Arsip Nasional Republik Indonesia

Arsip Nasional Republik Indonesia (disingkat ANRI) merupakan salah satu lembaga pemerintah nonkementerian yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No.7/1971 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang No. 43/2009 Tentang Kearsipan dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan di bidang kearsipan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Arsip Nasional
Republik Indonesia
ANRI
Gambaran umum
Didirikan
  • 28 Januari 1892 (Didirikan untuk pertama kalinya)
  • 18 Mei 1971 (UU No 7 tahun 1971 keluar dan ANRI memiliki landasan hukum)
  • 23 Oktober 2009 (UU No 43 Tahun 2009 disahkan dan memperbaharui UU no 7 tahun 1971)
Dasar hukum
Di bawah koordinasi
Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi
Kepala ANRI
Imam Gunarto (Plt.)
Sekretaris Utama
Rini Agustiani
Deputi
Deputi Bidang Pembinaan KearsipanDesi Pratiwi
Deputi Bidang Informasi dan Pengembangan Sistem KearsipanAndi Kasman
Deputi Bidang Konservasi ArsipKandar
Inspektur
Syaifuddin
Kantor pusat
Jl. Ampera Raya No. 7 Jakarta 12560
Situs web
www.anri.go.id
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

ANRI mempunyai tugas yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan saat ini, karena arsip sendiri memiliki fungsi yang sangat vital, yakni sebagai memori kolektif bangsa. Selain itu, ANRI juga berperan sebagai pembina Kearsipan Nasional sesuai dengan Pasal 8 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009.

Melalui arsip, dapat tergambar perjalanan sejarah bangsa dari masa ke masa. Memori kolektif tersebut adalah juga identitas dan harkat sebuah bangsa. Kesadaran akademis yang dilandasi oleh beban moral untuk menyelamatkan arsip sebagai bukti pertanggungjawaban nasional sekaligus sebagai warisan budaya bangsa, dapat menghindari hilangnya informasi sejarah perjalanan sebuah bangsa serta harkat sebagai bangsa yang berbudaya.

Profil

sunting

Kedudukan

sunting

Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden.

Melaksanakan tugas pemerintahan di bidang kearsipan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Fungsi

sunting
  • Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang kearsipan.
  • Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas lembaga.
  • Fasilitasi dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang kearsipan.
  • Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan, dan rumah tangga.

Kewenangan

sunting
  • Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang kearsipan.
  • Penetapan dan penyelenggaraan kearsipan nasional untuk mendukung pembangunan secara makro.
  • Penetapan sistem informasi di bidang kearsipan.
  • Kewenangan lain yang melekat dan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu:
    • Perumusan dan pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang kearsipan.
    • Penyelamatan dan pelestarian arsip serta pemanfaatan naskah sumber arsip.

Rencana Strategis

sunting

Untuk memberikan arah dan prioritas terhadap pelaksanaan pembangunan bidang kearsipan, maka ANRI membetuk Rencana Strategis.

Sejarah lembaga

sunting
 
Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) lama yang berlokasi di Jalan Gajah Mada

Landarchief (1892- 1942)

sunting

Lembaga kearsipan di Indonesia, seperti yang kita kenal sekarang ini, secara de facto sudah ada sejak 28 Januari 1892, ketika Pemerintah Hindia Belanda mendirikan Landarchief. Pada tanggal tersebut dikukuhkan pula jabatan landarchivaris yang bertanggungjawab memelihara arsip-arsip pada masa VOC hingga masa pemerintahan Hindia Belanda untuk kepentingan administrasi dan ilmu pengetahuan, serta membantu kelancaran pelaksanaan pemerintahan. Adapun landarchivaris pertama adalah Mr. Jacob Anne van der Chijs yang berlangsung hingga tahun 1905. Pengganti Mr. Jacob Anne van der Chijs adalah Dr. F. de Haan 1905-1922 yang hasil karya-karyanya banyak dipakai sebagai referensi bagi ahli-ahli sejarah Indonesia. Pengganti de Haan adalah E.C. Godee Molsbergen, yang menjabat dari tahun 1922-1937. Pejabat landarchivaris yang terakhir pada masa Pemerintahan Hindia Belanda adalah Dr. Frans Rijndert Johan Verhoeven dari 1937-1942.

Pada masa pergerakan nasionalisme kebangsaan di Indonesia, terutama pada tahun 1926-1929, Pemerintah Hindia Belanda berusaha menangkis dan menolak tuntutan Indonesia Merdeka. Dalam rangka penolakan tersebut, Landarchief mendapat tugas khusus, yaitu: ikut serta secara aktif dalam pekerjaan ilmiah untuk penulisan sejarah Hindia Belanda, serta mengawasi dan mengamankan peninggalan-peninggalan orang Belanda. Pada tahun 1940-1942, pemerintah Hindia Belanda menerbitkan Arschief Ordonantie yang bertujuan menjamin keselamatan arsip-arsip pemerintah Hindia Belanda, yang isinya antara lain:

  • Semua arsip-arsip pemerintah adalah hak milik tunggal pemerintah.
  • Batas arsip baru adalah 40 tahun.
  • Arsip-arsip yang melampaui masa usia 40 tahun diperlakukan secara khusus menurut peraturan-peraturan tertentu diserahkan kepada Algemeen Landarchief di Batavia (Jakarta).

Kōbunshokan (公文書館) (1942-1945)

sunting

Masa pendudukan Jepang merupakan masa yang sepi dalam dunia kearsipan, karena pada masa itu hampir tidak mewariskan peninggalan arsip. Oleh karena itu, Arsip Nasional RI tidak memiliki khasanah arsip pada masa pendudukan Jepang. Lembaga Kearsipan yang pada masa Hindia Belanda bernama Landarchief, pada masa pendudukan Jepang berganti dengan istilah Kobunsjokan (Kōbunshokan (公文書館)) yang ditempatkan di bawah Bunkyokyoku (文教局). Sebagaimana pegawai-pegawai Belanda lainnya, sebagian pegawai Landarchief pun dimasukkan kamp tawanan Jepang. Meskipun demikian, pada masa tersebut posisi Landarchief sangat penting bagi orang-orang Belanda yang ingin mendapatkan keterangan asal usul keturunannya. Keterangan dari arsip tersebut diperlukan untuk membebaskan diri dari tawanan Jepang, jika mereka dapat menunjukkan bukti turunan orang Indonesia meski bukan dari hasil pernikahan.

Arsip Negeri (1945-1947)

sunting

Secara yuridis, keberadaan lembaga kearsipan Indonesia dimulai sejak diproklamasikan kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Namun tidak dimungkiri, bahwa keberadaan dan perkembangan Arsip Nasional RI merupakan hasil dari pengalaman kegiatan dan organisasi kearsipan pada masa pemerintah Kolonial Belanda (landarchief) dan produk-produk kearsipannya. Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, lembaga kearsipan (landarchief) diambil alih oleh pemerintah RI dan ditempatkan dalam lingkungan Kementerian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, dan diberi nama Arsip Negeri. Keberadaan Arsip Negeri ini berlangsung sampai pertengahan tahun 1947 ketika pemerintah NICA datang ke Indonesia.

Landsarchief (1947-1949)

sunting

Sejak Belanda melancarkan agresi militer yang pertama dan berhasil menduduki wilayah Indonesia pada tahun 1947, keberadaan Arsip Negeri diambil alih kembali oleh pemerintah Belanda. Nama lembaga Arsip Negeri berganti lagi menjadi landsarchief kembali. Sebagai pimpinan landsarchief adalah Prof.W. Ph. Coolhaas yang menjabat hingga berdirinya Republik Indonesia Serikat (RIS) dan diakuinya kedaulatan Pemerintah Republik Indonesia oleh Belanda pada akhir tahun 1949. Setelah itu lembaga kearsipan kembali ke tangan Pemerintah Republik Indonesia.

Arsip Negara (1950-1959)

