Berlian buatan

berlian yang dihasilkan dalam proses artifisial, sehingga berbeda dengan berlian alami, yang mana terbentuk dengan sendirinya melalui proses geologis
(Dialihkan dari Intan sintetik)

Berlian buatan atau berlian hasil laboratorium (BHL), juga disebut dengan berlian hasil lab,[1] berlian ciptaan laboratorium, berlian tiruan, berlian imitasi, berlian artifisial, berlian sintesis, atau berlian budidaya, adalah berlian yang dihasilkan dalam proses teknologi yang terkendali (berbeda dengan berlian yang tumbuh alami, melalui proses geologis dan diperoleh dengan penambangan). Tak seperti berlian simulan (tiruan mineral yang terbuat dari bahan-bahan non-karbon), berlian buatan terdiri dari bahan yang sama seperti berlian alami yang murni karbon, dikristalkan dalam bentuk 3D isotropik, sehingga sama-sama mempunyai sifat kimia dan fisik yang identik. Hingga 2023, berlian buatan terberat yang pernah dibuat berberat 30.18 kt (6.0 g),[2] dan berlian alami terberat yang pernah ditemui berberat 3167 kt (633.4 g).

Berlian hasil laboratorium dengan berbagai warna yang tumbuh melalui proses tekanan dan suhu tinggi

Beberapa klaim tentang berlian buatan dilaporkan pada 1879 hingga 1928; banyak di antaranya telah dianalisis dengan cermat tapi tak satu pun yang terkonfirmasi. Pada sekitaran 1940, penelitian sistematis tentang penciptaan berlian dimulai di Amerika Serikat, Swedia dan Uni soviet, yang berpuncak pada berlian buatan pertama yang dapat direproduksi pada 1953. Kegiatan penelitian lanjutan menghasilkan penemuan tekanan-tinggi suhu-tinggi (TTST) dan berlian PUK, dinamai menurut cara dihasilkannya (tekanan-tinggi suhu-tinggi dan pengendapan uap kimia masing-masing). Kedua prosess ini masih mendominasi penghasilan berlian buatan. Cara ketiga di mana butiran berlian berukuran nanometer diciptakan dalam pelepasan peledak berkarbon, dikenal dengan detonasi buatan, mulai dikenal di pasaran pada akhir 1990-an. Cara keempat, pengolahan grafit dengan ultrasuara berkekuatan tinggi, telah ditunjukkan di laboratorium, tetapi pada 2008 cara ini belum mempunyai penerapan komersial.

Berlian-berlian buatan, yang mempunyai warna berbeda-beda karena kandungan pengotor nitrogen. Berlian kuning diperoleh dengan kandungan nitrogen yang lebih tinggi dalam kisi karbon, dan berlian bening hanya berasal dari karbon murni.

Sifat dari berlian tergantung pada proses manufakturnya. Ada yang mempunyai sifat berupa kekerasan, keterhantaran panas, dan mobilitas elektron. Berlian buatan banyak digunakan dalam bahan abrasif, alat pemotong dan pemoles, dan penyerap panas. Penerapan elektronik dari berlian buatan sedang dikembangkan, termasuk saklar berdaya tinggi di pembangkit listrik, transistor efek medan berfrekuensi tinggi, dan dioda pemancar cahaya. Detektor berlian sintetis untuk sinar ultraungu (UU) atau partikel berenergi tinggi digunakan di fasilitas penelitian berenergi tinggi dan tersedia secara komersial. Karena sifatnya yang unik berupa stabilitas termal dan kimia, pemuaian panas yang rendah dan transparansi optik tinggi dalam rentang spektral yang luas, berlian buatan menjadi bahan terpopuler untuk jendela optik dengan laser karbondioksida dan girotron berdaya tinggi. Diperkirakan bahwa 98% permintaan berlian kelas industri dipasok dengan berlian sintetis.[3]

Baik berlian PUK maupun TTST dapat dipotong menjadi permata dengan berbagai warna dapat dihasilkan: putih bening, kuning, coklat, biru, hijau dan jingga. Munculnya permata buatan di pasaran menimbulkan kekhawatiran besar dalam bisnis perdagangan berlian dalam bisnis perdagangan berlian, sehingga perangkat dan teknik spektroskopi telah dikembangkan untuk membedakan berlian buatan dan alami.

