Kelenteng Hoo Tong Bio

bangunan kuil di Indonesia
(Dialihkan dari Hoo Tong Bio)

TITD Hu Tang Miao (Hanzi: 護躺廟 Hokkien=Hoo Tong Bio; lit. "Kuil perlindungan warga China") atau biasa dikenal dengan sebutan Klenteng Banyuwangi, merupakan Klenteng tertua di wilayah Jawa Timur dan Bali. Dewata utama yang dipuja di klenteng ini adalah Yang Mulia Kongco Chen Fu Zhen Ren. TITD Hu Tang Miao merupakan Klenteng induk dari sembilan klenteng Chen Fu Zhen Ren yang tersebar di Jawa Timur, Bali, dan Pulau Lombok. Klenteng Hoo Tong Bio selalu menyajikan pesona khas Tionghoa seperti Barongsai yang menjadi agenda wisata budaya di Kabupaten Banyuwangi yang wajib di kunjungi oleh wisatawan.[2]

Tempat Ibadah Tridharma Hoo Tong Bio
TITD Hoo Tong Bio
Informasi umum
Gaya arsitekturChina tradisional
LokasiIndonesia Karangrejo, Banyuwangi, Jawa Timur
AlamatJalan Ikan Gurami Nomor 54 Banyuwangi, Banyuwangi
Mulai dibangun1784
Tanggal renovasi1848, 1890, 1980, 2003-2008, 2014[1]
Dihancurkan13 Juni 2014
Data teknis
Jumlah lantai1 lantai
Penghargaan1. Bangunan cagar budaya
2. Tempat wisata budaya Banyuwangi

Sebagai Klenteng Induk, perayaan di TITD Hu Tang Miao sering kali menjadi yang paling ramai didatangi umat Tridharma. Umat Klenteng Chen Fu Zhen Ren dari lain daerah juga secara rutin mengunjungi Klenteng Hu Tang Miao. Ada pula umat beragama lain yang datang secara rutin karena alasan pribadi mereka masing-masing.[3]

Etimologi

sunting

TITD merupakan singkatan dari Tempat Ibadah Tri Dharma atau secara umum disebut sebagai Klenteng.

Sejarah

sunting
 
Foto kuno bangunan Hoo Tong Bio

Pada mulanya, klenteng paling pertama yang dibangun untuk Chen Fu Zhen Ren berlokasi di Lateng. Namun, setelah Blambangan diserang Belanda pada tahun 1765, pusat kerajaan dipindahkan di Kota Banyuwangi sekarang (sebelumnya berada di sekitar Muncar). Warga cina ikut bermigrasi dan memindahkan lokasi Klenteng Chen Fu Zhen Ren ke Klenteng Hu Tang Miao yang sekarang. Belanda menguasai daerah Banyuwangi baru pada tahun 1774 sehingga Banyuwangi ditinggalkan penduduknya sampai Belanda kembali mempekerjakan 100 orang Cina di Banyuwangi untuk mengembangkan pertanian.[4] Oleh sebab itu, klenteng ini diperkirakan dibangun sekitar tahun 1768–1784.[5]

Tanggal pendirian TITD Hu Tang Miao tidak diketahui karena tidak adanya catatan. Prasasti tertua yang diketahui adalah sebuah panel kayu bertanggal Qianlong Jiachen (1784) yang memuat kaligrafi Tan Cin Jin (Chen Fu Zhen Ren). Sumber lain dari catatan dokter Franz Epp berkebangsaan Jerman yang menyatakan bahwa Hu Tang Miao direnovasi kembali pada tahun 1848.[6] Menurut Epp:

"Pagoda mereka dan Dewa yang ada di dalamnya adalah yang tertua di Jawa dan telah berdiri sebelum kedatangan bangsa Eropa. Seperti Lateran di Roma, kuil ini dapat disebut "Induk atau kepala dari semua Kota dan seluruh Dunia" sehubungan dengan kuil-kuil yang lain di Jawa, karena kuil-kuil selanjutnya menganggap diri mereka sebagai keturunan atau cabangnya. Orang-orang Cina mempunyai rasa hormat amat besar tehadap kuil induk ini".[7]

Kebakaran 2014

sunting

Tempat peribadatan Hoo Tong Bio mengalami kebakaran hebat pada hari Jumat, 13 Juni 2014. Kebakaran mengakibatkan bangunan peribadatan utama dan beberapa bangunan lain menjadi rusak parah.[8] Kebakaran diketahui sekitar pukul 06.00 pagi. Akibat kebakaran ini, sekitar 80% bangunan rusak termasuk rupang Kongco Tan Hu Cin Jin.[9]

Pemerintah Kabupaten Banyuwangi membantu revitalisasi klenteng melalui Dinas PU Cipta Karya. Kebakaran ini menarik perhatian Pemkab Banyuwangi karena Hoo Tong Bio merupakan salah satu tempat bersejarah di Banyuwangi dan dimasukkan dalam promosi Banyuwangi sebagai salah satu tempat bersejarah yang patut dikunjungi.[10]

Arsitektur

sunting
 
Pagoda di Klenteng Hoo Tong Bio
 
Lonceng raksasa di samping pintu masuk utama ke klenteng

Pintu gerbang utama untuk masuk ke kawasan klenteng Ho Tong Bio memiliki tiga buah pintu, yaitu dua buah pintu samping untuk umat dan pintu utama di tengah yang dipergunakan untuk ritual. Pintu masuk utama ke dalam klenteng juga ada tiga buah.

