Kim Yushin (595–673) merupakan seorang Jenderal pada abad ke-7 di kerajaan Silla. Ia memimpin unifikasi Semenanjung Korea oleh Silla di bawah pemerintahan Raja Muyeol dari Silla dan Raja Munmu dari Silla. Ia konon merupakan buyut Raja Guhae dari Geumgwan Gaya, raja terakhir di negara Geumgwan Gaya. Hal ini memberinya posisi yang sangat tinggi di sistem ranking tulang, Silla, yang memimpin status politik dan militer yang dapat diraih oleh seseorang.

Kim Yu-shin
Nama Korea
Hangul
김유신
Hanja
金庾信
Alih AksaraKim Yushin
McCune–ReischauerKim Yu–sin

Banyak sumber yang kita ketahui tentang kehidupan Kim dituliskan di dalam riwayat Samguk Sagi, Yeoljeon 1-3, dan banyak catatan singkat di dalam riwayat Samguk Yusa, vol. 1.

Awal Tahun

sunting

Kim Yushin merupakan putra Jenderal Kim Seohyeon dan Lady Manmyeong, yang merupakan putri Raja Jinheung dari Silla. Ia dilahirkan di Gyeyang, kabupaten Jincheon pada tahun 595, menjadi seorang prajurit Hwarang diusianya yang ke-15 dan mahir dalam berpedang dan merupakan seorang Gukseon (국선, 國仙; ketua Hwarang) pada saat ia berusia 18 tahun. Pada saat ia berusia 34 tahun, ia diberikan hak total di dalam memerintah pasukan militer Silla.

Prestasi Militer

sunting

Keterlibatan militer Kim untuk yang pertama kalinya dipercaya terjadi disekitar tahun 629 M, dan lewat itu ia dengan cepat membuktikan kemampuannya sebagai seorang pejuang. Silla berada di dalam perselisihan beruntun dengan negara tetangganya di bagian barat, Baekje, atas wilayah. Ada kerugian dan keuntungan yang terjadi di antara kedua belah pihak, dan perselisihan tersebut berlangsung selama bertahun-tahun lamanya. Pada periode inilah dimana Kim terkenal lewat ranking-ranking militer, naik pangkat dan menjadi komandan yang terampil di lapangan.

Baekje dan Silla telah membentuk sebuah persekutuan untuk melawan kekuasaan Goguryeo dan keinginannya untuk mendorong ke arah selatan, dan bersama-sama mereka melancarkan serangan yang berhasil, Silla merebut wilayah bagian utara dan Baekje yang berada di bagian selatan dari Sungai Han. Namun Silla berhianat dan sebaliknya menyerang Baekje dalam usahanya untuk menuntut kedua wilayah tersebut untuk dirinya sendiri. Setelah penghianatan ini, Baekje bersekutu dengan Goguryeo. Ketika Goguryeo dan Baekje menyerang Silla pada tahun 655, Silla menggabungkan kekuatannya dengan Dinasti Tang Cina untuk memerangi para penyerang itu. Meskipun tidak jelas ketika Kim pertama kali menjadi jenderal, ia pasti memerintah pasukan Silla pada saat itu. Akhirnya, dengan bantuan angkatan laut Silla dan 13,000 pasukan Tang, Kim menyerang ibu kota Baekje, Sabi, pada tahun 660, di dalam salah satu perang yang paling terkenal pada zaman itu, Pertempuran Hwangsanbeol.

Para pembela Baekje dipimpin tak lain lagi yaitu oleh Jenderal Gyebaek, meskipun pasukan Baekje ada sebanyak 5,000 orang dan bukan tandingan dari para prajurit Kim, yang jumlahnya sekitar 10 kali lipat banyaknya. Baekje, yang telah mengalami problem politik internal, remuk. Pasukan Kim Silla dan persekutuannya dengan Tang sekarang berpindah ke Goguryeo dari 2 arah, dan pada tahun 661 mereka menyerang yang tampaknya dapat ditembus, kerajaan Goguryeo, tetapi dapat ditangkis. Serangan ini sepertinya melemahkan Goguryeo. Pada tahun 667 ofensif lain dilancarkan pada tahun 668, akhirnya dapat menghancurkan Goguryeo.

Silla masih harus menaklukkan berbagai kantong-kantong perlawanan, tetapi usaha mereka kemudian difokuskan untuk memastikan bahwa mereka adalah sekutu Tang tidak memperpanjang menyambut mereka di semenanjung Malaka. Setelah beberapa konflik yang sulit, Silla akhirnya mendesak pasukan Tang menyatukan semenanjung di bawah pemerintahan mereka.

