Koperasi jasa keuangan syariah

perusahaan asal Indonesia

Koperasi jasa keuangan syariah (KJKS) adalah lembaga keuangan mikro di Indonesia.[1] KJKS pada dasarnya pengembangan dari konsep ekonomi Islam yang disebut syariah, terutama pada lembaga keuangan. Merupakan lembaga berbadan hukum yang menjalankan operasionalnya mengacu pada prinsip-prinsip syariah tersebut.[2] KJKS mejadi salah satu lembaga keuangan yang merintis pembiayaan dengan prinsip syariah. Selain bergerak di bidang pembiayaan, KJKS juga bergerak dibidang simpanan dan investasi dengan pola bagi hasil atau syariah.[3] Koperasi ini secara sosiologis disebut baitul maal wa at-tamwil (disingkat: BMT). Sama dengan UJKS (Unit Jasa Keuangan Syariah) yang juga bergerak dibidang simpanan, investasi, dan pembiayaan yang juga dengan dengan pola bagi hasil.[4] Selain bergerak pada bidang-bidang itu, fungsi lain dari KJKS juga turut sebagai penguatan ekonomi dan perluasan lapangan kerja.[5]

Definisi

sunting

Menurut Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor: 91/Kep/M.KuKm/IX/2004, KJKS adalah sebuah badan usaha yang anggotanya perorangan ataupun badan hukum dengan kegiatan berlandaskan prinsip koperasi dan pergerakan ekonomi dengan prinsip kekeluargaan.[6]

Sejarah

sunting

Koperasi syariah atau berbasis Islam di Indonesia telah ada sejak awal didirikannya Serikat Dagang Islam (SDI) di Solo, Jawa Tengah pada 1906. Saat itu, koperasi dengan memegang prinsip-prinsip Islam sudah mulai diperkenalkan. Namun, karena SDI yang cenderung bernuansa politik, prinsip koperasi syariah itu mulai redup dan kembali ada sekitar tahun 1990. Koperasi berbasis syariah pertama yang berdiri saat itu adalah BMT Bina Insan Kamil pada 1992 di Jakarta.[7]

Menjamurnya koperasi berbasis syariah di Indonesia dilandasi dengan ketentuan Keputusan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tanggal 10 September 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Sejak itu, koperasi jasa keuangan syariah juga menjamur.[7]

Istilah BMT dan KJKS

sunting

Nama resmi yang digunakan pemerintah untuk koperasi yang bergerak di bidang keuangan syariah adalah Koperasi Jasa Keuangan Syariah disingkat KJKS. Namun, istilah BMT masih populer di kalangan praktisi dan masyarakat Indonesia.

Prinsip-prinsip

sunting

KJKS pada umumnya memegang teguh prinsip keimanan dan ketakwan kepada Allah SWT. Hal itu jelas saja karena KJKS merupakan koperasi berlandaskan ajaran Islam. Selain itu, KJKS memiliki pinsip keanggotaan yang sukarela. Hal ini artinya setiap orang yang menjadi anggota tidak mengharapkan imbalan dari koperasi. Dalam pengambilan keputusan dilakukan dengan cara musyawarah dan pengelolaan atau kegiatan koperasi dilakukan secara transparan. Dalam pembagian hasil usaha dilakukan berdasarkan kontribusi setiap anggota dan pemberian balas jasa dilakukan dengan cara bagi hasil.

Prinsip lainnya KJKS, setiap anggota dituntut untuk amanah, mandiri dan mengutamakan kejujuran. Sumber daya manusia harus selalu ditingkatkan dan menjalin kerja sama yang baik antar setiap anggota. Tak hanya itu, setiap koperasi juga memiliki prinsip tersendiri berdasarkan ketentuan yang telah ditetepkan masing-masing koperasi.[8]

Landasan kerja

sunting

Penyelenggaraan kegiatan usahanya, KJKS mendasarkannya pada norma dan nilai-nilai atau prinsip-prinsip koperasi. Sehingga dengan itu KJKS menunjukkan perlaku koperasi. Kegiatan usahanya berdasarkan diselenggarakan berdasarkan prinsip syariah dan fatwa Dewan Syariah Nasional. KJKS digunakan oleh anggotanya sebagai alat dari rumah tangga untuk mengatasi masalah kekurangan likuiditas (bagi anggota rumah tangga) atau kekurangan modal (bagi anggota pengusaha) secara mandiri sehingga berlaku asas self help. Dalam menjalankan usahanya, koperasi ini menjadi tanggung jawab seluruh anggota baik maju maupun mundurnya koperasi. Sehingga berlaku asas self responsibility.