Menurut M. Aulia, gerbang masuk utama Klenteng Hoo Tong Bio yang berbentuk gapura didominasi oleh warna merah yang melambangkan kegembiraan,kebahagiaan, dan kesejahteraan. Konsep pintu masuk utama pada Klenteng ini didasarkan pada prinsip Yin dan Yang, yaitu sebelah kiri adalah pintu masuk (dilambangkan dengan symbol naga) sedangkan sebelah kanan adalah pintu keluar (dilambangkan dengan harimau putih).[11] Terdapat kepercayaan bagi warga Tionghoa untuk masuk melalui pintu naga dan keluar dari pintu harimau, karena memiliki arti simbolik memasuki keberuntungan (naga) dan keluar dari kemalangan (harimau). Pintu di tengah diperuntukkan para Roh Suci.

Daftar altar

sunting

Daftar altar di Klenteng Ho Tong Bio:

  1. Tian
  2. Kongco Chen Fu Zhen Ren
  3. Cim Kong Sin (Dewa Kepiting)
  4. Pek Ho Sin (Dewa Macan Putih)
  5. Bi Lek Hut
  6. Wi Tho Pho Sat
  7. Guan Yin didampingi Long Nie dan San Jay
  8. Cap Pek Lo Han (9 pertama)
  9. Cap Pek Lo Han (9 terakhir)
  10. Tee Cong Ong Pho Sat didampingi Ming Kung dan Tao Ming Ho Sang
  11. Kwan Kong didampingi Coo Jang Ciang Cin dan Kwan Ping Day Tze
  12. Thian Siang Sing Bo didampingi Suen Feng Oel dan Jien Lie Yen
  13. Kong Tek Cun Ong
  14. Lao Cu
  15. Sik Kia Moni Hut
  16. Khong Hu Cu
  17. Ngo Co
  18. Jay Sen Ye
  19. Hok Tek Cing Sin

Kegiatan

sunting

Setiap awal Tahun Baru Imlek, Klenteng Hoo Tong Bio melakukan ritual tolak bala (Hanzi: ci suak) dan ulang tahun bertahtanya Kongco Chen Fu Zhen Ren di Hoo Tong Bio. Perayaan ulang tahun diwarnai pluralisme kebudayaan dan sering kali menampilkan pertunjukan lokal seperti barongan, reog (Ponorogo), dan wayang kulit. Selain itu, juga dilakukan kegiatan sosial seperti donor darah, berbagai pertandingan olahraga, dan pembagian sembako kepada masyarakat kurang mampu.[12]

Galeri

sunting

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ Ika Ningtyas (15 Juni 2014). Anwar, Ali, ed. "Mengenang Sejarah di Puing Klenteng Hoo Tong Bio". Tempo.co. Diakses tanggal 22 Oktober 2015. 
  2. ^ Jebeng Thulik Banyuwangi. 3 Agustus 2011. Kuil Hoo Tong Bio: Salah satu Kuil tertua di Indonesia Diarsipkan 2014-01-10 di Wayback Machine..
  3. ^ Salmon, Claudine dan Sidharta, Myra. 24 Juni 2000. "Kebudayaan Asia-Dari Kapten Hingga Nenek Moyang yang Didewakan: Pemujaan Terhadap Kongco di Jawa Timur dan Bali (Abad ke-18 dan 20)", Hal. 27.
  4. ^ Salmon, Claudine dan Sidharta, Myra. 24 Juni 2000. "Kebudayaan Asia-Dari Kapten Hingga Nenek Moyang yang Didewakan: Pemujaan Terhadap Kongco di Jawa Timur dan Bali (Abad ke-18 dan 20)", Hal. 7.
  5. ^ Banyuwangitourism. Hoo Tong Bio Diarsipkan 2014-01-10 di Wayback Machine..
  6. ^ Franz Epp, Schilderungen aus Hollandisch-Ostindien, Heidelberg, C.F. Winter, 1852, hal. 469-71, dikutip oleh Mary Somers Heidhues, "Dissecting the Indies: The Nineteenth Century Doctor Franz Epp", Archipel, 1995, hal. 35.
  7. ^ Franz Epp, Banjoewangi", Tijdschrift voor Nederlandsch-Indie, 1849, II, 2, hal. 249.
  8. ^ Wahyu Nurdiyanto. Editor: Titis Jati Permata. 13 Juni 2014. Surya Online, Api Yang Membakar Klenteng Diduga Berasal Dari Tungku Dupa.
  9. ^ Ira Rachmawati. Editor: Palupi Annisa Auliani. 13 Juni 2014. Kompas, Regional, Dibangun pada 1784, Kelenteng Ho Tong Bio Banyuwangi Ludes Terbakar.
  10. ^ Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. 17 Juni 2014. Website Resmi Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Pemkab Dukung Revitalisasi Klenteng Ho Tong Bio Pasca Kebakaran.
  11. ^ M. Aulia. Analisis Ornamen Klenteng Hoo Tong Bio.
  12. ^ Tourguide-Bali. Chinese Temple Hoo Tong Bio Diarsipkan 2014-01-09 di Wayback Machine..

Pranala luar

sunting