Bahasa Melayu Serui
Bahasa Melayu Serui adalah ragam bahasa Melayu Papua yang berasal dari kepulauan di bagian utara daratan utama Papua. Bahasa ini dituturkan di kota Serui dan tempat lain di Kepulauan Yapen, serta di daerah pesisir terdekat di daratan utama Nugini.
Bahasa Melayu Serui | |||||
---|---|---|---|---|---|
Wilayah | Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Waropen | ||||
Penutur | |||||
| |||||
Kode bahasa | |||||
ISO 639-3 | – | ||||
Lokasi penuturan | |||||
Peta ini menggunakan properti koordinat yang mewajibkan Anda untuk mengaktifkan JavaScript maupun Scribunto eksternal. Titik mungkin saja tidak tertampil di peramban Anda maupun saat Anda menekan gambar ini. | |||||
Perkiraan persebaran penuturan bahasa ini. | |||||
Koordinat: 2°S 136°E / 2°S 136°E | |||||
Portal Bahasa | |||||
Meskipun kemungkinan bahasa Melayu telah digunakan sampai batas tertentu pada abad-abad sebelumnya, penggunaannya yang meluas dan bentuknya saat ini berasal dari abad ke-20. Bahasa Melayu Serui umumnya disebut sebagai Bahasa Indonesia oleh penuturnya, tetapi bahasa ini berbeda dari bahasa Indonesia baku dalam beberapa hal.[1] Bahasa ini mempunyai kemiripan dengan bahasa Melayu Ambon,[2] tetapi van Velzen menganggapnya lebih berkaitan erat dengan bahasa Melayu Ternate.[3]
Sejarah
suntingSejumlah besar bahasa tempatan dituturkan di kawasan itu dan kebutuhan akan bahasa perantara yang sama telah ditekankan oleh tradisi interaksi antarkelompok yang berusia berabad-abad dalam bentuk perburuan budak, adopsi, dan kawin campur.[4] Kemungkinan bahasa Melayu mula-mula diperkenalkan oleh orang Biak, yang mempunyai hubungan dengan Kesultanan Tidore dan pada abad ke-19 oleh pedagang dari Tiongkok dan Sulawesi Selatan kemudian. Walau bagaimanapun, bahasa Melayu mungkin tidak tersebar luas sampai adopsi bahasa oleh misionaris Belanda yang tiba pada awal abad ke-20 dan praktik ini kemudian diikuti oleh pemerintah Belanda.[5] Penyebaran bahasa Melayu ke kawasan yang lebih jauh dipermudah dengan program Opleiding tot Dorpsonderwizer ('pendidikan untuk guru desa'). Hal ini cenderung menarik banyak pria Waropen yang menyebabkan pengaruh bahasa Waropen pada ragam Melayu tempatan.[1]
Fonologi
suntingOrang dari Yapen Barat (Woi, Ansus, Pom) menetralkan sengau akhir kata [[[:Templat:IPA-link]]]. Mereka yang berasal dari kelompok etnik lain tidak mempunyai [ŋ] karena fonem tersebut tidak ada dalam bahasa ibu mereka. Perbedaan antara /r/ dan /l/ lebih jelas dalam pertuturan orang terpelajar. Hentian langit-langit keras atau palatal sering tidak dibedakan oleh penutur yang tidak berpendidikan, yang menggantikan /d͡ʒ/ dengan /di/, dan /t͡ʃ/ dengan /ti/, /si/ atau /t/ (/ɡəred͡ʒa/ Bahasa Indonesia -> /geredia/; t͡ʃəŋkeh -> /sieŋge/ atau /sieŋke/).[6] Akhir kata berhentian tak bersuara dan /h/ dihilangkan: /sudah/ -> /suda/, /takut/ -> /tako/; /k/ mungkin tidak dihilangkan: /balik/ -> /bale/, /sibuk/ -> /sibuk/. /f/ dibedakan secara konsisten, tidak seperti dalam banyak ragam bahasa Melayu Papua.[7]
Pepet bahasa Indonesia /Templat:IPA-link/ mempunyai berbagai pewujudan, kadang kala disertai dengan perubahan posisi tekanan: sebagai /i/ (/pərˈɡi/ -> /ˈpiɡi/), sebagai /a/ (/səˈnaŋ/ -> /saˈnaŋ/), sebagai /o/ (/pəlˈuk/ -> /ˈpolo/), sebagai /e/ (/t͡ʃəˈpat/ -> /t͡ʃeˈpat/), atau dihilangkan sama sekali (/təˈrus/ -> /ˈtrus/).[8] /ai/ dan /au/ bahasa Indonesia berpadanan dengan /e/ dan /o/ masing-masing: /pakai/ -> /pake/, /pulau/ -> /pulo/.[9]
Tata bahasa
suntingMorfologi bahasa ini lebih terbatas daripada bahasa Indonesia baku. Misalnya, bentuk pasif atau fokus objek tidak ditandai dengan kata kerja dan dasar kata kerja umumnya digunakan tanpa imbuhan.[10] Jumlah imbuhan turunan yang digunakan lebih sedikit daripada bahasa Indonesia. Awalan kata kerja produktif adalah sebagai berikut:[11]
- ba-/bar- (berpadanan dengan ber-) bahasa Indonesia: isi 'isi' -> baisi 'berisi', ana 'anak' -> barana 'beranak';
- ta-/tar- (berpadanan dengan ter- bahasa Indonesia): toki 'kalah' -> tatoki 'terkalahkan'
- maN- (meN- bahasa Indonesia). Jarang digunakan: lawan 'lawan' -> malawan 'melawan'
- baku- (tidak ada dalam bahasa Indonesia baku, tetapi ada dalam bahasa Melayu Ambon, Ternate, dan Manado. Ini mempunyai arti saling: pukul 'pukul' -> bakupukul 'pukul-memukul' (saling memukul), mayari 'menggoda' -> bakumayari 'goda-menggoda' (saling menggoda);
- paN- diturunkan dari kata kerja tak transitif: malas 'enggan' -> pamalas 'tidak suka'.
