Bahan bakar hayati

Bahan bakar hayati adalah setiap bahan bakar baik padatan, cairan ataupun gas yang dihasilkan dari bahan-bahan organik

Bahan bakar hayati (bahasa Inggris: Biofuel) adalah setiap bahan bakar baik padatan, cairan ataupun gas yang dihasilkan dari bahan-bahan organik. Bahan bakar hayati dapat dihasilkan secara langsung dari tanaman atau secara tidak langsung dari limbah industri, komersial, domestik atau pertanian. Ada tiga cara untuk pembuatan bahan bakar hayati: pembakaran limbah organik kering (seperti buangan rumah tangga, limbah industri dan pertanian); fermentasi limbah basah (seperti kotoran hewan) tanpa oksigen untuk menghasilkan biogas (mengandung hingga 60 persen metana), atau fermentasi tebu atau jagung untuk menghasilkan alkohol dan ester; dan energi dari hutan (menghasilkan kayu dari tanaman yang cepat tumbuh sebagai bahan bakar).

Produksi bahan bakar hayati, 2019

Proses fermentasi menghasilkan dua jenis bahan bakar hayati: alkohol dan ester. Bahan-bahan ini secara teori dapat digunakan untuk menggantikan bahan bakar fosil, tetapi karena kadang-kadang diperlukan perubahan besar pada mesin, bahan bakar hayati biasanya dicampur dengan bahan bakar fosil. Uni Eropa merencanakan 5,75 persen etanol yang dihasilkan dari gandum, bit, kentang, atau jagung ditambahkan pada bahan bakar fosil pada tahun 2010 dan 20 persen pada 2020. Sekitar seperempat bahan bakar transportasi di Brasil tahun 2002 adalah bioetanol.

Bahan bakar hayati menawarkan kemungkinan memproduksi energi tanpa meningkatkan kadar karbon di atmosfer karena berbagai tanaman yang digunakan untuk memproduksi bahan bakar hayati mengurangkan kadar karbondioksida di atmosfer, tidak seperti bahan bakar fosil yang mengembalikan karbon yang tersimpan di bawah permukaan tanah selama jutaan tahun ke udara. Dengan begitu bahan bakar hayati lebih bersifat carbon neutral dan sedikit meningkatkan konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer (meski timbul keraguan apakah keuntungan ini bisa dicapai di dalam praktiknya). Penggunaan bahan bakar hayati mengurangkan pula ketergantungan pada minyak bumi serta meningkatkan keamanan energi.[1]

Ada dua strategi umum untuk memproduksi bahan bakar hayati. Strategi pertama adalah menanam tanaman yang mengandung gula (tebu, bit gula, dan sorgum manis[2]) atau tanaman yang mengandung pati atau polisakarida (jagung), lalu menggunakan fermentasi ragi untuk memproduksi etil alkohol. Strategi kedua adalah menanam berbagai tanaman yang kadar minyak sayur atau nabatinya tinggi seperti kelapa sawit, kedelai, alga, atau jatropha. Saat dipanaskan, maka kekentalan minyak nabati akan berkurang dan bisa langsung dibakar di dalam mesin diesel, atau minyak nabati bisa diproses secara kimia untuk menghasilkan bahan bakar seperti biodiesel. Kayu dan produk-produk sampingannya bisa diubah menjadi bahan bakar hayati seperti gas kayu, metanol atau bahan bakar etanol.

Energi biomassa dari limbah

sunting

Penggunaan limbah biomassa untuk memproduksi energi mampu mengurangi berbagai permasalahan pengelolaan pencemaran dan pembuangan, mengurangkan penggunaan bahan bakar fosil, serta mengurangi emisi gas rumah kaca. Uni Eropa telah memublikasikan sebuah laporan yang menyoroti potensi energi bio yang berasal dari limbah untuk memberikan sumbangan bagi pengurangan pemanasan global. Laporan itu menyimpulkan bahwa pada tahun 2020 nanti 19 juta ton minyak tersedia dari biomassa, 46% dari limbah bio: limbah padat perkotaan, residu pertanian, limbah peternakan, dan aliran limbah terbiodegradasi yang lain.[3][4]

Tempat penampungan akhir sampah menghasilkan sejumlah gas karena limbah yang dipendam di dalamnya mengalami pencernaan anaerobik. Secara kolektif, gas-gas ini dikenal sebagai landfill gas (LFG) atau gas tempat pembuangan akhir sampah. Landfill gas bisa dibakar baik secara langsung untuk menghasilkan panas atau menghasilkan listrik bagi konsumsi publik. Landfill gas mengandung sekitar 50% metana, gas yang juga terdapat di dalam gas alam.

Biomassa bisa berasal dari limbah materi tanaman. Gas dari tempat penampungan kotoran manusia dan hewan yang memasuki atmosfer merupakan hal yang tidak diinginkan karena metana adalah salah satu gas rumah kaca yang potensial pemanasan globalnya melebihi karbon dioksida.[5][6] Frank Keppler dan Thomas Rockmann menemukan bahwa tanaman hidup juga memproduksi metana CH4.

Bahan bakar berbentuk cair bagi transportasi

sunting

Sebagian besar bahan bakar transportasi berbentuk cairan, sebab berbagai kendaraan biasanya membutuhkan kepadatan energi yang tinggi. Kendaraan biasanya membutuhkan kepadatan kekuatan yang tinggi yang bisa disediakan oleh mesin pembakaran dalam. Mesin ini membutuhkan bahan bakar pembakaran yang bersih untuk menjaga kebersihan mesin dan meminimalkan pencemaran udara. Bahan bakar yang lebih mudah dibakar dengan bersih biasanya berbentuk cairan dan gas. Dengan begitu, cairan (serta gas-gas yang bisa disimpan dalam bentuk cair) memenuhi persyaratan pembakaran yang portabel dan bersih. Selain itu, cairan dan gas bisa dipompa, yang berarti penanganannya mudah dimekanisasi, dan dengan begitu tidak membutuhkan banyak tenaga.

Bahan bakar hayati generasi pertama

sunting

Bahan bakar hayati generasi pertama menunjuk kepada bahan bakar hayati yang terbuat dari gula, starch, minyak sayur, atau lemak hewan menggunakan teknologi konvensional.[7]

Bahan bakar hayati generasi pertama yang umum didaftar sebagai berikut.

Minyak sayur

sunting

Minyak sayur dapat digunakan sebagai makanan atau bahan bakar; kualitas dari minyak dapat lebih rendah untuk kegunaan bahan bakar. Minyak sayur dapat digunakan dalam mesin diesel yang tua (yang dilengkapi dengan sistem suntikan tidak langsung, tetapi hanya dalam iklim yang hangat. Dalam banyak kasus, minyak sayur dapat digunakan untuk memproduksi biodiesel, yang dapat digunakan kebanyakan mesin diesel bila dicampur dengan bahan bakar diesel konvensional. MAN B&W Diesel, Wartsila dan Deutz AG menawarkan mesin yang dapat digunakan langsung dengan minyak sayur. Minyak sayur bekas yang diproses menjadi biodiesel mengalami peningkatan, dan dalam skala kecil, dibersihkan dari air dan partikel dan digunakan sebagai bahan bakar.

Biodiesel

sunting

Biodiesel merupakan bahan bakar hayati yang paling umum di Eropa. Biodiesel diproduksi dari minyak atau lemak menggunakan transesterifikasi dan merupakan cairan yang komposisinya mirip dengan diesel mineral. Nama kimianya adalah metil asam lemak (atau etil) ester (FAME). Minyak dicampur dengan sodium hidroksida dan methanol (atau ethanol dan reaksi kimia menghasilkan biodiesel (FAME) dan gliserol. 1 bagian gliserol dihasilkan untuk setiap 10 bagian biodiesel.

Biodiesel dapat digunakan di setiap mesin diesel kalau dicampur dengan diesel mineral. Di beberapa negara, produsen memberikan garansi untuk penggunaan 100% biodiesel. Kebanyakan produsen kendaraan membatasi rekomendasi mereka untuk penggunaan biodiesel sebanyak 15% yang dicampur dengan diesel mineral. Di kebanyakan negara Eropa, campuran biodiesel 5% banyak digunakan luas dan tersedia di banyak stasiun bahan bakar.[8][9]

Di AS, lebih dari 80% truk komersial dan bus kota beroperasi menggunakan diesel. Oleh karena itu, penggunaan biodiesel AS bertumbuh cepat dari sekitar 25 juta galon per tahun pada 2004 menjadi 78 juta galon pada awal 2005. Pada akhir 2006, produksi biodiesel diperkirakan meningkat empat kali lipat menjadi 1 miliar galon. [1] Diarsipkan 2007-06-06 di Wayback Machine.

Bioalkohol

sunting

Alkohol yang diproduksi secarai biologi, yang umum adalah etanol, dan yang kurang umum adalah propanol dan butanol, diproduksi dengan aksi mikroorganisme dan enzim melalui fermentasi gula atau starch, atau selulosa. Biobutanol sering kali dianggap sebagai pengganti langsung bensin, karena dapat digunakan langsung dalam mesin bensin.

Butanol terbentuk dari fermentasi ABE (aseton, butanol, etanol) dan percobaan modifikasi dari proses tersebut memperlihatkan potensi yang menghasilkan energi yang tinggi dengan butanol sebagai produk cair. Butanol dapat menghasilkan energi yang lebih banyak dan dapat terbakar "langsung" dalam mesin bensin yang sudah ada (tanpa modifikasi mesin),[10] lebih tidak menyebabkan perkaratan dan kurang dapat tercampur dengan air dibanding etanol, dan dapat disalurkan melalui prasarana yang telah ada. Dupont dan BP bekerja sama untuk menghasilkan butanol.

Bahan bakar etanol merupakan bahan bakar hayati paling umum di dunia, terutama bahan bakar etanol di Brasil. Bahan bakar alkohol diproduksi dengan cara fermentasi gula yang dihasilkan dari gandum, jagung, bit gula, tebu, molases dan gula atau amilum yang dapat dibuat minuman beralkohol (seperti kentang dan sisa buah, dll). Produksi etanol menggunakan digesti enzim untuk menghasilkan gula dari amilum, fermentasi gula, penyulingan dan pengeringan. Proses ini membutuhkan banyak energi untuk pemanasan (sering kali menggunakan gas alam).

Produksi etanol selulosa menggunakan tanaman bukan pangan atau produk sisa yang tak bisa dikonsumsi, yang tidak mengakibatkan dampak pada siklus makanan.

Produksi etanol dari selulosa merupakan langkah-tambahan yang sulit dan mahal dan masih menunggu penyelesaian masalah teknis. Ternak yang memakan rumput dan menggunakan proses digestif yang lamban untuk memecahnya menjadi glukosa (gula). Dalam laboratorium etanol berselulosa (cellulosic ethanol), banyak proses percobaan sedang dilakukan untuk melakukan hal yang sama, dan menggunakan cara tersebut untuk membuat bahan bakar etanol.

Beberapa ilmuwan telah mengemukakan rasa prihatin terhadap percobaan teknik genetika DNA rekombinan yang mencoba untuk mengembangkan enzim yang dapat memecah kayu lebih cepat dari alam, makhluk mikroskopis tersebut dapat tidak sengaja terlepas ke alam, tumbuh secara eksponensial, disebarkan oleh angin, dan pada akhirnya menyebabkan kerusakan struktur seluruh tanaman, yang dapat mengakhiri produksi oksigen yang dilepaskan oleh proses fotosintesis tumbuhan.

Etanol dapat digunakan dalam mesin bensin sebagai pengganti bensin; etanol dapat dicampur dengan bensin dengan persentase tertentu. Kebanyakan mesin bensin dapat beroperasi menggunakan campuran etanol sampai 15% dengan bensin. Bensin dengan etanol memiliki angka oktan yang lebih tinggi, yang berarti mesin dapat terbakar lebih panas dan lebih efisien.

