Gerakan Perlawanan Tibet
Serangan yang dilancarkan Republik Rakyat Tiongkok terhadap Tibet pada tahun 1950 berpuncak pada pengungsian Dalai Lama ke-14 Tenzin Gyatso ke India pada tanggal 17 Maret 1959 dari Istananya. Hal ini menyengsarakan rakyat Tibet. Ditambah penindasan dan pembantaian sejumlah pendeta (Lama) dan kepala suku yang dianggap membangkang terhadap tentara pendudukan Tiongkok itu.
Perlawanan
suntingSemua tindakan represif yang digelar pasukan Tiongkok memang tidak serta merta mematahkan perlawanan rakyat Tibet meski kalah dari segi teknik senjata dan pengalaman peperangan. Beberapa saudagar Tibet pimpinan Gompo Tashi Andrugtsang mendirikan kelompok perlawanan Chushi Gandrug (Empat Sungai, Enam Gunung). Kelompok perlawanan ini beberapa kali sukses melancarkan serangan yang menimbulkan banyak korban di tengah pasukan Tiongkok.
Perasaan antipati warga Tibet terhadap Tiongkok mencapai puncaknya pada Februari 1956 ketika Angkatan Udara (AU) Tiongkok membom kompleks biara di Chatreng dan Litang yang menewaskan ribuan pendeta dan pengungsi sipil. Sadar lawan lebih kuat, kelompok Chushi gandrig mencoba mencari bantuan. Gyalo Thondup, kaka kandung Dalai Lama, segera mengontak konsulat Amerika Serikat (AS) di India, meski seperti kebanyakan warga Tibet, dia tidak mengetahui sedikitpun tentang AS. Pihak AS yang sejak lama memang ingin turut campur di Tibet segera memenuhi permintaan itu.
Bantuan CIA
suntingPada satu malam di musim semi 1957 enam orang anggota Chushi Gandrug diterbangkan CIA ke pangkalan Angkatan Laut (AL) AS di Saipan guna menjalani pelatihan selama enam bulan mulai dari dasar dasar kemiliteran, intelijen, taktik perang gerilya dan pengenalan senjata modern, serta cara komunikasi dengan radio pemancar dua arah.
Di bawah sandi proyek "ST Circus" angkatan pertama gerilyawan Tibet didikan CIA pimpinan Athar norbu diterjunkan pada musim gugur 1957. Ditengah malam dingin yang diterangi bulan purnama. mereka mendarat tidak jauh dari Sungai Tsangpo. Beberapa bulan kemudian, atas sepengetahuan CIA, Gampo Tashi mendirikan markas besar perlawanannya di Triguthang (Tibet selatan) yang membawahi ribuan gerilyawan. Nama yang diusung adalah Tensung Dhanglang Magar atau Kelompok sukarelawan pembela Buddha. Sejak itulah CIA memasok senjata infantri secara berkala kepada kelompok Gampo Tashi. Kemudian CIA mendirikan kamp pelatihan berlokasi di Camp Hale bekas pusat pendidikan satuan elit divisi gunung ke-10 AD AS. Orang Tibet menjuluki tempat ini sebagai Dhumra (Taman). Pendidikan militer yang diterapkan sangat spartan bahkan gerilyawan diindoktrinasi agar menelan pil sianida untuk bunuh diri apabila tertangkap musuh. Bahkan CIA memanjang foto presiden AS Dwight D. Eisenhower yang diberi pesan dan tanda tangan palsu.
Dilain pihak, rencana Tiongkok menyingkirkan Dalai Lama tidak berjalan mulus. Selama beberapa minggu warga Lhasa menyemut di sekeliling Istana Potala (kediaman Dalai Lama) hingga garnisun Tiongkok terhalang. Lewat jalur berliku, anak buah Gampo Tashi berhasil mengungsikan Dalai Lama ke Dharamsala India (17 Maret 1959). Kecewa karena Dalai Lama berhasil lolos, tentara Tiongkok menghujani Lhasa dengan tembakan yang mengakibatkan ribuan warga Tibet tewas. Perlawanan yang diberikan Chushi Gandrug sia-sia. Setibanya Dalai Lama di India, jumlah gerilyawan yang dikirim ke AS meningkat.