Sejarah

sunting
 
Moissan mencoba menghasilkan berlian buatan dengan tanur busur listrik

Pada tahap awal dikembangkannya berlian buatan, tokoh pendiri kimia modern, Antoine Lavoisier, memainkan peran penting. Penemuannnya yang inovatif bahwa kisi kristal berlian mirip dengan struktur kristal karbon membuka jalan bagi upaya awal untuk menghasilkan berlian. [4] Setelah diketahui bahwa berlian adalah karbon murni pada 1797,[5][6] banyak upaya dilakukan untuk mengubah berbagai bentuk karbon yang murah menjadi berlian.[7][a] Keberhasilan terawal tentang pembuatan berlian dilaporkan oleh James Ballantyne Hannay pada 1879[12] dan Ferdinand Frédéric Henri Moissan pada 1893. Metode mereka melibatkan pemanasan arang hingga 3.500 °C (6.330 °F) dengan besi di dalam wadah karbon dalam tungku. Sementara Hannay menggunakan tabung pemanas api, Moissan menggunakan tanur busur listrik yang baru dikembangkannya, di mana busur listrik dipukul di antara batang karbon di dalam balok kapur.[13] Besi yang cair lalu didinginkan dengan cepat dengan direndamkan dalam air. Penciutan yang dihasilkan setelahnya seharusnya menghasilkan tekanan tinggi yang dibutuhkan untuk mengubah grafit menjadi intan. Dari percobaan itu, Moissan menerbitkan kajiannya dalam serangkaian artikel pada 1890-an.[7][14]

Banyak ilmuwan lain mencoba meniru percobaannya. Sir William Crookes mengklaim berhasil melakukannya pada 1909.[15] Otto Ruff pada 1917 dan mengklaim berhasil menghasilkan berlian yang berdiameter hingga 7 mm (0,28 in),[16] walau dia menarik kembali pernyataannya.[17] Pada 1926, Dr. J. Willard Hershey dari McPherson College meniru percobaan Moissan dan Ruff,[18][19] yang menghasilkan berlian buatan.[20] Walau Moissan, Ruff, dan Hershey, mengklaim demikian, peneliti lain pada waktu itu tak dapat mereproduksi percobaan mereka.[21][22]

Upaya tiruan percobaan itu yang paling definitif dilakukan oleh Sir Charles Algernon Parsons. Seorang ilmuwan dan rekayasawan yang dikenal karena penemuannya berupa turbin uap, yang menghabiskan sekitar 40 tahun (1882–1922) dan sebagian besar kekayaannya untuk mencoba mereproduksi percobaan yang dilakukan Moissan dan Hannay, tetapi juga dengan caranya tersendiri .[23] Parsons dikenal karena pendekatannya yang sangat tepat dan pencatatannya yang tertata; semua sampel yang dihasilkannya diawetkan untuk analisis lebih lanjut oleh suatu pihak independen.[24] Dia menulis sejumlah artikel—beberapa di antaranya yang paling awal tentang berlian TTST—di mana dia mengklaim telah menghasilkan berlian-berlian kecil.[25] Namun, pada 1928, dia mewenangi Dr. C. H. Desch untuk menerbitkan sebuah artikal[26] dia menyatakan keyakinannnya bahwa tiada berlian buatan sungguhan (termasuk punyanya Moissan and lainnya) yang telah dihasilkan pada saat itu sebelum Parsons sendiri yang benar-benar berhasil menciptakan berlian buatan. Dia juga menyatakan bahwa sebagian besar berlian-berlian buatan sebelumnya kemungkinan besar adalah spinel buatan.[21]

