Distrik Kuantan[1] adalah suatu daerah administratif yang terdiri dari sepuluh wilayah pemerintahan lokal di daerah Rantau Kuantan atau Kabupaten Kuantan Singingi saat ini. Distrik ini dibangun oleh Pemerintah Kolonial Belanda setelah terjadinya Perjanjian Pendek pada 21 Oktober 1905 atau pasca Perang Manggis. Keberadaan distrik ini dibuktikan oleh adanya bukti arsip No. 396 BG10/97 yang dikumpulkan oleh ANRI dengan nama De begrooting 1936 landschappen Indragiri en de Koentandistricten (Anggaran Tahun 1936 Lanskap Indragiri dan Distrik Koentan).[2]

Pusat pemerintahan Distrik Kuantan berada di kota Teluk Kuantan. Beberapa peninggalannya yang masih tersisa antara lain adalah gedung telegram yang berdekatan dengan Wisma Jalur (di tepian Sungai Kuantan) dan satu unit bangunan kantor pos yang terletak di belakang kantor Polsek Kuantan Tengah saat ini.

Dalam catatan Jan Willem Ijzerman, seorang petugas Pemerintah Kolonial Belanda yang diberikan misi untuk merancang rute transportasi pengangkutan batu bara di pedalaman Sumatera, menyebutkan bahwa Distrik Kuantan ditutupi hutan belantara yang lebat dan tidak mungkin untuk menarik batas-batasnya secara pasti. Akan tetapi, di sebelah utara, ada wilayah Lubuk Ambacang, Sumpur, Sungai Kandiek, Sarasak (Serosah), Gunung Balai dan Rambahan. Di arah timur terdapat Logas, Rantau Singingi, dan Tanah Darek serta Logas Pangean (Logas Tanah Darat). Ada perkiraan wilayah ini memiliki hubungan kekerabatan dengan wilayah Kampar Kiri. Sementara di bagian selatan, Distrik Kuantan berbatasan dengan Lubuk Jambi, Lubuk Ramo dan Indragiri. Lubuk Ramo adalah pemisah antara Distrik Kuantan dan Distrik Batanghari serta berada di bawah pengaruh Indragiri.[3]

Berkenaan dengan tata kelola pemerintahannya, Kolonial Belanda menunjuk 9 Urang Godang (pembesar) yang bergelar "Datuk" serta 1 orang raja di masing-masing wilayah dengan rincian sebagai berikut:

  1. Ompek Koto di Ateh (Empat Koto di Atas) yang meliputi Lubuk Ambacang, Sampurago, Sungai Pinang dan Serosah. Kesatuan negeri ini dipimpin oleh Datuk Paduko Rajo yang berkedudukan di Lubuk Ambacang.
  2. Lubuk Jambi Si Gajah Tunggal yang dipimpin oleh Datuk Habib yang berkedudukan di Lubuk Jambi.
  3. Tigo Koto di Lubuk Ramo (Tiga Koto di Lubuk Ramo) yang meliputi wilayah Lubuk Ramo, Pantai, dan Air Buluh dengan pemimpin bergelar Datuk Timbang Tali.
  4. Ompek Koto di Mudiak (Empat Koto di Mudik) yang meliputi daerah Gunung, Toar, Kresek dan Teluk Ingin (Teluk Beringin) di bawah pimpinan Datuk Bandaro.
  5. Limo Koto di Tongah (Lima Koto di Tengah) yang meliputi wilayah Kenegerian Kari, Teluk Kuantan, Siberakun, Simandolak, dan Sibuayo yang dipimpin oleh Datuk Bisai dengan kedudukan di Teluk Kuantan.
  6. Ulu Teso Tanah Darek yang diterajui oleh Datuk Rajo Ruhum.
  7. Tigo Koto di Hilir yang meliputi wilayah Pangean, Baserah, dan Inuman dengan pemimpin yang bergelar Datuk Dano Sekaro yang berkedudukan di negeri Inuman.
  8. Cerenti di bawah teraju Datuk Dano Puto yang berada di Koto Cerenti.
  9. Singingi yang dipimpin oleh Urang Godang Datuk Jalo Sutan dan Datuk Bandaro yang berkedudukan di Muara Lembu.
  10. Koto Rajo yang dipimpin oleh seorang raja.

Referensi

sunting
  1. ^ UU Hamidy, "Masyarakat Adat Kuantan Singingi", Cetakan Pertama, (Pekanbaru: UIR Press, 2000), hal. 21-20
  2. ^ Direktorat Pengolahan Arsip Deputi Bidang Konservasi Arsip, ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia, Inventaris Arsip: Departemen Van Binnelandsc Bestuur Seri Grote Bundel (Afdeelingen Mat, LBD, B, G en Anere Afdeelingen, (ANRI: Jakarta: 2022), hal. 120.
  3. ^ Syafrizaldi Jpang,, Dede Kunaifi, Pugar Belantara Kuansing: Dari Ekspedisi Jalur Kereta Api hingga Kisah Rehabilitasi Hutan dan Lahan, Cetakan Pertama, (Pekanbaru: Yayasan Hutanriau, 2021),hal. 3. ISBN: 978-623-98337-0-1.