Bahan bakar etanol memiliki BTU yang lebih rendah, yang berarti memerlukan lebih banyak bahan bakar untuk melakukan perjalanan dengan jarak yang sama. Dalam mesin pemampatan tinggi, dibutuhkan bahan bakar dengan sedikit etanol dan pembakaran lambat untuk mencegah pembakaran dini (preignition) yang merusak (knocking).

Etanol sangat korosif terhadap sistem pembakaran, slang dan gasket karet, aluminium, dan ruang pembakaran. Oleh karena itu, penggunaan bahan bakar yang mengandung alkohol ilegal apabila digunakan pesawat. Untuk campuran etanol berkonsentrasi tinggi atau 100%, mesin perlu dimodifikasi.

Etanol yang menyebabkan korosif tidak dapat disalurkan melalui pipa bensin. Oleh karena itu, diperlukan truk tangki baja tahan karat yang lebih mahal, meningkatkan konsumsi biaya dan energi yang dibutuhkan untuk mengantar etanol kepada konsumen.

Banyak produsen kendaraan sekarang ini memproduksi kendaraan bahan bakar fleksibel, yang dapat beroperasi dengan kombinasi bioetanol dan bensin, sampai dengan 100% bioetanol.

Alkohol dapat bercampur dengan bensin dan air, jadi bahan bakar etanol dapat tercampur setelah proses pembersihan dengan menyerap kelembaban dari atmosfer. Air dalam bahan bakar etanol dapat mengurangkan kedayagunaan, menyebabkan mesin susah dihidupkan, menyebabkan gangguan operasi, dan mengoksidasi aluminum (karat pada karburator dan komponen dari besi).


Biogas

sunting

Biogas diproduksi dengan proses pencernaan anaerobik dari bahan organik oleh anaerob. Biogas dapat diproduksi melalui bahan sisa yang dapat terurai atau menggunakan tanaman energi yang dimasukan ke dalam pencerna anaerobik untuk menambah gas yang dihasilkan. Hasil sampingan, digestate, dapat digunakan sebagai bahan bakar hayati atau pupuk.

Biogas mengandung metana dan dapat diperoleh dari pencerna anaerobik industri dan sistem pengelolaan biologi mekanik. Gas sampah adalah sejenis biogas yang tidak bersih yang diproduksi dalam tumpukan sampah melalui digesti anaerobik yang terjadi secara alami. Apabila gas ini lepas ke atmosfer, gas ini merupakan gas rumah kaca.

Minyak dan gas dapat dihasilkan dari berbagai limbah biologis:

  • Pengawapolimeran termal limbah dapat mengekstrak metana dan minyak lain yang mirip dengan minyak bumi.
  • GreenFuel Technologies Corporation mengembangkan sistem bioreaktor dipatenkan yang menggunakan alga fotosintetis tidak beracun untuk memasukkan gas buang cerobong asap dan menghasilkan bahan bakar hayati, seperti biodiesel, biogas, dan bahan bakar kering yang sebanding dengan batu bara.[11]

Bahan bakar hayati padat

sunting

Contohnya termasuk kayu, arang, dan manur kering.

Syngas

sunting

Syngas dihasilkan oleh kombinasi proses pirolisis, pembakaran, dan pengegasan. Bahan bakar bio diubah menjadi karbon monoksida dan energi melalui pirolisis. Masukan oksigen terbatas diberikan untuk mendukung pembakaran. Pengegasan mengubah materi organik menjadi hidrogen dan karbon monoksida.

Campuran gas yang dihasilkan, syngas, adalah bahan bakar.

Bahan bakar hayati generasi kedua

sunting

Para pendukung bahan bakar hayati menyatakan telah memiliki penyelesaian yang lebih baik untuk meningkatkan dukungan politik serta industri untuk, dan percepatan, penerapan bahan bakar hayati generasi kedua dari sejumlah tanaman yang tidak digunakan untuk konsumsi manusia dan hewan, di antaranya bahan bakar hayati berselulosa.[12] Proses produksi bahan bakar hayati generasi kedua bisa menggunakan berbagai tanaman yang tidak digunakan untuk konsumsi manusia dan hewan yang diantaranya adalah limbah biomassa, batang atau tangkai gandum, jagung, kayu, dan berbagai tanaman biomassa atau energi yang khusus (contohnya Miscanthus). Bahan bakar hayati generasi kedua (2G) menggunakan teknologi biomassa ke cairan, diantaranya bahan bakar hayati berselulosa (cellulosic biofuel) dari tanaman yang tidak digunakan untuk konsumsi manusia dan hewan.[13]

