Benteng Pertahanan Pongtiku
Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. Tag ini diberikan pada Oktober 2022. |
Benteng Pertahanan Pongtiku adalah suatu wilayah yang digunakan Pongtiku bersama pasukannya dalam melakukan perlawanan terhadap serangan penjajah. Benteng pertahanan Pongtiku terletak di puncak gunung Ka’do To’ria, kecamatan Tikala, Kabupaten Toraja Utara, Provinsi Sulawesi Selatan. Benteng Ka’do To’ria atau disebut Benteng Ka’do merupakan salah satu benteng pertahanan yang digunakan oleh Pongtiku bersama pasukannya melakukan perlawanan terhadap penjajahan pasukan Belanda.[1]
Sejarah
suntingOperasi militer Belanda untuk menduduki Tana Toraja dimulai dari Kota Palopo. Pada pertengahan bulan Maret tahun 1906, pasukan Belanda tiba di Bori. Mereka menyuruh beberapa pemuka adat untuk datang ke Bori dan menyerahkan senjata. Hal yang sama dilakukan oleh pasukan Belanda saat mereka tiba di Rantepao. Pada akhir Maret tahun 1906, pasukan Belanda mengirimkan surat kepada Pongtiku agar ia datang ke Rantepao. Pongtiku menolak ajakan tersebut. Permintaan kedua yang disampaikan Belanda pada pertengahan April tahun 1906 juga ditolak oleh Pongtiku. Setelah mendapatkan dua kali penolakan dari Pongtiku, pasukan Belanda memutuskan untuk menyerang benteng pertahanan Pongtiku. Sasaran pertama adalah merebut benteng Lalidong yang terletak di atas sebuah bukit di sebelah barat daya Benteng Buntubatu. Serangan dilancarkan pada tanggal 27 Juni tahun 1906. Setelah melakukan penyerangan selama sehari, Benteng Lalidong dapat dikuasai oleh pasukan Belanda. Sasaran Belanda berikutnya adalah merebut Benteng Buntuasu, Ka'do dan Tondok. Diantara ketiga benteng tersebut, Benteng Buntuasu yang pertama kali diserang oleh pasukan Belanda. Serangan dilancarkan pada tanggal 16 Juli 1906.[2]
Setelah menguasai Benteng Buntuasu, pasukan Belanda kemudian menyerang Benteng Ka’do. Ketika pasukan Belanda hendak menyerang Benteng Ka’do, Pongtiku menarik pasukannya dari Benteng Batu Baruppu untuk memberi bantuan. Masyarakat sekitar ikut membantu dan menyediakan peralatan perang, seperti tombak, parang pusaka, parang tajam, baju perang, perisai dari kulit kerbau, semprotan air cabai, bambu runcing, dan batu gelindingan. Akan tetapi, karena kehabisan amunisi Benteng Ka’do berhasil dikuasai oleh pasukan Belanda.[1]
Dalam situasi kritis,Ibu Pongtiku meninggal dunia. Mengetahui kondisi tersebut, pasukan Belanda memanfaatkan keadaan dengan mengirim utusan untuk mengajak Pongtiku berdamai. Pada awalnya Pongtiku menolak ajakan damai tersebut. Akan tetapi setelah di bujuk oleh istrinya, ajakan damai itu kemudian diterima dengan pertimbangan supaya mempunyai waktu untuk mengurus pemakaman ibunya. Perdamaian hanya berlangsung selama tiga hari. Pada tanggal 30 Oktober tahun 1906, pasukan Belanda menyerbu benteng dan menggeledah isinya. Mereka menemukan ratusan senjata. Para pasukan Pongtiku diusir dari benteng, termasuk Pongtiku. Setelah selesai pemakaman ibunya, Pongtiku bersama sebagian pasukannya kembali melanjutkan perjuangan dan bergabung dengan para pejuang di Benteng Ambeso dan Alla yang dipimpin oleh beberapa orang pemangku adat. Benteng yang terletak di Tana Toraja bagian selatan ini sudah beberapa kali diserang oleh Belanda, namun gagal. Akan tetapi pada akhirnya Benteng Ambeso berhasil dikuasai oleh pasukan Belanda. Pongtiku berhasil menyelamatkan diri lalu kembali ke Pangala melalui hutan dan celah-celah bukit. Pongtiku tidak bisa lagi mengumpulkan kekuatan untuk melanjutkan perjuangan, namun tetap tidak ingin menyerah. Pasukan Belanda mencari tempat persembunyian Pongtiku untuk menangkapnya hidup atau mati.[2]
Pongtiku Tertangkap
suntingPongtiku ditangkap oleh pasukan Belanda pada tanggal 30 Juni 1907. Setelah ditahan dalam penjara selama beberapa hari, Pongtiku lalu ditembak mati oleh pasukan Belanda di tepi Sungai Saddang pada tanggal 10 Juli 1907.[3]
Pada tahun 2002, Pongtiku diangkat sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 73/TK/Tahun 2002 tanggal 6 November 2002. Nama Pongtiku juga dijadikan sebagai nama bandar udara di Tana Toraja.[4]
Peninggalan Sejarah
suntingDi Benteng Ka’do terdapat peninggalan berupa lesung dari batu yang dipakai oleh pasukan Pongtiku untuk menumbuk cabai dan airnya digunakan untuk menyemprot pasukan Belanda.[1]
Referensi
sunting- ^ a b c "Upacara HUT RI ke-76 di Benteng Ka'do; Salah Satu Benteng Pertahanan Pahlawan Nasional Pongtiku". Kareba Toraja. 2021-08-18. Diakses tanggal 2021-09-08.
- ^ a b Rahman, Abd. (2019). "Pongtiku: Dari Penguasa Lokal Menjadi Penantang Terakhir Belanda (1846-1907)". Pongtiku: Dari Penguasa Lokal Menjadi Penantang Terakhir Belanda (1846-1907). 1: 20.
- ^ Matanasi, Petrik. "Akhir Hayat Pong Tiku, Pahlawan Nasional dari Tana Toraja". tirto.id. Diakses tanggal 2021-09-08.
- ^ "Pong Tiku, Pahlawan Nasional dari Tana Toraja". Kompas.id (dalam bahasa Inggris). 2019-08-23. Diakses tanggal 2021-09-08.