Datuk Makhudum Sati

Datuk Makhudum Sati adalah salah seorang pemimpin dari kelompok perantau Minangkabau di wilayah pantai barat Aceh pada abad ke-18, yang pada awalnya dipercaya sebagai penjaga keamanan istana dan kemudian diberi kekuasaan sebagai Uleebalang VI Mukim secara turun temurun oleh Sultan Aceh setelah melalui pembangkangan, hukuman berat dan akhirnya menjadi orang kepercayaan.

Datuk Makhudum Sati
LahirAbad 18
Kerajaan Pagaruyung Minangkabau
MeninggalAbad 19
Kesultanan Aceh Kesultanan Aceh
PekerjaanUleebalang Kesultanan Aceh
Dikenal atasPemimpin perantau Minang di Aceh Barat

Riwayat

sunting

Mengenai asal usul dari Datuk Makhudum Sati masih terjadi perbedaan pendapat. Ada yang mengatakan Datuk Makhudum Sati berasal dari Luhak Limopuluah, tetapi ada juga yang mengatakan dari Rawa Pasaman, tetapi keduanya adalah wilayah Minangkabau. Ia dan pengikutnya pergi merantau ke wilayah pantai barat Aceh atau sekitar Meulaboh sekarang sekitar abad ke-18 ketika Kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Jamalul Badrul Munir (1711-1733).

Tentang motif kepergian Datuk Makhudum Sati dan pengikutnya dari Ranah Minang juga ada bermacam pendapat. Ada yang mengatakan motifnya hanya merantau biasa seperti yang banyak dilakukan orang Minang sejak dulu kala, tetapi juga ada yang mengatakan sebagai eksodus untuk menghindari perang saudara (awal perang Padri) yang sedang berkecamuk di Minangkabau pada masa itu.

Datuk Makhudum Sati kemudian mengembangkan pertanian lada di wilayah pantai barat Aceh tersebut, sehingga membuat wilayah itu menjadi hidup perekonomiannya. Kemajuan ekonomi wilayah itu akhirnya diketahui oleh Sultan Aceh yang kemudian mengutus orang kesultanan untuk memungut pajak/upeti ke sana. Setelah beberapa kali membayar upeti, akhirnya Datuk Makhudum Sati melakukan pembangkangan yang membuat Sultan menjadi murka. Datuk Makhudum Sati kemudian dibawa ke ibu kota kesultanan, Banda Aceh, dan kemudian menjalani hukuman yang sangat berat. Namun hukuman berat tersebut tidak membuatnya mati, sehingga Sultan akhirnya memberi pengampunan dan mempercayainya sebagai penjaga taman istana yang juga berarti penjaga keamanan sekitar istana Sultan.

Keturunan Datuk Makhudum Sati

sunting

Datuk Makhudum Sati kemudian diberi gelar Nanta Seutia Raja karena kesetiaannya dalam pengabdian pada sultan, bahkan diberi kekuasaan di VI Mukim untuk turun temurun. Keturunannya termasuk Teuku Nanta Seutia dan Teuku Cut Mahmud. Teuku Nanta Seutia melanjutkan kepemimpinan sebagai uleebalang VI Mukim.

Teuku Nanta Seutia kemudian mempunyai anak yang bernama Cut Nyak Dhien, yang dikenal sebagai pemimpin perang Aceh dan dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia. Sedangkan Teuku Ahmad Mahmud yang menikah dengan adik uleebalang Meulaboh mempunyai anak yang bernama Teuku Umar, yang juga dikenal sebagai pemimpin perang Aceh dan juga dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia.

Pranala luar

sunting