Dalam menjalankan kegiatan usahanya , anggota koperasi berada dalam satu kesatuan sistem kerja koperasi, diatur menurut norma-norma yang terdapat di dalam AD dan ART KJKS. Koperasi wajib dapat memberikan manfaat yang lebih besar kepada anggotanya jika dibandingkan dengan manfaat yang diberikan oleh lembaga keuangan lainnya. Koperasi berfungsi sebagai lembaga intermediasi dalam hal ini KJKS bertugas untuk melaksanakan penghimpunan dana dari anggota, calon anggota, koperasi lain dan atau anggotanya serta pembiayaan kepada pihak-pihak tersebut.[9]

Strategi Pengembangan

sunting

Dalam menjalankan kegiatan usahanya, KJKS memiliki strategi pengembangan dengan meningkatkan sumber daya manusia, meningkatkan modal dan keuangan (financing), membuat regulasi yang memadai dan memanajemen koperasi dengan baik.[10]

Regulasi

sunting
  1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
  2. Peraturan Pemerintah RI Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh koperasi.
  3. Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah.
  4. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 35.2/Per/M.KUKM/X/2007 tentang Pedoman Standar Operasional Manajemen Koperasi jasa Keuangan Syariah.
  5. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 39/Per/M.KUKM/XII/2007 tentang Pedoman Pengawasan Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah Koperasi.
  6. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
  7. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian.
  8. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat.[11][12]

Ciri-ciri

sunting

KJKS merupakan lembaga keuangan syariah non-bank. Memiliki ciri-ciri dasar yang tidak berorientasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan pemamfaatan ekonomi, terutama untuk anggota dan lingkungannya. KJKS bukan lembaga sosial namun dapat dimamfaatkan untuk mengaktifkan penggunaan dana sosial untuk kesejahteraan orang banyak. Selain itu juga dapat menyelenggarakan kegiatan pendidikan untuk memperdayakan anggota dalam kegiatan ekonomi. KJKS lebih condong mengikutsertakan peran masyarakat sekitar dan milik bersama bukan perseorangan atau badan hukum lainnya.[13]

Fungsi dan tujuan

sunting

Pada umunya KJKS memiliki fungsi ekonomi dan sosial. Dari segi ekonomi, KJKS berfungsi dalam bentuk kegiatan-kegiatan usaha ekonomi yang dilakukan koperasi guna meringankan beban hidup sehari-hari para anggotanya. Sedangkan secara sosial berfungsi dalam bentuk kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan secara gotong royong atau dalam bentuk sumbangan berupa uang yang berasal dari laba koperasi yang disisihkan untuk tujuan-tujuan sosial. Misalnya untuk mendirikan sekolah, tempat ibadah, dan sebagainya.[14]

Pada dasarnya, tujuan KJKS tidak lain untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya, khususnya masyarakat umum. Dengan adanya koperasi tersebut membuka lahan pekerjaan bagi masyarakat dimana kopesai itu berdiri.

Beberapa tujuan KJKS yaitu membantu meningkatkan dan mengembangkan potensi umat dalam program pengentasan kemiskinan, menciptakan sumber pembiayaan dan penyediaan modal bagi anggota dengan prinsip syari'ah, mengembangkan sikap hemat dan mendorong kegiatan, gemar menabung, meningkatkan wawasan dan kesadaran umat tentang sistem dan pola perekonomian Islam, membantu para pengusaha lemah untuk mendapatkan modal pinjaman, menjadi lembaga keuangan alternatif yang dapat menopang percepatan pertumbuhan ekonomi nasional. Meningkatkan program pemberdayaan ekonomi, khususnya di kalangan Usaha Mikro, kecil menengah, dan koperasi yang tentunya dengan sistem syariah yang dapat mendorong kehidupan ekonomi syariah dalam kegiatan usaha mikro, kecil dan menengah tersebut.[8][15]