Pertempuran
suntingAwal Desember 1958, serangan gerilyawan Tibet terhadap konvoi dan posisi pasukan Tiongkok di Teng Dzong mulai meningkat baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Dalam setiap serangan, puluhan prajurit Tiongkok tewas dan sejumlah senjata berhasil direbut. Sayangnya pihak gerilyawan tidak memiliki radio komunikasi lapangan dan penangkis serangan udara. Akibatnya serangan tidak terkoordinasi dan buyar tatkala pesawat-pesawat tempur AU Tiongkok mulai terlihat.
Pada September 1959, CIA menerjunkan 18 orang Gerilyawan didikan Camp Hale di dekat dusun Chagra Pembar sekitar 300 km dari Lhasa dengan misi menggalang dan melatih warga agar siap menjadi gerilyawan anti-Tiongkok, bahkan mampu merekrut warga mencapai 35.000 orang. Senjata, amunisi, bahan peledak dan radio komunikasi dalam operasi diberikan oleh CIA yang berada di Nepal. Ditambah dengan dropping pasokan senjata dan obat-onatan di dusun Nira Tsogengpada awal Januari 1960, CIA selanjutnya melibatkan diri secara dalam konflik di Tibet.
Tidak selamanya pihak gerilyawan sejalan dengan CIA. Dalam satu kasus, gerilyawan cenderung bergerak dalam formasi besar, sedangkan CIA condong pada unit unit kecil agar mudah bermanuver dan aman dari deteksi pasukan Tiongkok. Pda Maret 1960 mendadak tiga pesawat Tiongkok melintas dan menebar selebaran agar para gerilyawan menyerah karena kamp Chagra Pembar telah dikepung. Lepas tengah hari hingga menjelang malam 10 pesawat tempur MiG-15 Tiongkok menjatuhkan puluhan bom bakar ditambah serangan artileri berat dari AD Tiongkok sehingga setelah beberapa hari kamp Chagra Pembar dan dusun Nira Tsogeng hancur. Pada musim semi 1960, CIA menerjunkan kembali gerilyawan didikan Camp Haledi dusun Markam (Tibet Timur) dipimpin Yeshe Wangyal bersama pasokan senjata dan makanan. Belum sempat mereka melatih penduduk, pasukan Tiongkok mengepung dan terjadi baku tembak sehingga semua anggota kelompok Wangyal tewas. Beberapa hari kemudian CIA menerjunkan 49 orang, dan naasnya hanya 20 orang selamat dari serangan pasukan Tiongkok.
Lewat berbagai pertimbangan, gerilyawan Tibet memindahkan markas besarnya ke dusun Mustang yangberlokasi dekat perbatasan Nepal pada musim panas 1960 dengan sekitar 2.000 orang gerilyawan yang dibentuk CIA menjadi tujuh kelompok. Mantan pendeta kepercayaan Gompo Tashi, Bapa Gen Yeshe dipercaya mengkoordinasikan semua kelompok itu.
Penghentian Pasokan CIA
suntingAkibat insiden pesawat mata-mata U-2 yang dipiloti Gary Powers, dengan Uni Soviet, atas perintah presiden AS, Eisenhower mendadak pada musim dingin, CIA menghentikan semua bantuan. Akibatnya para gerilyawan di kamp Mustang banyak yang tewas kedinginan. Untuk bisa bertahan, para gerilyawan terpaksa makan sepatu dan jas hujan yang memang terbuat dari kulit hewan.
Pergantian presiden AS pada musim semi 1961 membuat bantuan dari CIA mengalir kembali dalam jumlah besat. Para gerilyawan kamp Mustang kembali melakukan perlawanan. Pertempuran terjadi di sekitar jalan raya utama yang menghubungkan Lhasa dengan Sinkiang. Pasukan Tiongkok yang mendapat serangan gerilyawan tersebut segera mundur dan membangun jalur baru yang aman bagi kegiatan lalu lintas pasokan logistik.
CIA mendapatkan dokumen berharga ketika 40 gerilyawan berkuda sukses menghancurkan konvoi kecil pasokan Tiongkok. Paket yang dirampas yang berisi 1.500 dokumen rahasia yang berisi kegagalan pembangunan yang dilakukan Mao Ze Dong. Tak ketinggalan sejumlah dokumen berisi perseteruan antara petinggi Partai Komunis Tiongkok dengan pucuk pimpinan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA). Lebih jauh lagi, pada pertengahan 1962, tim intelijen gerilyawan Tibet berhasil mengidentifikasi instalasi rahasia militer Tiongkok di Lop Nur yang selama ini tidak pernah diakui keberadaannya oleh pihak Beijing di forum Internasional. Lokasi di kaawasan utara Tibet itu belakangan menjadi fasilitas pengujian nuklir pertama Tiongkok pada tahun 1964.
