Hubungan luar negeri Singapura

Singapura menjalin hubungan diplomatik dengan 189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Singapura mendukung konsep regionalisme Asia Tenggara dan memainkan peran aktif dalam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dengan menjadi salah satu anggota pendiri.

Sebagai salah satu anggota kunci ASEAN dan penghubung global, Singapura menjalin hubungan baik dengan banyak negara di dunia dan menerapkan kebijakan luar negeri yang menitikberatkan pada hubungan persahabatan yang membangun dan saling menguntungkan. Negara ini secara aktif bekerja sama dengan negara-negara tetangga dan kawasan, khususnya di Asia-Pasifik, serta konsisten mendukung berbagai inisiatif internasional untuk menjaga perdamaian, keamanan, dan ketertiban. Singapura dikenal sebagai salah satu negara paling pro-netral di dunia.[1][2][3][4] Karena posisinya yang strategis, Singapura menjadi lokasi Sekretariat Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) dan Sekretariat Dewan Kerja Sama Ekonomi Pasifik, serta menjadi tuan rumah banyak konferensi dan acara internasional. Singapura juga merupakan anggota PBB, Organisasi Perdagangan Dunia, Konferensi Tingkat Tinggi Asia Timur, Gerakan Nonblok, Persemakmuran Bangsa-Bangsa, dan anggota pendiri Forum Negara-Negara Kecil.

Dengan alasan geografis, hubungan dengan Malaysia dan Indonesia menjadi sangat penting. Beban sejarah, termasuk pemisahan traumatis dari Malaysia dan konfrontasi dengan Indonesia, telah menimbulkan semacam mentalitas terkepung.[5][6] Singapura memiliki hubungan yang baik dengan Inggris Raya, yang bersama Malaysia, Australia, dan Selandia Baru, tergabung dalam Five Power Defence Arrangements (FPDA). Selain itu, Singapura juga menjalin hubungan pertahanan yang kuat dengan Amerika Serikat tanpa mengurangi hubungan baik dengan Tiongkok.[7] Menariknya, negara ini termasuk salah satu dari sedikit negara yang berhasil membangun hubungan diplomatik dengan Korea Utara seiring dengan Amerika Serikat.[8]

Sebagai bagian dari perannya di PBB, Singapura mengisi kursi bergilir di Dewan Keamanan PBB tahun 2001 hingga 2002. Singapura secara konsisten mendukung 'tatanan internasional berbasis aturan' dan telah berpartisipasi dalam misi penjaga perdamaian/pengamat PBB di Kuwait, Angola, Kenya, Kamboja, dan Timor Leste.

Lini masa hubungan luar negeri Singapura

sunting

Berikut beberapa peristiwa penting terkait hubungan luar negeri Singapura kronologis:[9]