Proyek Berlian General Electric

sunting

Pada tahun 1941, sebuah persetujuan dibuat antara General Electric (GE), Norton, dan perusahan Carborundum untuk mengembangkan berlian sintetis lebih jauh lagi. Mereka mampu memanaskan karbon hingga 3000 oC di bawah tekanan 3,5 gigapascal selama beberapa detik. Segera ketika itu, Perang Dunia II memengaruhi proyek tersebut. Proyek ini dimulai kembali pada tahun 1951 di Laboratorium Schenectady milik GE, dan kelompok perusahaan berlian bertekanan tinggi dibentuk oleh F. P. Bundy dan H. M. Strong. Tracy Hall dan yang lainnya ikut dalam kelompok ini segera setelah itu.

Kelompok Schenectady mengembangkan landasan tempa yang dirancang oleh Percy Bridgman, yang menerima Hadiah Nobel karena hasil karyanya pada tahun 1946. Bundy dan Strong melakukan peningkatan pertama, lalu dilakukan lebih banyak lagi oleh Hall. Kelompok GE menggunakan landasan tempa tungsten karbida dalam tekanan hidraulik untuk menekan sample yang mengandung karbon dalam kontainer catlinite, kerikil yang telah melalui proses dikeluarkan dari kontainer menuju suatu wadah. Tim merekam sintesis berlian dalam satu percobaan, tetapi eksperimen tidak dapat diulang karena kondisi sintesis yang tidak pasti.

 
Sabuk tekan

Hall mencapai kesuksesan komersial yang pertama dalam mensintesis berlian pada 16 Desember 1954, dan diumumkan pada bulan Februari 1955. Terobosannya memanfaatkan sabuk tekan, yang mempu menghasilkan tekanan hingga 10 GPa dan temperatur di bawah 2000 oC. Sabuk tekan menggunakan kontainer pyrophyllite di mana grafit dilarutkan dalam campuran nikel, kobalt, dan besi cair. Logam-logam tersebut berperan sebagai katalis larutan, yang melarutkan karbon serta mempercepat konversi menjadi berlian. Berlian terbesar yang diproduksi berukuran 0,15 mm, terlalu kecil dan secara visual tidak sempurna bagi penjual berlian, tetapi berguna sebagai abrasif di industri. Rekan kerja Hall dapat mereplikasi pekerjaannya, dan penemuannya dipublikasikan pada jurnal Nature. Ia orang pertama yang mampu menumbuhkan berlian sintetis dan dapat diulang, diverifikasi, dan dengan proses yang didokumentasi dengan baik. Ia meninggalkan GE pada tahun 1955, dan tiga tahun kemudian mendirikan bagian baru dalam sintesis berlian, tekanan tetrahedral dengan empat landasan tempa, untuk menghindari pelanggaran pada paten miliknya yang lalu, yang masih dimiliki GE. Hall menerima penghargaan dari American Chemical Society atas penemuan kreatifnya dalam mensintesis berlian.

Sebuah usaha sintesis berlian dilakukan pada 16 Februari 1953 di Stockholm oleh ASEA (Allmänna Svenska Elektriska Aktiebolaget), sebuah perusahaan manufaktur barang elektronik. Dimulai pada tahun 1949, ASEA mempekerjakan sebuah tim yang terdiri dari lima ilmuwan dan insinyur sebagai bagian dari proyek pembuatan berlian rahasia yang dinamai QUINTUS. Tim menggunakan bulky split-sphere apparatus yang didesain oleh Baltzar von Platen dan Anders Kämpe. Tekanan dipertahankan dalam alat yang diperkirakan sebesar 8,4 GPa selama satu jam. Sejumlah kecil berlian diproduksi, tetapi bukan yang berukuran batu perhiasan. Hasil pekerjaannya tidak dilaporkan hingga tahun 1980an. Selama tahun 1980an, kompetitor baru bermunculan di Korea, dengan nama perusahaan Iljin Diamond, dan lalu diikuti ratusan perusahaan asal China. Iljin Diamond dapat mensintesis berlian dengan menyelewengkan rahasia perdagangan dari GE melalui mantan pegawai GE asal Korea.

