Daur ulang kaca adalah proses daur ulang dari limbah kaca menjadi produk lain yang bisa digunakan. Limbah kaca dihancurkan sampai pada bentuk yang bisa dialihrupa dan dinamakan sebagai cullet.[1]

Toples dan botol kaca yang dikumpulkan dan siap didaur ulang

Terdapat 2 tipe cullet yakni internal dan eksternal. Cullet internal merupakan produk yang tidak rilis selama proses produksi produk kaca seperti halnya kain perca pada produksi tekstil. Sedangkan cullet eksternal adalah limbah kaca yang memang dikumpulkan dengan tujuan untuk daur ulang. Jadi, kalau disebut limbah kaca, maka mengacu pada cullet eksternal, kecuali ada penjelasan lain.

Untuk dapat didaur ulang, limbah kaca harus dimurnikan dan dibersihkan dari kontaminasi. Kemudian, tergantung dari produk akhir yang diinginkan maupun kemampuan produksi, ada kemungkinan dilakukan pemisahan pada warna-warna yang berbeda. Seperti diketahui banyak warna kemasan kaca, dengan hijau dan amber sebagai warna populer. Warna amber merupakan warna digunakan dalam produk obat berkaitan dengan kualitas bahan obat-obatan, dimana beberapa obat cenderung tidak tahan cahaya.[2]

Pecahan kaca berwarna amber dari pabrik pengolahan

Warna kaca mempengaruhi proses daur ulang, dimana kaca berwarna hijau dapat menggunakan 95% kaca daur ulang. Sementara kaca bening atau 'kaca batu' hanya mengizinkan hingga 60% kaca daur ulang.[3]

Pemisahan warna umumnya dilakukan pada daur ulang kaca untuk produk kaca lagi, atau dari botol jadi botol lagi. Jika tidak, maka pemisahan warna tidaklah terlalu diperlukan. Patut dicatat juga bahwa ada kaca tahan panas, yang dikenal dengan kaca borosilikat atau merk Pyrex, tidak dapat digabungkan dalam pengolahan kembali karena dapat merusak proses daur ulang karena ketahanan yang berbeda.

Pada akhir 1970-an, daur ulang kaca belum menarik minat publik,[4] namun belakangan sudah mulai meningkat seiring meningkatnya kepedulian sebagian kalangan pada pencemaran lingkungan.

Pemrosesan dari Cullet

sunting

Pertama-tama, diperlukan pemisahan kontaminasi kaca, antara lain:

  • Bahan organik: kertas, plastik, tutup botol
  • Bahan inorganik: batu, keramik, porselen
  • Metal: bahan-bahan besi yang terkait
  • Kaca Tahan Panas

Beberapa benda seperti batu atau keramik akan lebur pada titik yang lebih tinggi dibandingkan kaca, sehingga sebelum nantinya menjadi tercampur dan merusak kualitas kaca daur ulang yang akan dibentuk, jadi akan lebih baik jika disingkirkan. Pada pabrik dengan fasilitas modern, sistem pengering dan mesin sortasi optik sering digunakan. Ukuran bahan dan tingkat kontaminasi adalah hal penting untuk efisiensi kerja dari mesin sortasi otomatis tersebut.

Daur ulang kaca

sunting

Daur ulang kaca menjadi kaca

sunting

Ada alasan utama bahwa daur ulang kaca lebih disukai oleh industri, yakni karena lebih hemat energi.[5] Energi yang dibutuhkan untuk melelehkan material kaca daur ulang lebih kecil daripada harus membuat kaca baru dari silika (SiO2), natrium bikarbonat (Na2CO3) dan kalsium karbonat (CaCO3). Diperlukan 2.671 Giga Joule/ton untuk pembuatan kaca baru dengan daur ulang kaca hanya butuh 1.886 Giga Joule/ton.

Aturan umumnya, setiap 10% penggunaan cullet pada poses, maka energi yang dihemat sampai 2-3% dengan maksimal potensi energi yang dihemat secara teoretis mencapai 30%. Setiap 1 ton limbah kaca yang didaur ulang dapat mengurangi hingga 315 kg karbon dioksida yang dilepaskan ke atmosfer dalam proses pembuatan kaca baru.

Selain itu, kaca hasil daur ulang cenderung tidak memiliki perbedaan kualitas dengan kaca yang baru.[6] Sehingga di tengah peningkatan kepedulian lingkungan, produk kaca kembali dilirik dikarenakan faktor ini.

