Galur inbrida atau lini inbrida (bahasa Inggris: inbred strain atau inbred line) adalah sekelompok individu (baik tumbuhan maupun hewan) dalam spesies yang sama yang memiliki kemiripan genetik sangat tinggi sebagai hasil perkawinan sekerabat (inbreeding) yang terus-menerus. Istilah ini lebih banyak digunakan untuk tumbuhan. Karena kemampuan banyak jenis tumbuhan untuk melakukan penyerbukan sendiri, galur inbrida tumbuhan mempunyai komposisi genetik yang homozigot dan nyaris identik.[1][2]

Jagung PSM V77 yang merupakan hasil persilangan antara dua galur inbrida jagung

Konsep galur inbrida digunakan untuk menyebut kelompok tanaman menyerbuk silang yang struktur genetiknya homozigot dan setara dengan konsep galur murni yang digunakan pada tanaman menyerbuk sendiri.[3] Tujuan dalam pembentukan galur inbrida adalah menghasilkan galur-galur yang homozigot dan memastikan penampilan dan daya hasil galur tersebut agar tetap baik seiring dengan bertambahnya tingkat homozigositas yang biasanya menurun.[4]

Sejarah

sunting

Galur inbrida pertama kali digunakan untuk menyebut galur-galur yang dihasilkan dari program pemuliaan tanaman jagung dengan menggunakan metode galur murni (yang lazim digunakan untuk tanaman menyerbuk sendiri) oleh George Harrison Shull pada tahun 1905.[5] Shull melakukan persilangan sendiri dan persilangan di antara jagung-jagung yang sekerabat untuk mendapatkan galur yang homozigot.[6] Galur-galur hasil persilangan sekerabat ini menampakan gejala-gejala penurunan seperti banyak tanaman yang tumbuh kerdil, mudah rebah, dan tidak kokoh.[7] Tongkol jagung yang dihasilkan umumnya kecil dan bijinya sedikit.[2] Penampilan dan daya hasil tanaman jagung segera pulih ketika galur-galur inbrida tersebut disilangkan.[2] Pada saat yang sama Edward Murray East juga melakukakn percobaan yang sama dengan shull yaitu tetapi tidak menyadari bahwa persilangan antar galur inbrida akan mengembalikan penampilan dan daya hasil tanaman.[8] E.M East tidak menyadari kegunaan galur inbrida sampai akhirnya membaca tulisan Shull yang berjudul “The Composition of a Field of Maize” dan setuju dengan penemuan Shull.[8] (kingsbury 227) Peristiwa pulihnya penampilan jagung hasil persilangan antara galur-galur inbrida tersebut disebut heterosis yang kemudian menjadi dasar dalam merakit kultivar hibrida.[8]

Pembentukan

sunting

Dasar pembentukan galur inbrida ialah melakukan penyerbukan sendiri pada tanaman yang secara alami melakukan penyerbukan silang untuk mendapatkan tanaman yang homozigot.[9] Persilangan antara tanaman-tanaman yang sekerabat (perkawinan sekerabat) juga dapat dilakukan untuk mendapatkan tanaman yang homozigot.[9] Sebagai contoh dalam pembentukan galur inbrida jagung setelah dilakukan penyerbukan sendiri, biji yang dihasilkan ditanam dan dilakukan seleksi.[9] Seleksi dilakukan untuk memilih tanaman-tanaman yang sehat dan penampilannya baik.[9] Pada tanaman terpilih tersebut kembali dilakukan penyerbukan sendiri kemudian diseleksi kembali begitu seterusnya.[9] Setelah lima hingga enam kali penyerbukan sendiri, galur inbrida umumnya telah seragam penampilannya untuk yang sejenis.[9] Pada tahap ini galur tingkat homozigositas galur inbrida telah dianggap cukup sehingga penyerbukan sendiri dihentikan.[9] Pemeliharaan dan perawatan galur inbrida setelah tahap ini dilakukan dengan melakukan persilangan di antara tanaman-tanaman jagung pada galur inbrida yang sama.[9] Modifikasi teknik pengembangan galur inbrida dilakukan oleh Jones dan Singleton pada tahun 1934 dengan hanya menanam tiga sampai empat baris tanaman jagung yang berasal dari tongkol tanaman terpilih setelah penyerbukan sendiri.[9] Hal ini memungkinkan untuk mendapatkan galur inbrida yang bermacam-macam pada lahan yang terbatas.[9]

Referensi

sunting
  1. ^ Poehlman JM (1987). Breeding Field Crops. New York: Springer Science+Business Media, LCC. hlm. 30. ISBN 9789401572736. 
  2. ^ a b c Hallauer et. al (2010). Quantitative Genetics in Maize Breeding. New York: Springer Science+Business Media, LCC. hlm. 5. ISBN 9781441907660. 
  3. ^ Noel Kingsbury (2009). Hybrid: The History and Science of Plant Breeding. Chicago: The University of Chicago Press. hlm. 228. ISBN 9780226437040. 
  4. ^ Vanessa Sandra Windhausen (2013). "line development and hybrid evaluation (example maize)". Crop Science. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-04-07. Diakses tanggal 6 April 2014. 
  5. ^ R. W. Allard (1966). Principle of Plant Breeding. United States of America: John Wiley $ Sons, Inc. hlm. 264. 
  6. ^ Poehlman JM (1987). Breeding Field Crops. New York: Springer Science+Business Media, LCC. hlm. 237. ISBN 9789401572736. 
  7. ^ Noel Kingsbury (2009). Hybrid: The History and Science of Plant Breeding. Chicago: The University of Chicago Press. hlm. 227. ISBN 9780226437040. 
  8. ^ a b c Crow JF. "90 Years ago: The Beginning of Hybrid Maize" (PDF). 148. genetics. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2015-09-24. Diakses tanggal 5 April 2014. 
  9. ^ a b c d e f g h i j R. W. Allard (1966). Principle of Plant Breeding. United States of America: John Wiley $ Sons, Inc. hlm. 266-267.