Kristal berlian sekelas batu perhiasan pertama kali diproduksi pada tahun 1970 oleh GE, yang dilaporkan pada tahun 1971. Kesuksesan pertama tersebut akibat penggunaan tuba pyrophyllite yang ditanamnkan pada setiap ujungnya dengan lapisan tipis berlian. Material grafit ditempatkan di tengah dan logam terlarut (nikel) di antara grafit dan benih berlian. Kontainer dipanaskan dan tekanan meningkat hingga 5,5 GPa. Kristal tumbuh seperti mengalir dari tengah hingga ujung tuba. Meningkatkan lamanya proses akan menghasilkan kristal yang berukuran lebih besar. Pada awalnya, proses penumbuhan yang memakan waktu selama satu minggu menghasilkan berlian berukuran 5 mm (1 karat, 0,2 gram), dan kondisi proses harus stabil.

Berlian yang diproduksi ketika itu selalu berwarna kuning hingga coklat akibat kontaminasi nitrogen. Inklusi atau penambahan mineral umum dilakukan. Memindahkan seluruh nitrogen dari proses dengan menambahkan alumunium atau titanium menghasilkan berlian tak berwarna, dan pemindahan nitrogen disertai penambahan boron akan menghasilkan berlian berwarna biru. Memindahkan nitrogen dari proses juga memperlambat proses dan mengurangi kualitas kristalin, sehingga proses umumnya dilakukan dengan kehadiran nitrogen dalam proses.

Meski berlian GE dan berlian alami secara kimiawi identik, sifat fisik antara keduanya tidaklah sama. Berlian tak berwarna menghasilkan efek fluoresensi dan fosforesensi yang kuat di bawah sinar ultra violet dengan panjang gelombang pendek, tetapi menjadi inert ketika diberi sinar UV dengan panjang gelombang yang panjang. Di antara berlian alami, hanya berlian berwarna biru yang langka yang menghasilkan efek seperti ini. Tidak seperti berlian alami, berlian GE menunjukkan fluoresensi kuning yang kuat di bawah sinar X. De Beers Diamond Research Laboratory telah menumbuhkan berlian hingga 25 karat (5 gram) untuk tujuan penelitian. Kondisi HPHT yang stabil dijaga selama enam minggu untuk menghasilkan berlian berkualitas tinggi, tetapi jika untuk tujuan komersial, penumbuhan biasanya dihentikan ketika berlian mencapai berat 1 karat (0,2 gram) hingga 1,5 karat (0,3 gram).

Pada tahun 1950an, penelitian dimulai di Uni Soviet dan Amerika Serikat dalam penumbuhan berlian dengan pirolisis gas hidrokarbon pada temperatur yang relatif rendah, yaitu 800 oC. Metode ini dinamakan deposisi uap kimia (chemical vapor deposition, CVD). Deryagin dan Fedoseev secara sukses membuat lapisan berlian dari material non berlian (silikon dan logam), yang memicu penelitian besar-besaran dalam penelitian pembuatan berlian yang murah.

Teknologi pembuatan

sunting

Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk memproduksi berlian sintetis. Metode pertama menggunakan tekanan dan temperatur tinggi (HPHT) dan masih dipergunakan secara luas karena rendah biaya produksinya. Proses ini melibatkan tekanan yang cukup besar hingga mencapai tekanan 5 GPa pada temperatur 1500 oC. Metode kedua menggunakan deposisi uap kimia (CVD), menciptakan plasma karbon di atas substrat di mana karbon akan dijadikan berlian. Metode lainnya yaitu metode peledakkan dan penggunaan gelombang suara ultrasonik.

