan.[2]
Contoh keseimbangan antara kata dengan antonimnya adalah kata mati dan hidup yang masing-masing disebutkan sebanyak 145 kali. Contoh lainnya adalah kata akhirat juga terulang secara sama jumlahnya dengan kata dunia sebanyak 115 kali. Beberapa contoh lainnya yaitu kata malaikat dan setan (masing-masing disebutkan 88 kali), kata ketenangan dan kecemasan (masing-masing terulang 13 kali) dan kata panas dan dingin (masing-masing terulang 4 kali).[2]
Sementara keseimbangan antara kata dengan dampaknya misalnya pada kata infak dan kepuasan. Kedua kata ini terulang sebanyak 73 kali. Kemudian kata kikir dan kata penyesalan terulang sebanyak 12 kali. Contoh lainnya adalah kata zakat dan kata berkat yang terulang sama sebanyak 32 kali.[2]
Ambiguitas
suntingDi dalam Al-Qur'an kosakata yang mengandung ambiguitas lebih banyak dibandingkan dengan kosakata yang jelas. Ini karena di dalam Al-Qur'an terdapat lebih banyak ayat-ayat zhanni dibandingkan dengan ayat-ayat qathi. Ayat-ayat zhanni merupakan ayat-ayat yang dapat menghasilkan banyak tafsiran.[3]
Pemahaman
suntingKosakata di dalam Al-Qur'an dapat dipahami maknanya melalui beberapa jenis kalimat, salah satunya adalah kalimat pertanyaan. Kalimat pertanyaan dalam Al-Qur'an ditandai dengan penggunaan kata tanya apa (huruf َما dan kata َما َذًا), kapan (َkata مَتَى), di mana (kata أيْنَ), bagaimana ( kata كَيْفَ dan kata أنَّى), yang mana (kata أَ ٌّي) dan berapa َ(kata كَمْ).[4]
Kata serapan
suntingPara ulama berbeda pendapat mengenai keberadaan kata serapan di dalam Al-Qur'an. Pendapat mereka terbagi menjadi tiga. Pertama, pendapat ulama yang menyatakan bahwa di dalam Al-Qur'an terdapat lafaz yang bukan berasal dari bahasa Arab. Para ulama yang mengemukakan pendapat ini antara lain Abdullah bin Abbas, Mujahid bin Jabir, Abdullah bin Jubair, dan Ikrimah. Pendapat ini juga didukung oleh sebagian ahli fikih. Pendapat kedua menyatakan bahwa di dalam Al-Qur'an tidak ada kata serapan. Pendukung pendapat ini adalah para ahli linguistik. Dalilnya adalah Surah Az-Zukhruf ayat 3 yang menyatakan bahwa Al-Qur'an diturunkan dalam bahasa Arab agar dapat dipahami. Pendapat kedua juga diperkuat oleh Surah Asy-Syuara ayat 195 yang menyatakan bahwa Al-Qur'an diturunkan dengan bahasa Arab yang jelas. Surah Fussilat ayat 44 memberikan penegasan atas kedua ayat tersebut. Ayat ini menyatakan bahwa Nabi Muhammad adalah orang Arab sehingga bahasa Al-Qur'an hanya bahasa Arab saja.[5]
Sementara itu, pendapat ketiga bersifat menengahi pendapat pertama dan kedua. Pendapat ketiga menyatakan bahwa menerima pendapat pertama maupun pendapat kedua sama-sama benar. Pendapat ketiga menyatakan bahwa pendapat pertama benar, karena awalnya kata serapan di dalam Al-Qur'an merupakan bahasa asing yang pengucapannya disesuaikan dengan bahasa Arab. Karena pengucapan lafaz yang disesuaikan, kata berbahasa asing ini kemudian menjadi kata berbahasa Arab. Maka pendapat kedua menjadi benar pula.[6]
Menurut Muhammad Quraish Shihab, kosakata di dalam Al-Qur'an semuanya berasal dari bahasa Arab. Namun terdapat beberapa kata yang merupakan kata serapan dari bahasa asing. Penggunaan bahasa asing di dalam Al-Qur'an merupakan hasil akulturasi antara kebudayaan bangsa Arab dengan kebudayaan bangsa lain. Akulturasi ini terjadi antara bangsa Arab dengan bangsa lain yang masih dalam rumpun bahasa Semit.[7]
Pengumpulan kosakata bahasa asing di dalam Al-Qur'an pernah dilakukan oleh Jalaluddin as-Suyuthi. Ia mengemukakan pendapatnya tentang kosakata kosakata bahasa asing di dalam Al-Qur'an. Selain itu, ia juga menyampaikan pendapat ulama lain di antaranya pendapat Tajuddin as-Subuki dan Ibnu Hajar al-'Asqalani.[8]
Referensi
suntingCatatan kaki
sunting- ^ Abdurrahim, Abdulaziz (2010). 80% Kosakata Al-Qur'an: Daftar Kata Terklasifikasi untuk Mempermudah Hafalan. Diterjemahkan oleh Tim Yayasan Azmuna. Depok. hlm. 3.
- ^ a b c d e Shihab, M. Quraish (1996). Wawasan Al-Quran: Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Umat. Mizan Pustaka. hlm. 4.
- ^ Abunawas, Kamaludin (2012). "Pengaruh Bahasa Arab terhadap Penetapan Hukum Islam: Analisis terhadap Kosa Kata Musytarak/Ambigu di dalam Al-Qur'an". Jurnal Adabiyah. XII (2): 131.
- ^ Adib (2016). Smart Method Bilqalam: Belajar Bahasa Arab Al-Qur’an Sembilan Jam (PDF). Majalengka: Pondok Pesantren Ar-Rahmat Weragati. hlm. 26–27.
- ^ Zuhriah 2016, hlm. 69.
- ^ Zuhriah 2016, hlm. 70.
- ^ Ritonga, Mahyudin (2016). "Bargaining Kata di Dalam Al Qur'an: Kontroversi Para Ahli Terhadap Bahasa Al-Qur'an". Akademika. 21 (2): 236.
- ^ Murdiono (2020). "Taʻrīb di dalam al-Qur'ān dan Pandangan al-Imam Jalaludin as-Suyuty". ALFAZ: Arabic Literatures for Academic Zealots. 8 (1): 24. ISSN 2620-5351.
Daftar pustaka
sunting- Zuhriah (2016). "Eksistensi Kata Serapan dalam Al-Qur'an" (PDF). Jurnal Ilmu Budaya. 4 (1): 64–71.