Daur ulang menjadi produk lain

sunting

Penggunaan kaca daur ulang sebagai agregat pada beton mulai populer karena mampu meningkatkan estetika dari beton dan bahkan meningkatkan kekuatan pada jangka panjang termasuk insulasi panas yang lebih baik.[7] Selain diubah menjadi campuran beton, daur ulang kaca juga bisa digunakan untuk beberapa kegunaan lain seperti produk keramik sanitasi[8] dan media filtrasi air.[9]

Potensi daur ulang kaca

sunting

Secara internasional, potensi bisnis dalam bidang daur ulang kaca diperkirakan akan mencapai $ 4,4 miliar pada 2025 mendatang, bahkan di Swedia, pasar kaca daur ulang diperkirakan akan mampu menghasilkan keuntungan hingga $ 6,9 milar pada 2025 sesudah pemerintah menyediakan berbagai subsidi untuk mendorong daur ulang kaca. Avfall Sverige, sebuah asosiasi daur ulang dan limbah di Swedia menyebutkan bahwa Swedia punya target bebas sampah pada akhir 2020.[10]

Industri minuman beralkohol mengambil peran penting dalam daur ulang produk ini karena mereka merupakan pemasok sekaligus pengguna akhir terbesar produk kaca secara internasional. Demikian pula dengan industri obat-obatan sirup.[11]

Daur ulang kaca di berbagai negara

sunting

Di Eropa, rata-rata tingkat daur ulang kaca adalah 76%, lebih tinggi dibandingkan tingkat daur ulang kemasan plastik 41% dan kemasan kayu 31%. Inggris memiliki tingkat daur ulang rata-rata 76%, sedangkan angka AS adalah 31,3% pada 2018.[3]

Sebuah perusahaan di New Orleans, mendaur ulang kaca menjadi pasir yang dapat digunakan untuk restorasi pantai dan bantuan bencana.[3]

Pengaruh terhadap lingkungan

sunting

Kaca yang tidak didaur ulang namun dihancurkan cenderung menurunkan volume sampah kaca di tempat pembuangan akhir seperti Bantargebang. Meskipun ada kecenderungan sampah tersebut akan membahayakan.

Kemungkinan kaca mencemari lingkungan lebih kecil dibandingkan plastik. Hal ini dikarenakan kaca terbuat dari silika yang merupakan bahan alami dan membentuk 59% kerak bumi. Sifatnya sebagai senyawa alami tidak mengakibatkan degradasi lingkungan. Namun, kaca tetap memiliki jejak ekologi yang lebih tinggi daripada plastik dan bahan wadah botol lainnya termasuk karton minuman dan kaleng aluminium.[3]

Bahan mentah untuk membuat kaca juga melepaskan gas rumah kaca CO2 sebanyak 60 megaton/tahun selama proses peleburan dan menambah jejak ekologisnya. Selain itu, penambangan pasir silika sebagai bahan utama botol kaca dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan, mulai dari kerusakan lahan hingga hilangnya keanekaragaman hayati.[3]

Lihat juga

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ "Glass Recycling Facts | Glass Packaging Institute". www.gpi.org. Diakses tanggal 2019-11-12. 
  2. ^ "Bottle Colors Page". sha.org. Diakses tanggal 2023-09-16. 
  3. ^ a b c d e "Kaca atau plastik: Mana yang lebih ramah lingkungan?". BBC News Indonesia. 2023-05-12. Diakses tanggal 2023-09-16. 
  4. ^ Cook, R. F. (1978-01-01). "The collection and recycling of waste glass (cullet) in glass container manufacture". Conservation & Recycling. 2 (1): 59–69. doi:10.1016/0361-3658(78)90029-2. ISSN 0361-3658. 
  5. ^ "Glass Recycling Facts | Glass Packaging Institute". www.gpi.org. Diakses tanggal 2019-11-12. 
  6. ^ "Glass Recycling | SWARCO". www.swarco.com. Diakses tanggal 2019-11-12. 
  7. ^ Harrison, Edward; Berenjian, Aydin (2020). "Recycling of waste glass as aggregate in cement-based materials". Elsevier. 4. doi:10.1016/j.ese.2020.100064. 
  8. ^ Andreola, Fernanda (2016). "Recycling of industrial wastes in ceramic manufacturing: State of art and glass case studies". Ceramics International. 42 (12). doi:10.1016/j.ceramint.2016.05.205. 
  9. ^ Said, M.A.N. (2014). "UJI KINERJA KOMPOSIT BERPORI DENGAN BAHAN DASAR LIMBAH KACA (CULT) SEBAGAI FILTER AIR SUNGAI". Unnes Physics Journal. 3 (1). 
  10. ^ "'Robust' glass recycling market has bright future • Recycling International". Recycling International (dalam bahasa Inggris). 2018-07-12. Diakses tanggal 2019-11-12. 
  11. ^ Ruiz, Angelina (2019-08-13). "It's Time for Glass Again — Can We End Beverage Industry's Use of Plastic?". Waste Advantage Magazine (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-09-16.