Namun sekuat apapun perlawanan gerilyaawan Tibet, masih tetap tidak mampu mengusir pendudukan Tiongkok. Pembnagunan jalan raya dan lapangan terbang di seantero Tibet memudahkan pergerakan pasukan Tiongkok dan perlengkapan perang. Bahkan selama perlawanan, secara sitematis pulihan tempat ibadah dan candi dihancurkan pasukan pendudukan. Ribuan warga sipil Tibet tewas dibantai atau ditahan tanpa alasan yang jelas.
Akhir Perlawanan
suntingMemasuki pertengahan dasawarsa 1960-an. Keadaan berbalik tidak menguntungkan bagi gerilyawan Tibet. Sebagai tetangga, India dan Nepal mulai merasa terganggu atas kegiatan berbagai kelompok perlawanan Tibet yang kerap bersembunyi di wilayah mereka. Khawatir situasi akan berdampak pada kepentingan AS, CIA lalu meminta kelompok gerilyawan untuk membatasi aktivitas pada pengumpulan intelijen semata.namun para gerilyawan tetap melakukan aktivitas perlawanan hingga tahun 1969 meskipun secara resmi CIA menghentikan bantuannya pada Mei 1965.
Akibat luka yang parah, pada September 1964, Gompo Tashi meninggal dunia dalam usia 64 tahun. Sebagai pemimpin pengganti ditunjuk Gaylo Thondup, Lamo Tsering (Koordinator kamp Mustang) dan Bapa Gen Yeshe. Namun di mata para gerilyawan, ketiganya lebih bersikap sebagai kepala suku yang otoriter ketimbang pemimpin pasukan perlawanan yang ahli mengatur strategi perang. Citra kelompok perlawanan dimata penduduk perbatasan India dan Nepal merosot karena para gerilyawan sering tidak segan-segan mencuri dan merampok.
Kemudian terjadi perpecahan di antara pemimpin perlawanan. Karena terus bertikai dengan Gyalo Thodup yang didukung gerilyawan muda, pada tahun 1968 Bapa Gen Yeshe memilih pergi bermukim di Kathmandu, bahkan ia sengaja membocorkan serba-serbi kelompok perlawanan Tibet kepada militer Nepal.
Situasi buruk semakin bertambah ketika AS di bawah presiden Richard Nixon menjalin kontak diplomatik dengan Tiongkok. Untuk menjaga hubungan diplomatik AS-Tiongkok yang baru saja dijalin terutama setelah kunjungan Nixon ke Tiongkok pada awal dasawarsa 1970-an, AS terpaksa menghentikan segala bentuk dukungan kepada kelompok perlawanan Tibet tanpa peduli apapun risikonya.
Saat turun perintah dai Departemen Luar Negeri AS untuk menutup proyek "St Circus", tak sedikit pejabat CIA yang merasa dikhianati pemerintahannya. Reaksi lebih hebat justru ditunjukkan oleh para gerilyawan Tibet. Beruntung di tengah kegalauan ini masih ada beberapa operator CIA yang mengambil risiko tetap mengirim bantuan meski dengan modal sendiri.
Tidak tahan akibat tekanan politik Tiongkok, pemerintah Nepal akhirnya menutuk kamp Mustang pada tahun 1974. Para gerilyawan menolak perintah Kathmandu untuk bubar dan lebih memilih bertempur. Tak ingin terjadi pembantaian di tengah warganya, Dalai Lama meminta para gerilyawan untuk menyerah secara sukarela.
Sebagian warga kamp Mustang segera meletakkan senjata sebagai bentuk ketaatan kepada pemimpin tertingginya namun para gerilyawan itu akhirnya mengambil jalan bunuh diri.
Sebagian lagi, di bawah pimpinan Gyato Wangdu, memilih melarikan diri ke India bersama sejumlah rekannya. Sebulan kemudian, regu kecil Wangdu disergap pasukan Nepal dan akhirnya tewas di dekat kawasan Celah Tinkers. Praktis sejak saat itu gerakan perlawanan bersenjata Tibet bisa dikatakan selesai.
Sumber
sunting- Joe Bageant, "The CIA's Secret War in Tibet"