Kalasasaya
Kalasasaya adalah sebuah situs arkeologis di Bolivia yang berasal dari era Prakolombus. Penelitian arkeologi di situs ini bahkan mengungkapkan bahwa hunian situs telah dimulai sejak sebelum Masehi, jauh lebih tua daripada Peradaban Inka. Meskipun demikian, aspek kronologi situs ini masih belum dapat secara utuh dipahami oleh para arkeolog karena artefak yang masih sedikit dari segi kuantitas .[1] Situs ini adalah sebagian kecil dari total reruntuhan kota kuno Tiwanaku yang tersebar di sisi selatan Danau Titicaca. Sekarang, keberadaan situs ini menjadi daya tarik tersendiri bagi pariwisata Bolivia. Akses menuju situs Kalasasaya dan situs lainnya di Tiwanaku seperti Situs Pumapunku dapat dicapai dengan jalur darat melalui Kota La Paz yang berlokasi di sebelah timur dari situs ini dan berjarak sekitar 70 kilometer (km).
Kalasasaya dan reruntuhan kuno lain nya di Tiwanaku memiliki keunikan dibandingkan dengan situs serupa hasil kebudayaan Andes yang tersebar di Peru, Bolivia,, dan negara-negara lain di Amerika Selatan. Reruntuhan yang berada di Tiwanaku didominasi oleh struktur platform berukuran monumental yang dibuat berteras ataupun tenggelam (bahasa Inggris: sunken structure) dengan cara memanfaatkan kontur dan geografis setempat. Berbeda dengan Situs Cusco di Peru, Situs Tiwaniku tidak memiliki sebuah titik pusat yang biasa nya ditandai dengan keberadaan sebuah plaza yang menonjol.[1] Situs Tiwanaku justru sangat kontras dengan sebaran struktur platform dan piramida yang saling mengelompok, sehingga memberi kesan situs-situs ini, termasuk Kalasasaya, bersifat independen satu sama lain nya.Situs Kalasasaya mengelompok dengan Piramida Akapana, Situs Putuni, dan Situs Kerikhala. Piramida Akapana berada di sebelah selatan Situs Kalasasaya, sedangkan Situs Putuni dan Situs Kerihala berturut-turut sejajar dengan Situs Kalasasaya ke arah barat.
Kalasasaya merupakan sebuah struktur menyerupai panggung yang dikenal dengan istilah platform. Platform ini berbentuk persegi panjang dengan panjang (utara-selatan) 128, 66 meter (m), lebar (barat-timur) 119,06 m, dan tinggi sekitar 4,2 m.[2] Di bagian pusat nya terdapat sebuah plaza atau halaman kecil yang tenggelam (bahasa Inggris:sunken court). Gerbang utama menuju sunken court berada di sisi timur. Sedangkan, sisi barat struktur ini berupa dinding tebal yang membelakangi gerbang masuk Situs Putuni. Dinding bagian barat diberi nama balcona atau chuchukala merupakan area yang paling diminati oleh para turis pada saat ini.
Pada abad ke-17 Masehi, seorang pastur bernama Bernabé Cobo pergi ke Tiwanaku. Catatan yang ia buat memuat informasi detail mengenai arsitektur Situs Kalasasaya pada saat itu:
"These stones show that a long period of time certainly mus has transpired. The rains have sufficed to wear them away to great extent. Where the line of the wall I spoke of runs, one sees many of these large standing stones set in the earth that served at buttresses. And though all of them were of the size that I have stated and cut with four corners, some of them are so worn down that they are no more than one estado high, and some are even smaller. The Part of them which has remained above the ground hardly shows any signs of having been worked. They look rough and pointed. Moreover, it is evident that the rains have disfigured towards the base, the original workmanship that they can be observed. And this cannot have happed in a short time. Certainly these stones have endured for many centuries because the rains could not have damaged them so much in any other way", dalam Vrancih (1999) hlm 45-46.
Fungsi Situs
suntingMenurut Posnansky, Kalasasaya berfungsi sebagai kuil matahari. Jika berdiri di depan Monolit Ponce yang terletak di titik pusat Kalasasaya dan menghadap ke timur, maka cahaya titik balik matahari (bahasa Inggris: solstice) pertama akan bersinar melewati pintu gerbang di sisi timur platform. Meskipun demikian, ada pula hipotesis yang menjelaskan bahwa Kalasasaya adalah bekas sebuah istana kerajaan yang telah hancur.[3] Hipotesis tersebut mengimplikasikan bahwa sebelum situs Kalasasaya dan Situs Putuni dibangun menjadi seperti yang sekarang dapat kita lihat terdapat sebuah istana di tempat yang sama. Hal ini mengindikasikan bahwa pembangunan di Kota Kuno Tiwaniku berlangsung dengan dinamis.[1]
Referensi
sunting- ^ a b c Evans, Susan Toby (2004). Palaces of the Ancient New World. USA: Dumbarton Oaks.
- ^ Vranich, Alexei N (1999). Interpreting the Meaning of Ritual Spaces: The Temple Complex of Pumapunku, Tiwanaku, Bolivia (Disertasi). ProQuest Dissertations Publishing: University of Pennsylvania.
- ^ Janusek, John Wayne (2004). Identity and Power in The Ancient Andes: Tiwanaku Cities Through Time. New York: Routledge.