Biasanya, ketiadaan cacat kristal adalah penilaian kualitas yang paling penting dalam suatu batu perhiasan. Kemurnian dan kesempurnaan struktur kristal menjadikan berlian bening dan jernih, di mana kekerasan, dispersi optis, dan kestabilan kimia menjadikannya batu perhiasan yang sangat populer. Konduktivitas termal yang tinggi juga penting untuk aplikasi teknis, sedangkan sifat lainnya bervariasi bergantung bagaimana berlian itu terbentuk.

Kristalinitas

sunting

Berlian dapat berupa kristal tunggal atau kristal-kristal yang bergabung secara kontinu (polikristal). Kristal tunggal yang bening, jernih, dan berukuran besar umumnya dijadikan batu perhiasan. Berlian polikristalin terdiri dari sejumlah butiran kecil kristal, yang dapat dilihat dengan mudah oleh mata biasa melalui kuatnya penyerapan dan penyebaran cahaya. Berlian seperti ini tidak bisa dijadikan sebagai batu perhiasan dan hanya cocok untuk aplikasi industri dan pertambangan serta sebagai alat pemotong.

Kekerasan

sunting

Berlian adalah material terkeras, di mana kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan terhadap gesekan dan diperingkatkan dalam nilai 1 hingga 10 (terkeras) menggunakan skala Mohs. Berlian memiliki kekerasan 10 dalam skala ini. Kekerasan berlian sintetis bergantung pada kemurnian dan kesempurnaan struktur kristal. Berlian nanokristalin yang diproduksi melalui CVD dapat memiliki tingkat kekerasan antara 30 hingga 75 persen dari berlian sesungguhnya, dan tingkat kekerasan dapat diatur dengan aplikasi spesifik. Beberapa berlian sintetis kristal tunggal dan berlian nanokristalin HPHT dapat memiliki tingkat kekerasan melebihi berlian alami yaitu 11.

Ketidakmurnian dan penambahan

sunting

Setiap berlian mengandung atom-atom selain karbon dalam konsentrasi yang mampu dideteksi oleh berbagai teknik analitik. Atom-atom tersebut dapat berkumpul menjadi fase-fase makroskopik yang disebut inclusion. Ketidakmurnian umumnya hal yang dihindari, tetapi berlian dapat dibuat tidak murni secara sengaja untuk mendapatkan sifat tertentu dari berlian. Misalnya, berlian murni adalah insulator listrik, namun berlian dengan tambahan boron merupakan konduktor listrik (dan dapat menjadi superkonduktor), menjadikannya dapat digunakan dalam aplikasi elektronik. Keberadaan nitrogen dapat mencegah dislokasi, menjadikan berlian memiliki kekerasan dan ketangguhan yang meningkat.

Konduktivitas termal

sunting

Tidak seperti kebanyakan insulator listrik, berlian murni adalah konduktor panas yang baik karena ikatan kovalen yang kuat di dalam kristalnya. Konduktivitas termal berlian alami adalah yang tertinggi di antara material solid yang pernah diketahui. Kristal tunggal berlian sintetis dengan kemurnian 99,9% memiliki konduktivitas termal sebesar 30 W/cm K pada temperatur ruangan, lima kali lebih tinggi dibandingkan tembaga yang merupakan logam penghantar panas yang baik. Konduktivitas termal berlian akan berkurang sebanyak 1,1% dengan kehadiran atom karbon-13.

Konduktivitas termal berlian dimanfaatkan oleh para penjual batu perhiasan dan ahli batu perhiasan untuk membedakan berlian asli dengan imitasi. Mereka menggunakan alat yang terdiri dari dua termistor bertenaga baterai. Termistor yang satu memanaskan, sedangkan yang lainnya mengukur temperatur.