Referensi

sunting
  1. ^ Imaniyati, Neni Sri; BAKTI, PT CITRA ADITYA (2 Desember 2012). Aspek-Aspek Hukum BMT (Baitul Maal wat Tamwil). Citra Aditya Bakti. hlm. 3. ISBN 978-979-491-120-4. 
  2. ^ Haryadi, Yudi (2020-07-25). Peran Koperasi Dalam Kebangkitan Ekonomi Umat. Bandung: tre Media Digital. hlm. 25. ISBN 9786239030131. 
  3. ^ Triana Sofiani (2014). "KONSTRUKSI NORMA HUKUM KOPERASI SYARIAH DALAM KERANGKA SISTEM HUKUM KOPERASI NASIONAL" (PDF). Jurnal Hukum Islam (JHI). 12: 136. 
  4. ^ Sholihin, Ahmad Ifham (2010). Pedoman umum lembaga keuangan syariah. Gramedia Pustaka Utama. hlm. 456. ISBN 978-979-22-6393-0. 
  5. ^ Wiratno, Yuni Shara, Muhammad Sholahuddin, Muhamad Ekhsan, Wala Erpurini, Hartini, Anggia Sari Lubis, Veramika Br Sembiring, Nancy Florida Siagian, Hengki Mangiring Parulian Simarmata, Debbi Chyntia Ovami, Dwi Arini Nursansiwi, Tauhid, Eko Purbiyanto, Dewi Nurmala, Nina Mistriani, Muhammad Rafi‘i Sanjani, Ahmad Muhid, Ayu Melati Ningsih, Nur Alamsyah, Azzaky, Eni Erwantiningsih, Keriyono, Ida Ayu Aryani Kemenuh, Wahjoe Mawardiningsih, Irene Svinarky, Eko (2021-04-10). SETAHUN COVID 19 Dalam Perspektif Ekonomi, Pendidikan, Kesehatan, Sosial Budaya, Komunikasi dan Hukum. Klaten: Penerbit Lakeisha. hlm. 103. ISBN 978-623-6948-90-3. 
  6. ^ M.E.Sy, Muhammad Kurniawan, S. E. (2021-05-02). Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Teori dan Aplikasi). Indramayu: Penerbit Adab. hlm. 181. ISBN 978-623-6233-09-2. 
  7. ^ a b Sofian (2018). "Koperasi Syariah Sebagai Solusi Keuangan Masyarakat: Antara Religiusitas, Trend, Dan Kemudahan Layanan". Polban: 753. 
  8. ^ a b Sholihin, Ahmad Ifham (2013-01-15). BUKU PINTAR EKONOMI SYARIAH. Gramedia Pustaka Utama. hlm. 426. ISBN 978-602-03-4793-6. 
  9. ^ Sholihin, Ahmad Ifham (2013-02-06). Pedoman Umum Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hlm. 485. ISBN 978-602-03-6293-9. 
  10. ^ Abdillah Mundir (2016). "Strategi Pengembangan Koperasi Jasa Keuangan Syariah". Jurnal MALIA. 7 (2): 259–260. 
  11. ^ Nonie Afrianty; Desi Isnaini; Amimah Oktarina (2019). LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH (PDF). Bengkulu: CV ZIGIE UTAMA. hlm. 57–58. ISBN 9786237558460. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-07-17. Diakses tanggal 2021-11-18. 
  12. ^ Novita Dewi Masyithoh (2014). "Analisis Normatif Undang-Undang No.1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) atas Status Badan Hukum dan Pengawasan Baitul Maal Wat Tamwil". Economica. 5 (2): 26–29. 
  13. ^ Wajdi, Farid; Lubis, Suhrawardi K. (2021-02-23). Hukum Ekonomi Islam: Edisi Revisi. Jakarta Timur: Sinar Grafika (Bumi Aksara). hlm. 196–197. ISBN 978-979-007-902-1. 
  14. ^ Suhrawardi K. Lubis; Farid Wajdi (2012). Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika. hlm. 133. 
  15. ^ Variyetmi Wira; Gustati (2015). "Upaya Penguatan Koperasi Jasa Keuangan Syariah Dalam Rangka Pemberdayaan Perekonomian Masyarakat Di Kota Padang" (PDF). SNEMA: 49.