Legenda

sunting

Ada banyak cerita mengenai Kim Yushin. Konon ia pernah diperintahkan untuk mengatasi pemberontakan, tetapi pasukannya menolak untuk berperang karena mereka melihat sebuah bintang besar yang jatuh dari langit dan menganggap ini adalah sebuah firasat yang buruk. Untuk memulihkan rasa kepercayaan diri pasukannya, Jenderal menggunakan layang-layang yang besar untuk menerbangkan bola api ke langit. Para pasukannya melihat bintang kembali ke langit, bereli dan mengalahkan pemberontakan tersebut. Hal ini juga menghubungkan bagaimana cerdiknya Jenderal Kim yang menggunakan layangan sebagai alat komunikasi di antara para pasukannya ketika mereka telah dipisahkan dari pulau-pulau dan tanah daratan. Kisah lain berhubungan dengan bagaimana, ketika Silla bersekutu dengan Tang melawan Baekje, sebuah argumen pecah di antara komandan Kim dan So Jung-Bang, seorang jenderal Tang. Karena argumen tersebut membesar menjadi sebuah potensial konfrontasi berdarah, konon pedang Kim melompat keluar dari sarungnya ke dalam tangannya. Karena pedang tersebut merupakan sebilah pedang pejuang yang dipercaya adalah sukmanya, kejadian ini sangat menakutkan jenderal Tang general yang membuatnya segera meminta maaf kepada para pejabat Silla.

Insiden seperti ini membuat Tang kagum pada Hwarang, dan yang berarti pada tahun-tahun berikutnya, ketika diminta oleh kaisar Tang untuk menyerang Silla, para jenderal Tang menolaknya, mengakui bahwa meskipun Silla merupakan kerajaan kecil, tetapi kerajaan itu tidak dapat dikalahkan.

Tahun Terakhirnya

sunting

Di sepanjang hidupnya Kim Yushin merasa bahwa Baekje, Goguryeo, dan Silla tidak seharusnya negara-negara yang terpisah akan tetapi bersatu. Ia dianggap sebagai kekuatan pendorong di dalam unifikasi Semenanjung Korea, dan yang paking terkenal di antara para jenderal di dalam perang penyatuan Tiga Kerajaan.

Kim Yushin diberikan penghargaan yang sangat hebat atas prestasi-prestasinya di dalam kampanye. Pada tahun 668, Raja Munmu menganugerahinya gelar perhargaan Taedaegakgan (태대각간, 太大角干), sesuatu seperti "Kepala-Sub yang Hebat." Ia kabarnya menerima sebuah desa yang terdiri lebih dari 500 keluarga, dan pada tahun 669 ia diberikan sekitar 142 peternakan kuda terpisah, yang tersebar di seluruh kerajaan. Ia meninggal 4 tahun kemudian, meninggalkan 10 orang anak.

Kim Yushin hidup sampai ia berusia 79 tahun dan dianggap sebagai salah satu dari jenderal yang paling terkenal dan master di dalam ilmu pedang Korea di dalam sejarah Korea. Ia merupakan fokus dari sejumlah kisah dan legenda, dan akrab dengan sebagian besar rakyat Korea dari usianya yang sangat dini. Diikuti dengan kematiannya pada tahun 673, Jenderal Kim dianugerahi gelar penghargaan Raja Heungmu, dan dimakamkan di kaki Gunung Songhwa, dekat Gyeongju di bagian tenggara Korea, di dalam sebuah makam yang megah layaknya seperti makam raja-raja.

Warisan

sunting
 
Makam Jenderal Kim Yushin di Gyeongju

Kim Yushin dikenang oleh rakyat sebagai seorang jenderal yang paling hebat di dalam sejarah Korea. Warisan terakhirnya adalah mempersatukan bangsa Korea. Salah satu dari kesepuluh anaknya, Won-Sul, menjadi seorang jenderal selama masa pemerintahan Raja Munmu, dan ia merupakan orang penting di dalam kemerdekaan penuh Silla dari Tang.

Sumber

sunting
  • McBride, Richard D., II. “Hidden Agendas in the Life Writings of Kim Yusin.” Acta Koreana 1 (August 1998): 101-142.

Lihat Pula

sunting

Pranala luar

sunting