  • 9 Agustus 1965 – Parlemen Malaysia memilih untuk mengeluarkan Singapura dari Federasi. Singapura menjadi republik independen setelah berpisah dari Malaysia. Kementerian Luar Negeri Singapura dibentuk dan S. Rajaratnam menjadi Menteri Luar Negeri Singapura yang pertama.
  • 21 September 1965 – Singapura diterima sebagai anggota PBB ke-117.
  • 15 Oktober 1965 – Singapura menjadi anggota Persemakmuran ke-22.
  • 8 Agustus 1967 – Singapura turut mendirikan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).
  • September 1970 – Singapura masuk dalam Gerakan Nonblok.
  • 14–22 Januari 1971 – Singapura menjadi tuan rumah Konferensi Kepala PemerintahanPersemakmuran ke-18.
  • 15–16 April 1971 – Singapura, Britania Raya, Malaysia, Australia, dan Selandia Baru menandatangani Five Power Defence Arrangements.
  • 31 October 1971 – The last British military forces withdraws from Singapore.
  • 20 Juli 1973 – Singapura bergabung dengan Perjanjian Umum Tarif dan Perdagangan (GATT).
  • 23-24 Februari 1976 – Singapura menghadiri KTT ASEAN pertama di Bali dan ikut menandatangani Perjanjian Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara bersama dengan Kepala Negara dan Pemerintahan anggota ASEAN lainnya.
  • Maret 1981 – Perwakilan Tetap Singapura untuk PBB, Duta Besar Tommy Koh, menjabat Presiden Konferensi Hukum Laut PBB Ketiga.
  • 6-7 November 1989 – Singapura bergabung dengan Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC).
  • 11 Februari 1993 – Sekretariat APEC didirikan di Singapura.
  • 26 Februari 1994 – Singapura dan Tiongkok menandatangani Perjanjian Pembangunan Bersama Kawasan Industri Suzhou.
  • 1 September 1999 – Singapura menjadi tuan rumah pertemuan perdana Forum Kerja Sama Asia Timur-Amerika Latin (EALAF).
  • 10 Oktober 2000 – Singapura terpilih sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB pada sesi ke-55 Sidang Umum PBB.
  • 14 November 2000 – Singapura dan Selandia Baru menandatangani Perjanjian Kemitraan Ekonomi yang Lebih Erat. Ini merupakan Perjanjian Perdagangan Bebas bilateral Singapura yang pertama.
  • 1 Januari 2001 – Singapura memulai masa kenggotaan dua tahun Dewan Keamanan PBB.
  • 15 Januari 2001 – Pembukaan jaringan pipa gas alam ke Singapura dari ladang gas Natuna milik Indonesia di Laut Tiongkok Selatan.[10]
  • 13 Januari 2002 – Singapura dan Jepang menandatangani Perjanjian Kemitraan Ekonomi.
  • 26 Juni 2002 – Singapura menandatangani Perjanjian Perdagangan Bebas dengan Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (EFTA), yang meliputi Swiss, Norwegia, Islandia, dan Liechtenstein. Ini merupakan Perjanjian Perdagangan Bebas pertama antara kelompok regional Eropa dan negara Asia.
  • 6 Mei 2003 – Singapura dan Amerika Serikat menandatangani Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Serikat-Singapura yang merupakan Perjanjian Perdagangan Bebas pertama antara Amerika Serikat dan negara Asia Timur.
  • 4 Agustus 2005 – Singapura dan Korea Selatan menandatangani Perjanjian Perdagangan Bebas.
  • 19-20 September 2006 – Singapura menjadi tuan rumah pertemuan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia.
  • 15 Januari 2007 – ASEAN menandatangani Perjanjian Perdagangan Bebas bidang jasa dengan Tiongkok.
  • 23 Mei 2008 – sengketa teritorial Pedra Branca dengan Malaysia telah diselesaikan melalui Mahkamah Internasional dengan putusan Singapura berdaulat atas Pedra Branca dan Malaysia atas Batuan Tengah.
  • 23 Oktober 2008 – Singapura dan Republik Rakyat Tiongkok menandatangani Perjanjian Perdagangan Bebas.
  • 10 Maret 2009 - Singapura dan Indonesia menandatangani perjanjian terkait Penetapan Batas Laut Teritorial Kedua Negara di Bagian Barat Selat Singapura.
  • 11-12 November 2010 – Singapura menghadiri KTT G20 yang diselenggarakan di Seoul, Korea Selatan. Ini kali pertama Singapura diundang untuk berpartisipasi dalam KTT G20 sebagai negara tamu.
  • 1 Juli 2011 – Singapura dan Malaysia sepenuhnya menerapkan poin-poin kesepakatan tentang Lahan Keretapi Tanah Melayu di Singapura.
  • 3 September 2014 - Singapura dan Indonesia menandatangani perjanjian terkait Penetapan Batas Laut Teritorial Kedua Negara di Bagian Timur Selat Singapura.

Pendekatan kebijakan luar negeri

sunting

Para pemimpin Singapura termasuk pengikut realisme. Mereka memandang dunia menurut pemikiran Hobbes mungkin benar, yaitu kekuasaan menjadi penentu.[11] Meskipun demikian, ada nuansa liberalisme dan konstructivisme dalam kebijakan luar negerinya yang tercermin dalam keyakinan bahwa ketergantungan ekonomi dapat mengurangi kemungkinan konflik dan bahwa Singapura sebagai negara kecil tidak boleh meyakini fatalisme.[12] Mentalitas terkepung yang muncul merupakan hasil dari kelemahan geografis Singapura, ketidakpercayaan terhadap Malaysia dan Indonesia akibat sejarah masa lalu, dan posisinya yang terlihat sebagai "titik merah kecil di lautan hijau," sebagaimana dikatakan oleh Presiden Indonesia saat itu, B.J. Habibie.[13][14]

Menteri Luar Negeri Singapura pertama adalah S. Rajaratnam dan kebijakan luar negeri Singapura saat itu masih bergantung pada pertimbangannya. Rajaratnam awalnya menyusun kebijakan luar negeri Singapura dengan mempertimbangkan "rimba politik internasional" dan waspada terhadap kebijakan luar negeri "berdasarkan musuh abadi."[11] Tahun 1966, S. Rajaratnam melihat tantangan Singapura adalah memastikan keberlangsungan, perdamaian, dan kemakmuran di kawasan yang merasa kecemburuan bersama, kekerasan internal, disintegrasi ekonomi, dan konflik besar kekuasaan.[11]

