Suku Korowai

suku bangsa di Indonesia
(Dialihkan dari Korowai)

Suku Korowai (Koroway) atau Kolufo-yanop (Klufo, Karufo, Klufwo) adalah suku di pedalaman Papua Pegunungan dan Papua Selatan, Indonesia dan populasi sekitar 3000 orang. Suku ini hidup di rumah yang dibangun di atas pohon dengan ketinggian 4,5–9 meter yang disebut khaim (xaim).[1][2]

Korowai
Kolufo-yanop, Klufo-fyumanop
Jumlah populasi
2,900[butuh rujukan]
Daerah dengan populasi signifikan
 Indonesia
Bahasa
Korowai (Klufo-auf), Indonesia
Agama
Kristen, Animisme, Dinamisme, Totemisme
Kelompok etnik terkait
Kombai, Awyu, Momuna
Laki-laki suku Korowai

Suku Korowai adalah satu dari suku di daratan Papua yang tidak menggunakan koteka. Menurut majalah Daily Telegraph, ketika antropolog memulai studi tentang suku ini di 1970, mereka tidak mengetahui keberadaan orang selain suku mereka.[3]

Etimologi

sunting

Nama korowai merupakan pelafalan dari orang Belanda dari nama aslinya kolufo dengan variasi ejaan klufo, klufwo, atau karufo yang berarti "orang". Nama lengkapnya adalah klufo fyumanop atau kolufo yanop artinya "orang yang biasa berjalan kaki" untuk membedakan dengan suku Citak dan Mitak yang biasa menggunakan sampan. Orang luar membagi suku Korowai menjadi dua; Korowai Batu, yaitu kelompok yang masih menggunakan peralatan tradisional dari batu dan Korowai Besi, yang sudah menggunakan peralatan dari besi.[4]

Bahasa

sunting

Suku Korowai memiliki beberapa bahasa atau dialek yang kebanyakan merupakan anggota rumpun bahasa Sungai Digul (Papua tenggara) atau dalam klasifikasi lama disebut Awyu-Dumut dan merupakan bagian dari filum Trans-Nugini. Kata auf (aup) berarti "bahasa" sehingga klufo-auf berarti bahasa Korowai.

Budaya

sunting

Serupa dengan tetangga mereka suku Kombai di Kabupaten Mappi dan juga suku Momuna di Kabupaten Yahukimo, penduduk dari suku ini membangun rumah pada pohon yang memiliki tinggi 10 hingga 30 meter. Terbuat dari kayu, rotan, bilah bambu dan kulit kayu, rumah Suku Koroway dibangun di atas pohon untuk mencegah serangan binatang buas pada zaman dahulu atau bahkan serangan dari suku lain. Untuk mencapai ke dalam rumah, mereka membuat tangga yang terbuat dari sebatang kayu.

Suku Korowai memiliki pembagian tugas sama seperti Suku Kombai. Kaum pria bertugas menebang pohon dan pergi ke hutan untuk berburu, mulai dari kus-kus, babi hutan hingga burung kasuari. Sementara itu kaum wanita dari suku ini bertugas mengasuh anak dan mencari sagu. Ciri khas dari kaum wanita suku ini adalah mereka biasa memakai rok pendek yang bahannya didapatkan dari kayu dan serat sagu.[5]

Tempat tinggal

sunting
 
Rumah pohon Korowai

Mayoritas klan Korowai tinggal di rumah pohon di wilayah terisolasi mereka. Sejak tahun 1980 sebagian telah pindah ke desa-desa yang baru dibuka dari Yaniruma di tepi Sungai Becking (area Kombai-Korowai), Mu, dan Basman (daerah Korowai-Citak). Pada tahun 1987, wilayah pedesaan dibuka di Manggél, di Yafufla (1988), Mabül di tepi Sungai Pulau (1989), dan Khaiflambolüp (1998).[6] Tingkat absensi desa masih tinggi, karena relatif panjang jarak antara permukiman dan sumber daya makanan (sagu).

Referensi

sunting
  1. ^ Rumah Tinggi Ramah Lingkungan Suku Korowai Diarsipkan 2011-03-17 di Wayback Machine.. Diakses pada 25 Februari 2011
  2. ^ redaksi (2022-08-02). "Mengenal Rumah Xaim Suku Korowai, Dibangun 9 Meter Dari Tanah". Majalah GPriority (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-04-17. 
  3. ^ Indonesian Korowai Tribe First Officially Recognised As Tree-Dwellers Telegraph.com 8 Juli 2010
  4. ^ Yewen, Roberthus (2022-04-19). "Mengenal Suku Korowai di Papua Selatan, Hidup di Pohon, Menjunjung Tinggi Hak Ulayat Halaman all". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2025-03-03. 
  5. ^ Bariarcianur, Fino; Yunus, Ahmad (2011). Papua Jejak Langkah Penuh Kesan. Indomultimedia. hlm. 46–47. ISBN 978-979-95185-9-0. 
  6. ^ Bisht, Narendra S.; Bankoti, T. S. (1 March 2004). Encyclopaedia of the South East Asian Ethnography. Global Vision Publishing Ho. hlm. 349. ISBN 9788187746966. Diakses tanggal 8 October 2010.