sunting

Setelah Konferensi Meja Bundar tanggal 27 Desember 1949, Pemerintah Belanda melaksanakan pengembalian kedaulatan kepada Pemerintah Republik Indonesia, termasuk pengembalian lembaga-lembaga pemerintah. Sebagaimana tahun 1945-1947, landsarchief ditempatkan kembali di bawah Kementerian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (PP dan K). Pada masa pengambilalihan Landsarchief oleh pemerintah Republik Indonesia Serikat, masih diusahakan konsepsi asli tentang statusnya sebagai Arsip Negeri RIS. Hal tersebut dimaksudkan agar arsip-arsip pemerintah pusat dapat disalurkan ke Arsip Negeri RIS. Namun konsep Arsip Negeri itu tidak bertahan lama. Pada tanggal 26 April 1950 melalui SK Menteri PP dan K nomor 9052/B, nama Arsip Negeri berubah menjadi Arsip Negara RIS. Sedangkan sebagai pimpinan lembaga Arsip Negara tersebut adalah Prof. R. Soekanto. Prof. R. Soekanto merupakan orang asli Indonesia yang pertama kalinya memimpin lembaga kearsipan Indonesia. Kepemimpinan Prof. R. Soekanto berlangsung selama enam tahun hingga tahun 1957. Sebagai penggantinya adalah Drs. R. Mohammad Ali, seorang sejarawan yang menulis buku Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia. Pergantian ini merupakan awal perubahan dasar dalam kepemimpinan di Arsip Negara, karena untuk pertama kalinya istilah Kepala Arsip Negara dipakai untuk jabatan tersebut. Nama Arsip Negara secara resmi dipakai hingga tahun 1959.

Arsip Nasional (1959-1967)

sunting

Pada masa kepemimpinan Drs. R. Mohammad Ali, diupayakan berbagai usaha untuk meningkatkan peran dan status lembaga Arsip Negara. Langkah pertama yang diambil adalah memasukkan Arsip Nagara dalam Lembaga Sejarah pada Kementerian PP dan K. Perubahan itu ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri nomor 130433/5, tanggal 24 Desember 1957. Berdasarkan SK menteri PP dan K nomor 69626/a/s nama Arsip Negara berganti menjadi Arsip Nasional. Perubahan ini berlaku surut semenjak 1 Januari 1959.

Perubahan kelembagaan Arsip Nasional tidak berhenti sampai disitu. Berdasarkan Keputusan Presiden RI nomor 215 tanggal 16 Mei 1961, penyelenggaraan segala urusan Arsip Nasional dipindahkan ke Kementerian Pertama RI, termasuk wewenang, tugas dan kewajiban, perlengkapan materiil dan personalia, serta hak-hak dan kewajiban keuangan, dan lain-lain. Tugas dan fungsi Arsip Nasional mengalami perluasan, sejak keluarnya Peraturan Presiden nomor 19 tanggal 26 Desember 1961 tentang Pokok-Pokok Kearsipan Nasional. Berdasarkan keputusan presiden tersebut, tugas dan fungsi Arsip Nasional tidak hanya menyelenggarakan kearsipan statis saja, akan tetapi juga terlibat dalam penyelenggaraan kearsipan baru (dinamis).

Berdasarkan Keputusan Presiden RI No.188 tahun 1962, Arsip Nasional RI ditempatkan di bawah Wakil Menteri Pertama Bidang Khusus. Penempatan Arsip Nasional di Bidang Khusus dimaksudkan supaya arsip lebih diperhatikan, karena bidang ini khusus diperuntukkan bagi tujuan penelitian sejarah.

Pada tahun 1964, nama Kemeterian Pertama Bidang Khusus berganti menjadi Kementerian Kompartimen Hubungan dengan Rakyat (Menko Hubra). Perubahan tersebut disesuaikan dengan tugas dan fungsinya dalam mengkoordinasi kementerian-kementerian negara. Dengan bergantinya nama kementerian tersebut, otomatis Arsip Nasional berada di bawah kementerian yang baru tersebut. Di bawah kementerian ini, Arsip Nasional mendapat tugas untuk melakukan pembinaan arsip. Namun, perubahan tersebut tidak memengaruhi tugas dan fungsi Arsip Nasional sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Presiden No.19 tahun1961. Berdasarkan Keputusan Wakil Perdana Menteri No.08/WPM/BLLP/KPT/1966, Arsip Nasional ditempatkan di bawah Waperdam RI bidang Lembaga-Lembaga Politik. Namun, secara fungsional, Arsip Nasional tetap memusatkan kegiatan-kegiatan ilmiah dan kesejarahan.

Arsip Nasional RI (1967- sekarang)

sunting

Tahun 1967 merupakan suatu periode yang sangat penting bagi Arsip Nasional, karena berdasarkan Keputusan Presiden 228/1967 tanggal 2 Desember 1967, Arsip Nasional ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Sementara anggaran pembelanjaannya dibebankan kepada anggaran Sekretariat Negara.

