Kenduri Tebo merupakan ritual atau upacara magis yang dilakukan untuk penghormatan serta permohonan kepada tebo agar terhindar dari mala petaka. Tebo dalam bahasa rejang artinya harimau yang ada digunung. Ritual ini berasal dari Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu. Ritual kenduri tebo menggunakan sesajen yang di letakkan dalam wadah yang terbuat dari rotan dan daun kelapa yang di anyam lalu dimasukan daun sirih matang dan daun sirih mentah, tiga butir telur, beras, kunit dupa, rokok kemenyan, dan minyak goreng. Sesajen di letakkan di perbatasan desa yang berupa semak-semak pinggir hutan.[1]

Kenduri tebo biasanya dipimpin oleh seorang pawang atau dukun yang akan melaksanakan ritual dengan membacakan mantra-mantranya. Dalam bahasa rejang disebutkan bahwa pawang atau dukun sama artinya dengan seorang "tu jang". "Tun jang" atau pawang melaksanakan tugasnya agar tebo atau harimau di wilayah itu tidak turun ke perkamoungan warga yang bisa menyebabkan malapetaka bagi warga desa. Tebo atau harimau diyakini sebagai wujud leluhur mereka yang ada digunung. Masyarakat percaya jika tebo terlihat disekitar kampung atau desa, itu berarti pertanda bahwa akan ada sesuatu yang akan menimpa masyarakat sekitar, maka untuk itu salah satu warga yang melihat tebo tersebut memberitahunkannya kepada kepala kampung agar masyarakat sekitar waspada dan selalu menjaga keseimbangan alam. "Tu jang" atau pawang meyakini gangguan-gangguan penyakit selama ini disebabkan oleh kemarahan leluhur karena keseimbangan alamnya terganggu. Kenduri tebo bertujuan untuk berdamai kembali kepada leluhur sehingga desa itu terhindar dari musibah penyakit pada manusia, hewan, dan tubuhan.[1]

Kenduri tebo sebenarnya merupakan salah satu bentuk kepercayaan animisme yang dipertahankan masyarakat suku rejang yang ada di Kabupaten Lebing Provinsi bengkulu. Ritual tersebut meruapakan sebagai bentuk ke arifan lokal suku rejang dalam menjaga serta memelihara lingkungannya. kearifan yang sama juga dilakukan untuk menjaga moral, dan akhlak masyarakatnya melalui peradilan adat yang bertujuan untuk menertibkan hak adar diwilayah Kecamatan Tapos Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu.[1]


Referensi

sunting
  1. ^ a b c Hasanadi, d.k.k (2013). Warisan Budaya Tak Benda di Propinsi Bengkulu. Padang: Balai Pelesatarian Nilai Budaya Padang. hlm. 242–243. ISBN 978-602-8742-66-5.