Sri Jayawarsa merupakan seorang raja yang memiliki kerajaan (kekuasaan) otonom yang terletak di sekitar wilayah Madiun dan Ponorogo, Jawa Timur. Nama gelar abhisekanya ialah Sri Maharaja Jayawarsa Digjaya Sastraprabhu.

Tidak diketahui dengan pasti kapan Sri Jayawarsa naik takhta. Peninggalan sejarahnya yang ditemukan adalah Prasasti Mruwak tahun 1108 (1186 M) Saka di Desa Mruwak Dagangan, Kabupaten Madiun berisi penetapan Desa Mruwak sebagai desa sima dan Prasasti Pamotoh di Desa Sirah Kencong, Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar tahun saka 1120 (1198 M) dan Prasasti Sirah Keting di Desa Sirah Keting, Ponorogo tahun 1126 Saka (1204 M), yang berisi pengesahan Desa Marjaya sebagai tanah perdikan atau sima swatantra.

Dalam Prasasti Sirah Keting lebih berani dalam menyebut gelar rajanya, yaitu dengan nama Sri Jayawarsa Digjaya Sasastraprabhu, Sri jayawarsa juga menyebutkan dirinya sebagai anak-cucu dari Sang Apanji Wijayamertawarddhana yang kemudian bergelar abhiseka sebagai Sri Isana Dharmawangsa Teguh Anantawikramottunggadewa. Jika melihat gelarnya yang mengandung unsur Iśāna Dharmawangsa Teguh adalah keturunan dari Mpu Sindok. Keterangan terkait Dharmawangsa Teguh mulai muncul dalam dasawarsa terakhir dari abad ke-10 Masehi dengan pusat kerajaan ada di sebelah utara Maospati, Kabupaten Madiun, Jawa timur (sekarang). Beberapa prasasti juga menyebutkan bahwa Raja Airlangga menyebut dirinya masih anggota keluarga dari Raja Dharmawangsa Teguh.

Dalam Prasasti Sirah Keting juga disebutkan adanya dampa blaḥ karajyan yang diartikan ‘pembagian tahta kerajaan’. Dengan demikian bila Śri Jayawarsa Digwijaya Śastraprabhu memperoleh tahta dari buyutnya, kerajaannya terpisah dari Kerajaan Kadiri, itu berarti buyut Śri Jayawarsa Digwijaya Śastraprabhu adalah anak-cucu satu-satunya dari Dharmawangsa Teguh dan itulah sebabnya kekuasaan Sri Jayawarsa Digwijaya Śastraprabhu terpisah dari Kadiri. Kekuasaan Śrī Jaya Prabhu atau Sri Jayawarsa Digwijaya Śastraprabhu ini semasa dengan Śrī Kameswara Triwikramāwatāra Aniwaryyawiryya Parākrama Digjayotungga Dewa yang merupakan raja dari Kerajaan Kadiri, terlepas dari kekuasaan Kadiri dan memiliki kerajaan (kekuasaan) otonom, yaitu terletak di wilayah sekitar Madiun dan Ponorogo, Jawa Timur (sekarang) meskipun kekuasaannya tidak sebesar Kerajaan Kadiri.

Nama Sri Jayawarsa juga di tulis dalam Kakawin Kresnayana dan Kakawin Sumanasantaaka. Mpu Triguna dalam epilog Kresnayana menjelaskan hubungannya dengan Sri Jayawarsa di umpamakan sebagai Mpu Kanwa dan Airlangga. Sedangkan Mpu Monaguna mempersembahkan Kakawin Sumanasantaka sebagai air suci berwujud puisi di bawah kaki raja.

Referensi

sunting

1. http://satriotomo-gombal.blogspot.com/2015/11/prasasti-mruwak-dan-peradaban-purbakala.html?m=1

Kepustakaan

sunting
  • Poesponegoro, M.D., Notosusanto, N. (editor utama). Sejarah Nasional Indonesia. Edisi ke-4. Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka, 1990
  • Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara