Gadhul Basar
Bagian dari seri |
Islam |
---|
Gadhul Bashar (bahasa Arab: غض البصر, translit. Gadhd al-Bashar) adalah istilah dalam Islam yang berarti "menundukkan pandangan" atau "menjaga pandangan". Konsep ini menjadi bagian penting dalam ajaran Islam yang bertujuan untuk menjaga kesucian hati, perilaku, dan hubungan antar manusia. Gadhul Bashar tidak hanya berlaku bagi pria maupun wanita, tetapi juga menjadi pedoman bagi seluruh umat Muslim untuk menjaga pandangan mereka dari hal-hal yang diharamkan atau yang dapat memicu fitnah.[1][2]
Etimologi dan Definisi
suntingSecara linguistik, istilah Gadhul Bashar berasal dari dua kata Arab: gadda (غض), yang berarti menahan atau menundukkan, dan bashar (بصر), yang berarti pandangan atau penglihatan. Dalam konteks Islam, istilah ini merujuk pada kewajiban untuk menahan pandangan dari hal-hal yang dapat membawa dosa, seperti memandang lawan jenis dengan nafsu atau memperhatikan sesuatu yang tidak halal untuk dilihat.[3]
Ibnu Katsir, dalam tafsirnya, menyatakan bahwa Gadhul Bashar adalah menahan pandangan untuk tidak melihat hal-hal yang dapat menimbulkan dosa atau maksiat, serta menghindari pandangan yang sia-sia. Hal ini bertujuan untuk menjaga hati tetap bersih dan menghindari godaan yang berpotensi menjerumuskan ke dalam perilaku tercela.[3]
Dalil dalam Al-Qur'an dan Hadis
suntingPerintah untuk menjaga pandangan tercantum dalam beberapa ayat Al-Qur'an, salah satunya dalam Surah An-Nur ayat 30-31:[4][5]
"Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat."
— (QS. An-Nur: 30)
"Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat."
— (QS. An-Nur: 31)
Ayat ini menjelaskan bahwa kewajiban menundukkan pandangan berlaku bagi laki-laki maupun perempuan. Hal ini mencakup menjaga mata dari melihat yang bukan mahram, aurat, atau hal lain yang dilarang oleh syariat.
Dalil dalam Hadis
suntingNabi Islam Muhammad juga memberikan penekanan pada pentingnya menjaga pandangan. Dalam sebuah hadis dari Ibnu Mas'ud, Rasulullah bersabda:[6]
"Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu menikah, maka menikahlah! Karena sesungguhnya yang demikian itu dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Namun barangsiapa yang belum mampu untuk menikah, maka hendaklah ia berpuasa."
— (HR. Muttafaqun 'Alaih)
Hadis ini menunjukkan bahwa menjaga pandangan adalah bagian dari menjaga kesucian diri, dan pernikahan dianjurkan sebagai salah satu solusi untuk mengendalikan hawa nafsu.[7]
Salah satu hadis menyebutkan bahwa pandangan mata dapat menjadi awal dari perbuatan dosa, termasuk zina. Nabi Islam Muhammad bersabda:[8]
"Sesungguhnya Allah telah menetapkan atas diri anak keturunan Adam bagiannya dari zina, yang tidak dapat dihindari. Zina mata adalah dengan memandang (yang diharamkan), zina telinga adalah dengan mendengar (yang diharamkan), zina lisan adalah dengan berbicara (yang diharamkan), zina tangan adalah dengan menyentuh (yang diharamkan), zina kaki adalah dengan melangkah menuju tempat yang haram, dan hati berkeinginan serta berangan-angan. Kemaluanlah yang akan membenarkan atau mendustakan semuanya."
— (HR. Bukhari no. 6243 dan Muslim no. 2657)
Dalam hadis lain, Rasulullah bersabda:[8]
"Mata itu berzina, hati juga berzina. Zina mata adalah dengan melihat (yang diharamkan), dan zina hati adalah dengan membayangkan (pemicu syahwat yang terlarang). Sedangkan kemaluan membenarkan atau mendustakan semuanya."
— (HR. Ahmad no. 8356)
Para ulama memahami bahwa menundukkan pandangan adalah langkah awal untuk mencegah dosa-dosa lainnya, seperti zina hati dan zina fisik. Dalam konteks ini, Nabi Islam Muhammad memprioritaskan perintah menjaga pandangan sebelum menjaga kemaluan karena pandangan sering kali menjadi penyebab utama terjadinya dosa besar.[7]
Menundukkan pandangan dari perkara yang diharamkan merupakan perintah Allah yang berat, terutama di era modern dengan godaan yang semakin banyak. Namun, Allah telah menjanjikan pahala besar bagi hamba-Nya yang istiqamah menjalankan perintah ini. Nabi Islam Muhammad bersabda: [8]
"Memandang wanita adalah panah beracun dari berbagai macam panah iblis. Barangsiapa yang meninggalkannya karena takut kepada Allah, maka Allah akan memberi balasan iman kepadanya yang terasa manis di hatinya."