Perulangan juga digunakan dengan beberapa arti, baik dengan kata benda maupun kata kerja: tatawa 'tertawa' -> tatawa-tatawa 'tertawa-tawa', ronda 'berjalan' -> ronda-ronda 'berjalan-jalan', ana 'anak' -> ana-ana 'anak-anak', lap 'lap' -> lap-lap 'lap pembersih'.[12]
Kebanyakan penutur tidak membedakan antara kata ganti orang pertama inklusif dan eksklusif (kami dan kita dalam bahasa Indonesia baku) meskipun perbedaan ini ada dalam sebagian besar bahasa daerah di kawasan tersebut.[13]
Kepemilikan dinyatakan menggunakan punya (atau bentuk singkatnya pu):[14]
sa
Saya
pu
POSS
spatu
sepatu
'sepatu saya'
Kosakata
suntingBahasa Melayu Serui berbeda dalam beberapa hal dari bahasa Indonesia dalam perbendaharaan katanya. Terdapat kata-kata yang diperluas atau diubah artinya dibandingkan dengan bahasa Indonesia:[15]
- kumis berarti "kumis" dalam bahasa Indonesia baku, tetapi kata ini telah berkembang dengan arti yang lebih luas dalam bahasa Melayu Serui: "kumis, janggut, bulu dada, bufet"
- motor ("motor, sepeda motor" dalam bahasa Indonesia) juga mempunyai arti "motor, kano motor, sepeda motor, ikan paru"
- bunuh bahasa Indonesia berpadanan dengan bunu bahasa Melayu Serui, yang telah mengembangkan arti tambahan "matikan"
- pengayuh adalah kata benda dalam bahasa Indonesia, tetapi dalam bahasa Melayu Serui, panggayu adalah kata kerja yang berarti 'mendayung, mengayuh'. Perubahan yang sangat berlawanan telah terjadi dengan kata kerja dayung, yang menjadi kata benda dayung.
Terdapat banyak kata dalam bahasa Melayu Serui yang tidak dijumpai dalam bahasa Indonesia Baku:[16]
- bia 'kerang'
- tete 'kakek'
- soa-soa 'biawak'
- caparuni 'berantakan' (kata serapan dari bahasa Melayu Ambon)
- rica 'cabai'
- kaskado 'kudis'
- lolaro/olaro 'bakau')
- duri babi 'bulu babi')
- molo 'selam bebas'
- sema 'penyihir hitam'
- koming 'Papua'
- tai yakis 'seruan perlawanan'
- mayari 'goda'
- bilolo 'kelomang'.
Bahasa Melayu Serui telah meminjam kosakata dari bahasa Belanda, Portugis, ragam bahasa Melayu lain, dan bahasa daerah:
- testa 'kepala' (dari bahasa Portugis testa)
- kadera 'kursi' (dari bahasa Portugis cadera)
- spir 'otot' (dari bahasa Belanda spier)
- firkan 'persegi' (dari bahasa Belanda vierkant)
- spok 'memberi seseorang waktu yang sulit' (dari bahasa Belanda spook)
- boswesen 'departemen kehutanan' (dari bahasa Belanda boswezen).
Rujukan
sunting- ^ a b van Velzen 1995, hlm. 313.
- ^ Kluge 2014, hlm. 21.
- ^ van Velzen 1995, hlm. 315.
- ^ van Velzen 1995, hlm. 312.
- ^ van Velzen 1995, hlm. 314.
- ^ van Velzen 1995, hlm. 316.
- ^ van Velzen 1995, hlm. 317–18.
- ^ van Velzen 1995, hlm. 319–20.
- ^ van Velzen 1995, hlm. 318–19.
- ^ van Velzen 1995, hlm. 321–23.
- ^ van Velzen 1995, hlm. 321, 323–325.
- ^ van Velzen 1995, hlm. 321, 322, 325.
- ^ van Velzen 1995, hlm. 326.
- ^ van Velzen 1995, hlm. 327–28.
- ^ van Velzen 1995, hlm. 328–30.
- ^ van Velzen 1995, hlm. 330–33.
Daftar pustaka
sunting- Kluge, Angela Johanna Helene (2014). A grammar of Papuan Malay (Tesis PhD).
- Velzen, Paul van (1995). "Sone notes on the variety of Malay used in Serui and vicinity". Dalam Connie Baak; Mary Bakker; Dick van der Maij. Tales from a concave world : liber amicorum Bert Voorhoeve. Department of Languages and Cultures of South-East Asia and Oceania, Leiden University. hlm. 311–43. ISBN 9073006066.