Berdasarkan pandangan dunia tersebut, kebijakan luar negeri Singapura ditujukan untuk menjaga hubungan persahabatan dengan semua negara, terutama Malaysia, Indonesia, dan ASEAN, dan memastikan bahwa tindakannya tidak memperburuk ketidakamanan negara-negara tetangganya.[11] Tahun 1972, Rajaratnam membayangkan dunia sebagai daratan Singapura, integrasi dengan ekonomi dunia akan menutupi kekurangan sumber daya alam Singapura. Karena itu, Rajaratnam percaya bahwa menjaga keseimbangan kekuasaan, daripada secara defacto menjadi pengikut kekuasaan yang lebih besar, akan memberikan kebebasan bagi Singapura untuk menjalankan kebijakan luar negeri yang independen. Mengembangkan kepentingan negara-negara besar di Singapura akan efektif mencegah intervensi negara-negara sekawasan.[11]

Konsulat

sunting

Selain kedutaan atau Komisi Tinggi, Singapura memiliki konsulat atau konsulat kehormatan di Austria, Bangladesh, Kanada, Chili, Republik Rakyat Tiongkok, Republik Ceko, Denmark, Jerman, Yunani, Hong Kong, Hungaria, India, Indonesia, Irlandia, Israel, Italia, Jepang, Yordania, Kazakhstan, Lebanon, Malaysia, Meksiko, Nigeria, Norwegia, Pakistan, Papua Nugini, Peru, Portugal, Arab Saudi, Korea Selatan, Spanyol, Sri Lanka, Swiss (Misi Tetap di Jenewa), Turki, Uni Emirat Arab, Amerika Serikat, dan Vietnam.

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ "Establishing Our Place in the World". Public Service Division (dalam bahasa Inggris). Government of Singapore. Diarsipkan dari versi asli tanggal 31 Agustus 2022. Diakses tanggal 25 Februari 2025. 
  2. ^ "Singapore's Foreign Policy". Ministry of Foreign Affairs (dalam bahasa Inggris). Government of Singapore. Diakses tanggal 25 Februari 2025. 
  3. ^ Panda, Ankit (16 April 2020). "Singapore: A Small Asian Heavyweight". Council on Foreign Relations (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 25 Februari 2025. 
  4. ^ Balakhrisnan, Vivian (17 Juli 2017). "Full speech: Five core principles of Singapore's foreign policy". The Straits Times (dalam bahasa Inggris). SPH Media Limited, Co. Diakses tanggal 25 Februari 2025. 
  5. ^ Sim, Fann (20 Desember 2012). "Time to overhaul Singapore's national security policies". Yahoo! news (dalam bahasa Inggris). Yahoo. Diarsipkan dari versi asli tanggal 12 Mei 2018. Diakses tanggal 25 Februari 2025. 
  6. ^ Hutchinson, Francis E.; Chong, Terence, ed. (2016). The SIJORI Cross-Border Region. Singapore: ISEAS Publishing. ISBN 978-981-4695-58-9. 
  7. ^ "People's Republic of China". Ministry of Foreign Affairs Singapore (dalam bahasa Inggris). Government of Singapore. Diakses tanggal 25 Februari 2025. 
  8. ^ Lee, Yen Nee (8 Juni 2018). "White House explains why it chose Singapore to host summit with North Korea". CNBC (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 25 Februari 2025. 
  9. ^ "Histories and Milestones". Ministry of Foreign Affairs Singapore (dalam bahasa Inggris). Government of Singapore. Diakses tanggal 25 Februari 2025. 
  10. ^ "Speech by Prime Minister Goh Chok Tong, at the Indonesia-Singapore First Gas Delivery Ceremony, Monday 15 January 2001, 4.00PM". www.nas.gov.sg. Diakses tanggal 2022-11-09. 
  11. ^ a b c d e Kwa, Chong Guan; Rajaratnam, S., ed. (2006). S Rajaratnam on Singapore: from ideas to reality. Hackensack, N.J: World Scientific. ISBN 978-981-270-457-3. OCLC 76836254. 
  12. ^ "Transcript of Minister for Foreign Affairs Dr Vivian Balakrishnan's Keynote Address at Australian National University's Southeast Asia Regional Geopolitical Update, Monday, 1 May 2023". Ministry of Foreign Affairs, Singapore. Diakses tanggal 6 November 2023. 
  13. ^ "President unhappy with Singapore, says AWSJ". The Straits Times (dalam bahasa Inggris). 5 Agustus 1998. hlm. 16. Diakses tanggal 26 Februari 2025. 
  14. ^ Sing, Chan Chun (2021-11-10). "Singapore amid great power rivalry". The Straits Times (dalam bahasa Inggris). ISSN 0585-3923. Diakses tanggal 2023-11-06. 

