Kiai Kanjeng adalah sebuah konsep nada pada alat musik “tradisional” gamelan yang diciptakan oleh Novi Budianto. Kalau dalam khasanah musik Jawa terutama pada gamelan, lazimnya sistem tangga nada yang dipakai adalah laras pentatonis yang terbagi ke dalam dua jenis nada yakni pelog dan slendro, maka gamelan yang digubah oleh Novi ini tidak berada pada jalur salah satunya, alias bukan pelog bukan slendro.

Sinau bareng Cak Nun dan Kiai Kanjeng Lamongan

Disebut demikian karena memang bila ditilik dari konsep tangga nadanya, ia berbeda dengan gamelan-gamelan pentatonis baik yang pelog maupun slendro. Meskipun bila ditinjau dari segi bahan dan bentuknya, gamelan Kiai Kanjeng tetaplah sama dengan gamelan Jawa pada umumnya. Perbedaan nada tersebut terletak pada jumlah bilahannya serta kenyataan bahwa gamelan Kiai Kanjeng juga merambah ke wilayah diatonis, meski tidak sepenuhnya. Tepatnya: sel-la-si-do-re-mi-fa-sol, dengan nada dasar G=do atau E Minor.[1][2]

Konsep nada Kiai Kanjeng adalah solmisasi yang belum sempurna: sel, la, si, do, re, mi, fa, sol. Penyempurnaan terus dilakukan dengan ninthing instrumen gamelan (saron, bonang dan sebagainya) yang baru, karena sesungguhnya yang diperlukan jauh melebihi yang sekarang ada. Pelarasan nada oleh Novi Budianto pada mulanya dipilih berdasarkan pengalamannya menata musik-puisi Emha Ainun Nadjib sejak berproses bersama di Teater Dinasti.[3]

Sistem Notasi

sunting

Ngeng atau metode kesepakatan bunyi yang lahir dari naluri musikal dan kepekaan akan pijakan nada, merupakan sistem notasi yang dipakai oleh musik KiaiKanjeng. Potensi sense of ngeng inilah yang menjadi faktor mendasar dalam berolah musik. Ngeng juga menjadi partitur abstrak dalam pe-notasi-an dan acuan penciptaan musik KiaiKanjeng.

Meskipun demikian, tidak menutup penggunaan sistem notasi yang lain, sebagaimana diambil oleh para pemain musik dari latar belakang, keberangkatan dan kemampuan musikal yang berbeda. Notasi balok dipakai pada instrument biola, flute, karena memang pemainnya berangkat dari latar belakang musik klasik dan lingkungan akademik.

Bagi yang kemampuan musikalnya biasa saja, maka penggunaan notasi angka menjadi pegangan yang mendasar, dan ini biasa dipakai oleh para pemain saron, demung, dan bonang.[4]

Pranala luar

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ "Cak Nun dan Kelompok Musik Religi Kiai Kanjeng, Populerkan Tombo Ati". Tempo. 10 Juli 2023 | 15.51 WIB. Diakses tanggal 2024-12-08. 
  2. ^ Mahadika, Alam; Misbahuddin, Angga (2023-12-31). "Islamic Music Art of Gamelan Kiai Kanjeng in the Plurality of Indonesia". Dialog (dalam bahasa Inggris). 46 (2): 185–202. doi:10.47655/dialog.v46i2.847. ISSN 2715-6230. 
  3. ^ wardibudaya. "Komunitas Kiai Kanjeng Pada Mulanya Adalah Konsep Nada – Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya". Diakses tanggal 2024-12-08. 
  4. ^ Betts, Ian L. (2006). Jalan Sunyi Emha. Penerbit Buku Kompas. ISBN 9797092550.