Bandung Lautan Api
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. |
Peristiwa Bandung Lautan Api merujuk pada pembakaran yang disengaja terhadap sebagian besar wilayah selatan Kota Bandung oleh pasukan Republik Indonesia yang mundur pada masa Revolusi Nasional Indonesia.[1]
Bandung Lautan Api | |
---|---|
Bagian dari Revolusi Nasional Indonesia | |
Lokasi | Bandung, Jawa Barat, Indonesia |
Tanggal | 23–24 Maret 1946 |
Jenis serangan | Bumi hangus |
Pelaku | Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat |
Bagian dari seri mengenai |
---|
Sejarah Indonesia |
Garis waktu |
Portal Indonesia |
Setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia, ketegangan dan pertempuran di Kota Bandung mulai muncul antara angkatan bersenjata Indonesia yang baru dibentuk (Badan Keamanan Rakyat dan para penggantinya) dan para pemuda nasionalis Indonesia di satu pihak, dengan pasukan Jepang dan Inggris di pihak lain. Setelah keberhasilan awal Jepang untuk menguasai kota pada bulan Oktober, kedatangan pasukan Inggris menyebabkan pertempuran berlanjut, yang pada awalnya menghasilkan jalan buntu di mana Bandung terbagi menjadi wilayah utara yang dikuasai Inggris dan wilayah selatan yang dikuasai Indonesia. Menyusul ultimatum untuk mengevakuasi Bandung Selatan secara militer pada bulan Maret 1946, pasukan Indonesia melakukan evakuasi umum di daerah tersebut yang melibatkan ratusan ribu warga sipil, membakar berbagai bangunan dan menjarah gudang-gudang untuk mencegah pasukan Inggris, dan kemudian Belanda, untuk menggunakan gedung-gedung dan persediaan.
Latar Belakang
suntingPasukan Inggris bagian dari Brigade MacDonald tiba di Bandung pada tanggal 12 Oktober 1945. Sejak semula hubungan mereka dengan pemerintah RI sudah tegang. Mereka menuntut agar semua senjata api yang digunakan dalam perang di tangan penduduk, kecuali TKR (Tentara Keamanan Rakyat), diserahkan kepada mereka. Orang-orang Belanda yang baru dibebaskan dari kamp tawanan mulai melakukan tindakan-tindakan yang mulai mengganggu keamanan. Akibatnya, bentrokan bersenjata antara Inggris dan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) tidak dapat dihindari. Selain itu, Adapun salah satu markas peninggalan persenjataan Jepang Di bandung yang ingin di perebutkan juga oleh Inggris.[2]
Pertempuran dan Pembumi-hangusan
suntingMalam tanggal 21 November 1945, TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dan badan-badan perjuangan melancarkan serangan terhadap kedudukan-kedudukan Inggris di bagian utara, termasuk Hotel Homann dan Hotel Preanger yang mereka gunakan sebagai markas Inggris. Tiga hari kemudian, MacDonald menyampaikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat agar Bandung Utara dikosongkan oleh penduduk Indonesia, termasuk pasukan bersenjata.
Ultimatum Tentara Sekutu agar Tentara Republik Indonesia (TRI, sebutan bagi TNI pada saat itu) meninggalkan Bandung mendorong TRI untuk melakukan operasi "bumi hangus". Para pejuang pihak Republik Indonesia tidak rela bila Bandung dimanfaatkan oleh pihak Sekutu dan NICA. Keputusan untuk membumi-hanguskan Bandung diambil melalui musyawarah Madjelis Persatoean Perdjoeangan Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan perjuangan pihak Republik Indonesia, pada tanggal 23 Maret 1946.[3] Kolonel Abdoel Haris Nasoetion selaku Komandan Divisi III TRI mengumumkan hasil musyawarah tersebut dan memerintahkan evakuasi Kota Bandung.[4] Hari itu juga, rombongan besar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan kota Bandung dan malam itu pembakaran kota berlangsung.
Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat setempat dengan maksud agar Sekutu tidak dapat menggunakan Bandung sebagai markas strategis militer. Di mana-mana asap hitam mengepul membubung tinggi di udara dan semua listrik mati. Tentara Inggris mulai menyerang sehingga pertempuran sengit terjadi. Pertempuran yang paling besar terjadi di Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan Bandung, di mana terdapat gudang amunisi besar milik Tentara Sekutu. Dalam pertempuran ini Muhammad Toha dan Muhammad Ramdan, dua anggota milisi BRI (Barisan Rakjat Indonesia) terjun dalam misi untuk menghancurkan gudang amunisi tersebut. Muhammad Toha berhasil meledakkan gudang tersebut dengan dinamit. Gudang besar itu meledak dan terbakar bersama kedua milisi tersebut di dalamnya. Staf pemerintahan kota Bandung pada mulanya akan tetap tinggal di dalam kota, tetapi demi keselamatan mereka, maka pada pukul 21.00 itu juga ikut dalam rombongan yang mengevakuasi dari Bandung. Sejak saat itu, kurang lebih pukul 12 Malam, Bandung Selatan telah kosong dari penduduk dan TRI. Namun, api masih membubung membakar kota, sehingga Bandung pun menjadi lautan api.
Akibat
suntingPembumi-hangusan Bandung tersebut dianggap merupakan strategi yang tepat dalam Perang Kemerdekaan Indonesia karena kekuatan TRI dan milisi rakyat tidak sebanding dengan kekuatan pihak Sekutu dan NICA yang berjumlah besar. Setelah peristiwa tersebut, TRI bersama milisi rakyat melakukan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung. Peristiwa ini menginspirasi Ismail Marzuki beserta para pejuang Indonesia saat itu untuk mengubah dua baris terakhir dari lirik lagu Halo, Halo Bandung menjadi lebih patriotis dan membakar semangat perjuangan. Beberapa tahun kemudian, lagu Halo, Halo Bandung menjadi kenangan akan emosi yang para pejuang kemerdekaan Republik Indonesia alami saat itu, menunggu untuk kembali ke kota tercinta mereka yang telah menjadi lautan api.
Istilah "Bandung Lautan Api"
suntingIstilah Bandung Lautan Api menjadi istilah yang terkenal setelah peristiwa pembumi-hangusan tersebut. Jenderal A.H Nasution adalah Jenderal TRI yang dalam pertemuan di Regentsweg (sekarang Jalan Dewi Sartika), setelah kembali dari pertemuannya dengan Sutan Sjahrir di Jakarta, memutuskan strategi yang akan dilakukan terhadap Kota Bandung setelah menerima ultimatum Inggris tersebut.
"Jadi saya kembali dari Jakarta, setelah bicara dengan Sjahrir itu. Memang dalam pembicaraan itu di Regentsweg, di pertemuan itu, berbicaralah semua orang. Nah, disitu timbul pendapat dari Rukana, Komandan Polisi Militer di Bandung. Dia berpendapat, “Mari kita bikin Bandung Selatan menjadi lautan api.” Yang dia sebut lautan api, tetapi sebenarnya lautan air."-A.H Nasution, 1 Mei 1997
Istilah Bandung Lautan Api muncul pula di harian Suara Merdeka tanggal 26 Maret 1946. Seorang wartawan muda saat itu, yaitu Atje Bastaman, menyaksikan pemandangan pembakaran Bandung dari bukit Gunung Leutik di sekitar Pameungpeuk, Garut. Dari puncak itu Atje Bastaman melihat Bandung yang memerah dari Cicadas sampai dengan Cimindi.
Setelah tiba di Tasikmalaya, Atje Bastaman dengan bersemangat segera menulis berita dan memberi judul "Bandoeng Djadi Laoetan Api". Namun karena kurangnya ruang untuk tulisan judulnya, maka judul berita diperpendek menjadi "Bandoeng Laoetan Api".[butuh rujukan]
Lihat pula
suntingReferensi
sunting- ^ Taslimson Foundation
- ^ KomunitasAleut! (2023-05-21). "Sekitar Bandung Lautan Api: "Perebutan Senjata dari Jepang" Bagian 3". Dunia Aleut!. Diakses tanggal 2023-07-29.
- ^ "Bandung Lautan Api | Web Sejarah". 14 Februari 2014. Diakses tanggal 26 Maret 2021.
- ^ "BLA, A.H. Nasution, dan Ujungberung". Humas.Bandung.go.id. 22 Maret 2021. Diakses tanggal 26 Maret 2021.[pranala nonaktif permanen]
4. sejarah Bandung Lautan Api versi website resmi pemerintahan kota Bandung.