Penetapan Arsip Nasional sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen diperkuat melalui Surat Pimpinan MPRS No. A.9/1/24/MPRS/1967 yang menegaskan bahwa Arsip Nasional sebagai aparat teknis pemerintah tidak bertentangan dengan UUD 1945, bahkan merupakan penyempurnaan pekerjaan di bawah Presidium Kabinet. Dengan status baru tersebut, maka pada tahun 1968 Arsip Nasional berusaha menyusun pengajuan sebagai berikut;

  • Mengajukan usulan perubahan Arsip Nasional menjadi Arsip Nasional RI.
  • Mengajukan usulan perubahan Peraturan Presiden No.19/1961 menjadi Undang-Undang tentang Pokok-Pokok Kearsipan.

Usulan-usulan tersebut hingga masa berakhirnya kepemimpinan Drs.R. Mohammad Ali (1970) belum terlaksana. Oleh karena itu, Dra. Sumartini, yang merupakan wanita pertama yang menjabat sebagai kepala Arsip Nasional, berjuang untuk melanjutkan cita-cita pemimpin sebelumnya. Atas usaha-usaha dia dan dukungan Menteri Sekretaris Negara Sudharmono, S.H., cita-cita dalam memajukan Arsip Nasional tercapai dengan keluarnya Undang-Undang No.7/1971, yang kemudian dikenal dengan Undang-Undang tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsipan. Tiga tahun kemudian, Keputusan Presiden No.26 Tahun 1974 secara tegas menyatakan bahwa Arsip Nasional diubah menjadi Arsip Nasional Republik Indonesia yang berkedudukan di Ibu kota RI dan langsung bertanggung jawab kepada Presiden. Dengan keputusan tersebut, Arsip Nasional RI disahkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen secara yuridis.

Kebijakan ke arah pemikiran untuk penyempurnaan tugas dan fungsi Arsip Nasional RI diwujudkan pada masa kepemimpinan Dr. Noerhadi Magetsari, yang menggantikan Dra. Soemartini sebagai kepala Arsip Nasional tahun 1991 hingga tahun 1998. Pada masa kepemimpinannya, Arsip Nasional RI mengalami perubahan struktur organisasi yang baru dengan Keputusan Presiden RI nomor 92 tahun 1993 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Arsip Nasional RI. Berdasarkan Keppres tersebut, Arsip Nasional RI disingkat dengan ANRI. Perubahan yang cukup mencolok adalah pengembangan struktur organisasi dengan adanya Deputi Pembinaan dan Deputi Konservasi, Pembentukan Unit Pelaksana Teknis dan penggunaan istilah untuk Perwakilan Arsip Nasional RI di Daerah TK I menjadi Arsip Nasional Wilayah. Seiring dengan pengembangan struktur organisasi tersebut, ANRI juga mengembangkan sumber daya manusia di bidang kearsipan; yakni merekrut pegawai baru sebagai arsiparis. Oleh karena itu, jumlah arsiparis ANRI meningkat drastis pada masa tersebut. Puncaknya adalah tahun 1995-1996 dengan jumlah arsiparis di ANRI Pusat mencapai 137 orang. Kepemimpinan Dr. Noerhadi Magetsari sebagai kepala Arsip Nasional RI berlangsung hingga tahun 1998. Penggantinya adalah Dr. Moekhlis Paeni (mantan Deputi Konservasi ANRI dan mantan Kepala ANRI Wilayah Ujung Pandang).

Pada masa kepemimpinan Dr. Moekhlis Paeni, dia melanjutkan kebijakan kepemimpinan sebelumnya. Dalam rangka meningkatkan wujud sistem kearsipan nasional yang andal, dia mencanangkan visi ANRI, yakni menjadikan arsip sebagai simpul pemersatu bangsa. Seiring dengan perkembangan politik dan pemerintahan pada era reformasi, serta dalam rangka efektivitas dan efisiensi, presiden melalui Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2001 mengatur kedudukan, tugas dan fungsi, susunan organisasi dan tatakerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. Sehubungan dengan hal tersebut, struktur organisasi ANRI pun disesuaikan dengan keputusan presiden tersebut.