— (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak no. 7875)
Hadis ini menunjukkan bahwa menahan pandangan bukan hanya menjaga diri dari dosa, tetapi juga mendatangkan rasa keimanan yang mendalam dan manis dalam hati seorang mukmin. [7]
Nabi Islam Muhammad juga bersabda:[8]
"Jaminlah aku dengan enam perkara, dan aku akan menjamin kalian dengan surga: jujurlah (jangan berdusta) jika kalian berbicara; tepatilah jika kalian berjanji; tunaikanlah jika kalian dipercaya (jangan berkhianat); peliharalah kemaluan kalian; tahanlah pandangan kalian; dan tahanlah kedua tangan kalian."
— (HR. Ahmad no. 22757, dinilai hasan lighairihi oleh Syaikh Syu’aib Al-Arnauth)
Dari hadis ini, menjaga pandangan merupakan salah satu dari enam amalan utama yang dapat menjamin seseorang masuk surga. Perintah ini sejalan dengan perintah dalam Al-Qur'an untuk menjaga kesucian diri dengan menundukkan pandangan dan menghindari hal-hal yang diharamkan. Dengan demikian, menundukkan pandangan bukan hanya melindungi diri dari dosa, tetapi juga menjadi jalan untuk meraih keridhaan Allah, mendapatkan rasa keimanan yang mendalam, dan memperoleh jaminan surga.[9]
Pandangan
suntingMenurut para ulama, Gadhul Basar adalah salah satu aspek yang penting dalam bersosialisasi secara Islami. Dikatakan bahwa Gadhul Basar dapat menjaga kesucian hati, karena pandangan adalah pintu masuk pertama yang dapat memengaruhi hati. Para ulama beralasan bahwa dengan menjaga pandangan, seseorang dapat menghindari godaan dan memelihara kemurnian hatinya, serta dapat mencegah dari perbuatan maksiat seperti zina. Selain itu, para ulama juga bersepakat bahwa Gadhul Bashar membantu menjaga kehormatan diri dan orang lain dan menjadikan hubungan antar manusia menjadi lebih harmonis dan terhindar dari konflik yang disebabkan oleh pandangan yang tidak sopan.[10]
Para ulama Islam secara umum setuju bahwa Gadhul Bashar tidak hanya berlaku dalam hubungan antar lawan jenis, tetapi juga mencakup semua hal yang dapat mengalihkan perhatian seorang Muslim dari ibadah dan ketaatan kepada Allah.[11]
Lihat pula
suntingReferensi
sunting- ^ Ramadhani, Awalia. "Gaddul Bashar, Muslim Beriman Harus Menjaga Pandangannya". detikhikmah (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-11-17.
- ^ Hakim, M. Saifudin (2015-09-23). "Menundukkan Pandangan Mata". Muslim.or.id. Diakses tanggal 2024-11-17.
- ^ a b Saputri, Farista Intan; Muhajirin, Muhajirin; Nur, Sulaiman Mohammad (2023-12-16). "Ghaddhul Bashar dalam Perspektif Hadis". el-Sunnah: Jurnal Kajian Hadis dan Integrasi Ilmu. 4 (2): 153–163. doi:10.19109/elsunnah.v4i2.20905. ISSN 2809-1744.
- ^ "Tafsir Surat An-Nur Ayat 30". detikhikmah. Diakses tanggal 2024-11-17.
- ^ "Tafsir Surat An-Nur Ayat 31". detikhikmah. Diakses tanggal 2024-11-17.
- ^ Ramadhani, Awalia. "Gaddul Bashar, Muslim Beriman Harus Menjaga Pandangannya". detikhikmah (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-11-17.
- ^ a b c "Mengenal Gadhul Bashar, Salah Satu Cara Allah Melindungi Umat-Nya". Narasi Tv. Diakses tanggal 2024-11-17.
- ^ a b c d Hakim, M. Saifudin (2015-09-23). "Menundukkan Pandangan Mata". Muslim.or.id. Diakses tanggal 2024-11-17.
- ^ "Salah Satu Manfaat Ghadhul Bashar Adalah Menutup Pintu Neraka, Begini penjelasannya". SINDOnews Kalam. Diakses tanggal 2024-11-17.
- ^ Saputri, Farista Intan; Muhajirin, Muhajirin; Nur, Sulaiman Mohammad (2023-12-16). "Ghaddhul Bashar dalam Perspektif Hadis". el-Sunnah: Jurnal Kajian Hadis dan Integrasi Ilmu. 4 (2): 153–163. doi:10.19109/elsunnah.v4i2.20905. ISSN 2809-1744.
- ^ Saputri, Farista Intan; Muhajirin, Muhajirin; Nur, Sulaiman Mohammad (2023-12-16). "Ghaddhul Bashar dalam Perspektif Hadis". el-Sunnah: Jurnal Kajian Hadis dan Integrasi Ilmu. 4 (2): 153–163. doi:10.19109/elsunnah.v4i2.20905. ISSN 2809-1744.