Jaranan Turonggo Yakso

Jaranan Turonggo Yakso adalah kesenian Kuda Lumping yang berasal dari Trenggalek, Jawa Timur. Jaranan Turonggo Yakso memiliki kemiripan bentuk dengan Jaranan Buto di Banyuwangi.

Pementasan Turonggo Yakso

Sejarah

sunting

Bermula jatuhnya Ponorogo dibawah Kesultanan Demak dan Majapahit yang dipimpin oleh Raden Batoro Katong, Sebagian pasukan pengikut Ki Ageng Surya Alam memilih untuk mengungsi ke arah wengker wetan atau Trenggalek karena akan di invasi oleh pasukan Demak dalam 40 hari kedepan yang bertepatan dengan gerhana bulan. Di Trenggalek di pimpin oleh warok Manggolo Suro Yudho yang masih bawahan Ki Ageng Surya Alam segera membuat taktik perang dengan membuat wayang berbentuk hewan berkepala raksasa buto berjumlah banyak.

hingga tibalah 40 Hari, pasukan Kesultanan Demak mulai berjalan menuju arah Trenggalek, namun sudah di intai dari pegunungan oleh pasukan Manggolo Suro Yudho. Pasukan Kesultanan Demak berhenti dan membuat kamp di kaki lereng karena masih percaya akan hal kejawen bahwa buto akan memakan bulan, karena sebelumnya di beritahu oleh pasukan Manggolo Suro Yudho yang menyamar menjadi pedagang bahwa pasukan buto akan turun memihak Trenggalek sehingga membuat banyak pasukan kesultanan Demak yang ketakutan.

 
Bentuk kuda menyerupai Buto

Tibalah Malam, ketika gerhana bulan pasukan Manggolo Suro Yudho dengan menunggangi wayang hewan berkepala raksasa buto menyerang kamp kesultanan Demak, pasukan Demak menjadi kaku tidak bergerak karena ketakutan, sehingga membuat pasukan Kesultanan Demak tumbang.

kemudian wayang berbentuk hewan berkepala raksasa buto digunakan sebagai kesenian seperti halnya kesenian kuda lumping untuk ritual tolak bala di wilayah wengker wetan atau saat ini Trenggalek, maka dari itu dinamakan Jaranan Turonggo Yakso yang berarti kesenian kuda lumpung berbentuk raksasa Buta sebagai identitas dari jaranan Turonggo Yakso yang berbeda dengan lainnya.[1]

Kemudian Pada tahun 1974 hingga 1979 dibuatlah proyek kesenian turunggo yakso dari upacara tolak bala menjadi sebuah tarian hingga dibuatlah Festival Jaranan Turonggo Yakso[2]

Jaranan Turonggo Yakso dalam pagelarannya terkadang terdapat kerasukan kemudian disadarkan oleh seorong bomoh yang menggunakan penadonan, pakaian adat Ponorogo.

Peralatan Kesenian

sunting

Peralatan pada kesenian Jaranan Turonggo Yakso tidak jauh berbdeda dengan kesenian kuda lumping lainnya, yang membedakan hanyalah biasanya menggunakan anayaman berbentuk kuda, hanya saja pada turonggo yakso berbentuk buto.

Kemudian ditambahkan beberapa Barongan Jaranan / Reog Thek, Babi Hutan, Warok yang diiringi musik seperti kendang, selompret reog, kenong, gong yang menghasilkan musik mistis seperti saat gerhana bulan.

Penyebaran

sunting

Kesenian Jaranan Turonggo Yakso menyebar ke seluruh kabupaten Trenggalek, sangat jarang kota sebelah Trenggalek terdapat kesenian ini. Uniknya Jaranan Turonggo Yakso dapat ditemukan di Banyuwangi dengan nama Jaranan Buto yang dibawa oleh penduduk Trenggalek ke Banyuwangi pada tahun 1930.[1]

Festival Jaranan

sunting

Di Trenggalek telah terselenggara Festival Jaranan setiap tahunnya sejak tahun 1995, peserta menampilkan tarian jaranan turongo yakso dan jaranan non turonggo yakso.[1]

  1. ^ a b trenggalek, Tim Peneliti (2013). Turonggo Yakso, Berjuang untuk sebuah eksistensi. trenggalek. 
  2. ^ "festival jaranan turonggo yakso". [pranala nonaktif permanen]