Sejak dilantiknya Drs. Oman Syahroni, M.Si. Tanggal 3 Juni 2003 melalui Keputusan Presiden Nomor 74/M/2003 yang Menggantikan Dr. Mukhlis Paeni, Arsip Nasional Republik Indonesia mengembangkan Program Sistem Pengelolaan Arsip Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (SiPATI), yaitu aplikasi pengelolaan arsip dinamis secara elektronik sesuai dengan trend perkembangan globalisasi informasi di mana hampir seluruh unit di kantor pemerintah maupun swasta telah menggunakan perangkat komputer. SiPATI ini telah diaplikasikan di beberapa instansi pemerintah pusat.

Pada tanggal 6 Juli 2004, Drs. Djoko Utomo, MA dilantik menjadi Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 87/M/2004, tanggal 21 Juni 2004. Pada masa kepemimpinan Djoko Utomo, sebagai Kepala ANRI yang dibesarkan di lingkungan ANRI berusaha mewujudkan Visi dan Misi ANRI dengan berbagai program yang benar-benar disesuaikan dengan perkembangan globalisasi dan kebutuhan yang ada di lingkungan ANRI. Gedung layanan publik yang berada paling depan yang merupakan ujung tombak layanan masyarakat direnovasi sedemikian rupa sehingga menimbulkan kenyamanan bagi pengunjung yang datang. Kerja sama nasional dan internasional digiatkan dalam rangka memajukan dunia kearsipan termasuk kerja sama dalam rangka pengiriman pegawai ANRI untuk belajar di luar negeri.

Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) tidak hanya dilakukan di luar negeri saja, tetapi dilakukan juga di ANRI, yaitu dengan memberikan kursus-kursus yang dapat meningkatkan pengetahuan pegawai sehingga bisa memberikan pengabdian terbaik kepada masyarakat sesuai dengan tugas dan fungsi ANRI. Pengolahan dan pemeliharaan arsip-arsip statis tetap dilaksanakan dan ditingkatkan sambil terus mendorong dilaksanakannya program-program lain, seperti program Citra Daerah, Citra Nusantara, maupun program lainnya seperti program Sistem Informasi Jaringan Kearsipan Nasional. Syiar lembaga ANRI dan kearsipan pun terus dilakukan terutama melalui media, baik cetak maupun elektronik. Dengan demikian, diharapkan masyarakat mengetahui tugas dan fungsi ANRI yang pada akhirnya nanti akan menimbulkan kesadaran masyarakat untuk memelihara arsipnya.

Daftar Pimpinan

sunting

Kepala

sunting

Daftar kepala Arsip Nasional Republik Indonesia dari masa ke masa adalah sebagai berikut:

Nama Awal masa jabatan Akhir masa jabatan Keterangan
Dr. R. Soekanto 1951 1957
Drs. R. Mohammad Ali 1957 1970
Dra. Soemartini 1971 1992
Dr. Noerhadi Magetsari 1992 1998
Dr. Mukhlis Paeni 1998 2003
Drs. Oman Sachroni, M.Si. 2003 2004
Drs. Djoko Utomo, M.A. 2004 2009
M. Asichin, S.H. 2010 2013
Dr. Mustari Irawan, MPA 2013 2019
Imam Gunarto 2019 sekarang
  • Sekretaris Utama: Rini Agustiani
  • Biro Perencanaan dan Humas
  • Biro Organisasi Kepegawaian, dan Hukum
  • Biro Umum
  • Deputi Bidang Pembinaan Kearsipan: Desi Pratiwi
  • Direktorat SDM dan Sertifikasi
  • Direktorat Kearsipan Pusat
  • Direktorat Kearsipan Daerah I
  • Direktorat Kearsipan Daerah II
  • Deputi Bidang Konservasi Arsip: Kandar.
  • Direktorat Akuisisi
  • Direktorat Pengolahan
  • Direktorat Preservasi
  • Direktorat Pemanfaatan
  • Deputi Bidang Informasi dan Pengembangan Sistem Kearsipan: Andi Kasman
  • Pusat Pengkajian dan Pengembangan Sistem Kearsipan
  • Pusat Sistem dan Jaringan Informasi Kearsipan Nasional
  • Pusat Data dan Informasi

Sistem Informasi Kearsipan Dinamis Terintegrasi

sunting

Sistem Informasi Kearsipan Dinamis Terintegrasi (SRIKANDI) adalah aplikasi umum pertama yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 679 Tahun 2020 tentang Aplikasi Umum Bidang Kearsipan Dinamis

Galeri

sunting

Pranala luar

sunting

Referensi

sunting