Aplikasi

sunting

Mesin dan alat pemotong

sunting

Sebagian besar aplikasi industri dari berlian sintetis berkaitan dengan kekerasannya; sifat ini sangat cocok sebagai material pembuat alat pemotong. Sebagai material terkeras, berlian dapat digunakan untuk menghaluskan, memotong, dan lain sebagainya. Berlian sintetis dapat dijadikan bahan untuk membuat ujung mata pisau pemotong, gergaji logam, hingga abrasif. Umumnya, berlian HPHT lebih disenangi karena memiliki sifat mekanis yang lebih baik dari berlian alami. Namun berlian tidak dapat digunakan pada mesin pemotong berkecepatan tinggi untuk memotong logam dari besi karena karbon larut dalam besi cair pada temperatur tinggi yang tercipta oleh kinerja mesin pemotong berkecepatan tinggi.

Konduktor panas

sunting

Di mana kebanyakan material yang memiliki konduktivitas termal yang tinggi juga memiliki konduktivitas elektrik yang tinggi, berlian sintetik maupun murni memiliki konduktivitas termal yang tinggi namun memiliki konduktivitas listrik yang dapat diabaikan. Dua sifat ini bermanfaat untuk elektronik di mana berlian digunakan sebagai peredam panas untuk laser semikonduktor berkekuatan tinggi dan transistor berkekuatan tinggi. Disipasi panas yang efisien memperpanjang usia peralatan elektronik tersebut, dan harga yang mahal setara dengan manfaat yang didapatkannya. Dalam teknologi semikonduktor, penyebar panas yang terbuat dari berlian sintetis mencegah silikon dan material semikonduktor lainnya dari kelebihan panas.

Material optik

sunting

Berlian sangatlah keras, secara kimiawi inert, dan memiliki konduktivitas termal yang tinggi serta rendah koefisien termal pemuaiannya. Sifat ini menjadikan berlian sangat baik untuk dijadikan bahan pembuat material optik untuk mentransmisikan inframerah dan radiasi gelombang mikro. Setelah diketahui sifat berlian tersebut, berlian sintetis mulai menggantikan seng selenida sebagai material optik dalam [[laser CO2]] dan gyrotron. Berlian sintetis tersebut dibentuk cakram berdiameter besar (sekitar 10 cm untuk gyrotron) dengan ketebalan yang sangat tipis (untuk mengurangi penyerapan cahaya dan energi) dan hanya dapat diproduksi dengan teknik CVD.

Penemuan terbaru dari teknik sintesis HPHT dan CVD meningkatkan kemurnian dan kesempurnaan struktur kristalografik dari berlian kristalin tunggal yang cukup untuk menggantikan silikon sebagai material optik pada sumber radiasi berenergi tinggi seperti synchrotron.

