Diplomasi ulang alik
Dalam diplomasi dan hubungan internasional, diplomasi ulang alik (shuttle diplomacy) adalah keterlibatan pihak luar selaku penengah antara pihak-pihak yang berselisih. Para pihak berselisih tidak melakukan kontak langsung dalam diplomasi ini. Awalnya dan biasanya, proses diplomasi jenis ini melibatkan perjalanan ("ulang alik") oleh si penengah dari lokasi satu pihak ke lokasi pihak yang lain.
Istilah ini pertama kali dipakai untuk menyebut upaya Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Henry Kissinger pada 5 November 1973[1] yang ikut membantu pengakhiran konflik bersenjata pasca-Perang Yom Kippur.
Para negosiator sering menggunakan diplomasi ulang alik jika satu atau kedua pihak menolak mengakui keberadaan satu sama lain sebelum negosiasi yang disepakati bersama.
Mediator juga sering menggunakan istilah "diplomasi ulang alik".[2]
Contoh
suntingKissinger terus berpartisipasi dalam diplomasi ulang alik di Timur Tengah pada masa pemerintahan Nixon dan Ford (1969–1977). Hasilnya adalah Perjanjian Interim Sinai (1975) dan kesepakatan Dataran Tinggi Golan antara Israel dan Suriah (1974).[3] Pemakaian istilah ini semakin meluas ketika Kissinger menjadi Menteri Luar Negeri.
Turki juga pernah melakukan diplomasi ulang alik yang kadang-kadang melibatkan Israel. Turki adalah sekutu terdekat Israel di dunia Muslim. Sejumlah negara Arab (terutama Suriah yang berbatasan langsung dengan Turki dan Israel) memanfaatkan Turki yang mayoritas penduduknya Muslim sebagai pihak penengah.[4] Diplomasi jenis ini juga pernah dilakukan oleh Rusia dan Georgia pada tahun 2008.[5]
Dialog dekat
suntingDialog dekat (proximity talk) mirip dengan diplomasi ulang alik, karena sama-sama merupakan negosiasi tidak langsung ketika kedua pihak tidak bertatap muka dan hanya berkomunikasi melalui mediatornya yang pergi bolak-balik menyampaikan proposal dan penolakannya. Mediator dalam diplomasi ulang alik pergi bolak-balik dari ibu kota negara satu ke ibu kota negara lain, sedangkan dalam dialog dekat kedua pihak setuju menempatkan mediator berdekatan dengan mereka (misalnya tinggal di dua hotel di kota yang sama). Kedekatan ini membantu kerja si mediator dan memperpendek waktu tempuh untuk pergi bolak-balik.
Kasus terbaru yang melibatkan dialog dekat adalah pertukaran tahanan antara Israel dan Hamas pada Oktober 2011 menjelang berakhirnya lima tahun negosiasi tidak langsung. Seperti yang dibahas oleh media Israel, para negosiator Israel dan Hamas sempat beberapa kali menetap di Kairo, berdekatan satu sama lain, tetapi secara resmi menolak berbicara dengan satu sama lain. Mediator Mesir dan Jerman pergi bolak-balik dari kamar Israel ke kamar Hamas menyampaikan tawaran sekaligus penolakannya sampai tercapai suatu perjanjian antara pihak Israel dan Palestina tanpa perlu bertatap muka satu sama lain.
Lihat pula
suntingReferensi
sunting- ^ George Lenczowski, American Presidents and the Middle East, (Duke University Press: 1990), p. 131
- ^ For example:
Margulies, Robert E. (2002). "How to Win in Mediation" (PDF). New Jersey Lawyer. hlm. 53–54. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2011-07-14. Diakses tanggal 2010-03-21.
After the opening session, the parties usually break into caucus groups, and the mediator utilizes shuttle diplomacy between the groups in order to identify interests and positions of the parties and help them create solutions.
- ^
Dhanani, Gulshan (1982-05-15). "Israeli Withdrawal from Sinai". Economic and Political Weekly. Economic and Political Weekly. 17 (20): 821–822. JSTOR 4370919.
The high points in Kissinger's shuttle diplomacy were:[...] (2) May 1974; the Syrian and the Israeli armies agree to the Golan Heights disengagement
- ^ http://www.naharnet.com/domino/tn/NewsDesk.nsf/getstory?openform&D64E33E506104D43C22575330051DFC0
- ^ "Turkey's Erdogan in shuttle diplomacy in Caucasus". Reuters. 2008-08-13.