Bacaan lanjutan

sunting
  • Abshire, Jean. The history of Singapore (ABC-CLIO, 2011).
  • Acharya, Amitav. Singapore's foreign policy: the search for regional order (World Scientific, 2008).
  • Ang, Cheng Guan. Singapore's Grand Strategy (National University of Singapore Press, 2023). ISBN 978-981-325-223-3 details foreign and defense policy from its founding to the present. online scholarly review of this book
  • Brewster, David. "India's security partnership with Singapore." Pacific Review 22.5 (2009): 597-618. online
  • Cai, Yunci. "The art of museum diplomacy: The Singapore–France cultural collaboration in perspective." International Journal of Politics, Culture, and Society 26 (2013): 127-144. online
  • Chang, David W., and Hung-chao Tai. "The Informal Diplomacy of the Republic of China, with a Case Study of ROC's Relations with Singapore." American Journal of Chinese Studies 3.2 (1996): 148-176. online
  • Chong, Alan. "Singapore's foreign policy beliefs as ‘Abridged Realism’: pragmatic and liberal prefixes in the foreign policy thought of Rajaratnam, Lee, Koh, and Mahbubani." International Relations of the Asia-Pacific 6.2 (2006): 269-306.
  • Chong, Alan. "Small state soft power strategies: virtual enlargement in the cases of the Vatican City State and Singapore." Cambridge Review of International Affairs 23.3 (2010): 383-405.
  • Chong, Alan. "The Diplomacy of Singapore: Rationality and Pitfalls." on Diplomatic Strategies of Nations in the Global South: The Search for Leadership (2016): 393-424.
  • Corfield, Justin J. Historical dictionary of Singapore (2011) online
  • Dent, Christopher M. "Singapore's foreign economic policy: the pursuit of economic security." Contemporary Southeast Asia (2001): 1-23. online
  • Ganesan, Narayan. Realism and Interdependence in Singapore's Foreign Policy (Routledge 2005)
  • Guan, Ang Cheng. Singapore, ASEAN and the Cambodian Conflict 1978-1991 (NUS Press, 2013) online.
  • Heng, Derek, and Syed Muhd Khairudin Aljunied, eds. Singapore in global history (Amsterdam University Press, 2011) scholarly essays online
  • Huxley, Tim. Defending the Lion City: The Armed Forces of Singapore (Allen and Unwin 2000)
  • Lee, Kuan Yew. From Third World To First: The Singapore Story: 1965–2000. (2000).
  • Leifer, Michael. Singapore's foreign policy: Coping with vulnerability (Psychology Press, 2000) online
  • Milia, Jana, Yandry Kurniawan, and Wibisono Poespitohadi. "Analysis of Defense Cooperation Agreement between Indonesia and Singapore in 2007–2017 through Defense Diplomacy Goal Variable." Jurnal Pertahanan 4.2 (2018): 104-119. online
  • Perry, John Curtis. Singapore: Unlikely Power (Oxford University Press, 2017).
  • Phelps, Nigel A. "Triangular diplomacy writ small: the political economy of the Indonesia–Malaysia–Singapore growth triangle." Pacific Review 17.3 (2004): 341-368.
  • Rahim, Lily Zubaidah. Singapore in the Malay world: Building and breaching regional bridges (Routledge, 2010) online
  • Rana, Kishan S. "Singapore's Diplomacy: Vulnerability into Strength." Hague Journal of Diplomacy 1.1 (2006): 81-106.
  • Tan, See Seng. "Mailed Fists and Velvet Gloves: The Relevance of Smart Power to Singapore's Evolving Defence and Foreign Policy." Journal of Strategic Studies 38.3 (2015): 332-358. DOI: 10.1080/01402390.2014.1002909
  • Tan, Andrew T. H. "Punching Above Its Weight: Singapore's Armed Forces and Its Contribution to Foreign Policy" Defence Studies 11#4 (Dec. 2011), 672–97. https://doi.org/10.1080/14702436.2011.642196
  • Teo, Ang Guan, and Kei Koga. "Conceptualizing equidistant diplomacy in international relations: the case of Singapore." International Relations of the Asia-Pacific 22.3 (2022): 375-409.
  • Woo, Jun Jie. Singapore as an international financial centre: History, policy and politics (Springer, 2016).
  • Yew, Lee Kuan. From Third World to First: The Singapore Story: 1965–2000 (HarperCollins, 2000).

Pranala luar

sunting
  • "Infopedia Singapura" dari Badan Perpustakaan Nasional Singapura. Banyak esai yang diteliti dan didokumentasikan dengan baik tentang peristiwa-peristiwa penting dan tokoh-tokoh penting, serta topik-topik mengenai budaya, arsitektur, alam, dll.