Ketoprak Mataram (bahasa Jawa: ꦑꦼꦛꦺꦴꦥꦿꦏ꧀ꦩꦠꦫꦩ꧀, translit. Kethoprak Mataram) adalah sejenis seni pentas drama tradisional yang menggunakan iringan gamelan Jawa yang berkembang di wilayah Jawa Tengah (Kota Semarang, Kota Surakarta, dan Kota Magelang), Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sebagian Jawa Timur. Ketoprak ini diyakini merupakan pengembangan dari Ketoprak Lesung, yang dianggap sebagai awal mula terbentuknya kesenian ketoprak.[1]

Adegan Ketoprak Mataram dengan latar belakang menggunakan tonil

Salah satu ciri khas dari seni pertunjukan ini adalah penggunaan keprak. Keprak dalam pertunjukan kethoprak adalah semacam kentongan dari kayu yang dipukul oleh sutradara/penata adegan dalam setiap pergantian adegan. Ritme cepat dan lambatnya suara keprak akan disesuaikan dengan adegan yang dimainkan, misal untuk adegan perang maka suara keprak akan dipukul lebih cepat dan keras.

Ciri khas lainnya adalah penggunaan tembang macapat atau nyanyian yang menyatu dengan kelangsungan adegan. Nyanyian tersebut biasanya dilakukan pada beberapa adegan, antara lain: bage-binage atau saling salam antara raja dan bawahannya, gandrung, adegan roman, tantang-tantangan atau saling menantang saat akan dimulainya perang, atau adegan pembacaan surat.

Pembagian Adegan

sunting

Dalam pertunjukan ketoprak biasanya terdapat beberapa jenis adegan, yakni;

  • Jejer/Pasewakan, biasanya sebagai adegan pembuka, menggambarkan pertemuan raja/pemimpin dengan para bawahannya. Penjelasan tentang permasalahan dalam cerita biasanya disampaikan di adegan ini.
  • Lawak/Humor (bahasa Jawa: Dagelan), merupakan adegan selingan, yang biasanya diperankan oleh abdi/pengasuh putra/putri raja yang bercengkrama di taman. Bisa juga dilakukan di suatu rumah di pedesaan.
  • Perang
  • Roman (bahasa Jawa: Gandrung), biasanya dilakukan pemeran utama putra dan putri, terdapat dua jenis, yakni adegan saling mencinta atau adegan pemaksaan.

Cerita

sunting

Cerita ketoprak mataram dapat bersumber dari apa saja, baik fiksi, maupun kisah sejarah, cerita panji, dongeng dan lainnya, yang bisa berasal dari dalam negeri ataupun luar negeri. Beberapa kisah terkenal antara lain;

Ketoprak Tobong

sunting

Ketoprak Tobong atau Ketoprak Tonil merupakan sebuah bentuk pertunjukan yang dipahami sebagai sebuah pertunjukan keliling,atau berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat dalam kurun waktu tertentu. Perpindahan tersebut bukan hanya dari sisi pemain, tapi juga dengan membawa seluruh perlengkapan pentas, semisal kostum, dekorasi panggung, kursi, gamelan, sound system, diesel, juga tobong, yaitu bangunan untuk pentas sekaligus menjadi tempat tempat tinggal para pemainnya.


Ketoprak Tobong memiliki ciri fungsional, praktis dan sosiologis yang kehadirannya merupakan bentuk laju praktik seni budaya kerakyatan di tengah masyarakat. Ketoprak Tobong memerankan praktikum kesenian tradisi, bersinergi dengan masyarakat, memerankan pososinya sebagai ruang pertemuan praktik seni dan budaya, regenarasi dan pertukaran pengetahuan di daerah yang di tempati.

Satu satunya ketoprak Tobong yang masih bertahan dan eksis adalah Ketoprak Tobong kelana Bakti Budaya, yang telah berkeliling sebanyak 49 kali selama 20 tahun terakhir.

[2]

Menurut sejarah, pada tahun 1924, grup ketoprak keliling muncul di Jogjakarta yaitu Langen Budi Wanodya. Dan sejak saat itulah bermunculan grup-grup ketoprak keliling di berbagai wilayah. Ketoprak keliling inilah yang kemudian menginspirasikan pembuatan tobong ketoprak.[3]

Hal lain yang menarik dari pementasan grup ini adalah penggunaan Tonil. Tonil adalah lukisan realis yang menjadi latar belakang pementasan ketoprak sesuai adegan. Lukisan pada tonil menumbuhkan ingatan orang akan candi, kraton, hutan dan sebagainya. Tonil berupa lukisan besar yang dapat digulung dan digelar dengan sistem roda (roll) dapat disusun urut-urutannya sesuai dengan pengadeganan yang direncanakan sutradara ketoprak.[4]

Tokoh Ketoprak Mataram

sunting

Tokoh Ketoprak Tobong

sunting

Referensi

sunting