Pranala luar

sunting
  1. ^ Fisher, Alice (October 1, 2022). "Lab-grown diamonds: girl's best friend or cut-price sparklers?". The Guardian. Diarsipkan dari versi asli tanggal October 1, 2022. Diakses tanggal October 1, 2022. 
  2. ^ Suman Tagadiya (February 4, 2023). "Introducing the Largest Lab Grown Diamond in the World: Pride of India". Diamondrensu. Diakses tanggal June 11, 2024. 
  3. ^ Zimnisky, Paul (January 22, 2013). "The state of 2013 global rough diamond supply". Resource Investor. Diarsipkan dari versi asli tanggal January 28, 2013. Diakses tanggal February 4, 2013. 
  4. ^ "Lab Grown Diamonds: A Miracle of Modern Technology". klenota.com (dalam bahasa Inggris). April 13, 2023. Diakses tanggal April 13, 2023. 
  5. ^ Tennant, Smithson (1797). "On the nature of the diamond". Philosophical Transactions of the Royal Society of London. 87: 123–127. doi:10.1098/rstl.1797.0005 . Diarsipkan dari versi asli tanggal April 25, 2016. Diakses tanggal February 23, 2016. 
  6. ^ Spear and Dismukes, p. 309
  7. ^ a b Spear and Dismukes, pp. 23, 512–513
  8. ^ [Minutes of the meetings of the [French] Academy of Sciences], November 3, 1828, volume 9,page 137: Diarsipkan September 11, 2017, di Wayback Machine.
  9. ^ Artificial production of real diamonds Diarsipkan June 29, 2014, di Wayback Machine.
  10. ^ [Minutes of the meetings of the [French] Academy of Sciences], November 10, 1828, volume 9, page 140: Diarsipkan September 11, 2017, di Wayback Machine.
  11. ^ [Minutes of the meetings of the [French] Academy of Sciences], December 1, 1828, volume 9, page 151: Diarsipkan September 11, 2017, di Wayback Machine.
  12. ^ Hannay, J. B. (1879). "On the Artificial Formation of the Diamond". Proc. R. Soc. Lond. 30 (200–205): 450–461. doi:10.1098/rspl.1879.0144. JSTOR 113601. 
  13. ^ Royère, C. (1999). "The electric furnace of Henri Moissan at one hundred years: connection with the electric furnace, the solar furnace, the plasma furnace?". Annales Pharmaceutiques Françaises. 57 (2): 116–30. PMID 10365467. 
  14. ^ Moissan, Henri (1894). "Nouvelles expériences sur la reproduction du diamant". Comptes Rendus. 118: 320–326. Diarsipkan dari versi asli tanggal September 11, 2017. Diakses tanggal March 10, 2014. 
  15. ^ Crookes, William (1909). Diamonds. London and New York's Harper Brothers. hlm. 140 ff. Diarsipkan dari versi asli tanggal November 5, 2012. Diakses tanggal August 18, 2011. 
  16. ^ Ruff, O. (1917). "Über die Bildung von Diamanten". Zeitschrift für Anorganische und Allgemeine Chemie. 99 (1): 73–104. doi:10.1002/zaac.19170990109. Diarsipkan dari versi asli tanggal October 25, 2020. Diakses tanggal June 29, 2019. 
  17. ^ Nassau, K. (1980). Gems made by Man. Chilton Book Co. hlm. 12–25. ISBN 978-0-8019-6773-3. 
  18. ^ Hershey, J. Willard (2004). The Book of Diamonds: Their Curious Lore, Properties, Tests and Synthetic Manufacture. Kessinger Publishing. hlm. 123–130. ISBN 978-1-4179-7715-4. 
  19. ^ Hershey, J. Willard (1940). Book of Diamonds. Heathside Press, New York. hlm. 127–132. ISBN 978-0-486-41816-2. Diarsipkan dari versi asli tanggal November 5, 2012. Diakses tanggal August 15, 2009. 
  20. ^ "Science: Dr. J. Willard Hershey and the Synthetic Diamond". McPherson Museum. Diarsipkan dari versi asli tanggal January 12, 2016. Diakses tanggal January 12, 2016. 
  21. ^ a b Lonsdale, K. (1962). "Further Comments on Attempts by H. Moissan, J. B. Hannay and Sir Charles Parsons to Make Diamonds in the Laboratory". Nature. 196 (4850): 104–106. Bibcode:1962Natur.196..104L. doi:10.1038/196104a0 . 
  22. ^ O'Donoghue, p. 473
  23. ^ Feigelson, R. S. (2004). 50 years progress in crystal growth: a reprint collection. Elsevier. hlm. 194. ISBN 978-0-444-51650-3. Diarsipkan dari versi asli tanggal March 20, 2022. Diakses tanggal May 3, 2021. 
  24. ^ Barnard, pp. 6–7
  25. ^ Parson, C. A. (1907). "Some notes on carbon at high temperatures and pressures". Proceedings of the Royal Society. 79a (533): 532–535. Bibcode:1907RSPSA..79..532P. doi:10.1098/rspa.1907.0062 . JSTOR 92683. 
  26. ^ Desch, C. H. (1928). "The Problem of Artificial Production of Diamonds". Nature. 121 (3055): 799–800. Bibcode:1928Natur.121..799C. doi:10.1038/121799a0 . 


Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "lower-alpha", tapi tidak ditemukan tag <references group="lower-alpha"/> yang berkaitan