Sebagian besar bahan bakar hayati generasi kedua sedang dikembangkan seperti biohidrogen, biometanol, DMF, Bio-DME, Fischer-Tropsch diesel, biohidrogen diesel, alkohol campuran dan diesel kayu. Produksi etanol berselulosa mempergunakan berbagai tanaman yang tidak digunakan untuk konsumsi manusia dan hewan atau produk buangan yang tidak bisa dimakan. Produksi etanol dari selulosa merupakan sebuah permasalahan teknis yang sulit untuk dipecahkan. Berbagai hewan ternak pemamah biak (seperti sapi) yang memakan rumput, lalu menggunakan proses pencernaan yang berkaitan dengan enzim yang lamban untuk menguraikannya menjadi glukosa (gula). Di dalam labolatorium etanol berselulosa (cellulosic ethanol), berbagai proses percobaan sedang dikembangkan untuk melakukan hal yang sama, lalu gula yang dihasilkan bisa difermentasi untuk menjadi bahan bakar etanol. Para ilmuwan juga sedang bereksperimen dengan sejumlah organisme hasil rekayasa genetik penyatuan kembali DNA yang mampu meningkatkan potensi bahan bakar hayati seperti pemanfaatan tepung rumput gajah (Panicum virgatum).[14]

Minyak biji rapa

sunting

Jerami tanaman minyak biji rapa sebagai salah satu sumber energi alternatif penting dimasa depan. Jerami minyak biji rapa kebanyakan tidak lagi digunakan petani, hanya sebagai kompos dan tempat tidur hewan ternak. Akan tetapi, dengan memanfaatkan jerami minyak biji Rapa akan menghasilkan energi alternatif bahan bakar hayati terbarukan. Ilmuwan dari Institute of Food Research mencari cara, bagaimana mengubah jerami dari minyak biji Rapa menjadi energi alternatif bahan bakar hayati. Penemuan awal menunjukkan bagaimana proses pembuatan bahan bakar hayati bisa diproduksi lebih efisien, serta bagaimana meningkatkan produksi jerami minyak biji rapa dapat ditingkatkan. Jerami dari tanaman seperti gandum, jelai, dan minyak biji rapa dipandang sebagai sumber potensial energi biomassa untuk meningkatkan produksi bahan bakar hayati generasi kedua. Setidaknya produksi di Inggris mencapai sekitar 12 juta ton jerami minyak biji rapa. Dalam kenyataannya, minyak biji rapa banyak digunakan untuk tempat tidur hewan ternak dan kompos dan pembangkit energi. Jerami berisi campuran gula yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif bahan bakar hayati, penggunaannya tidak bersaing dengan produksi pangan, melainkan merupakan penyelesaian berkelanjutan dalam hal pemanfaatan limbah. Gula yang ada pada jerami tidak dapat diakses oleh enzim yang membebaskannya agar dapat diubah menjadi energi alternatif bahan bakar hayati, sehingga perawatan sebelum pengelolaan jerami akan sangat diperlukan.

Mikroalga

sunting

Mikroalga dapat digunakan sebagai sumber biomassa yang berkelanjutan untuk dijadikan berbagai produk dan energi. Minyak mentah dari mikroalga mengandung trigliserida, lipid membran polar, klrorofil, dan fitosterol, dimana dapat diekstrak dan dimodifikasi pada proses pengilangan sekunder. Selain itu, minyak ini dapat diperoleh secara langsung melalui reaksi transeterifikasi menjadi biodiesel. Biomassa alga yang sudah dikeringkan juga dapat diubah menjadi biogas melalui dekomposisi anaerobik. Adapun alga yang digunakan antara lain Botryococcus barunii, Nanochloropsis sp., dan Arthospira sp.[15]

Lihat pula

sunting

Rujukan

sunting
  1. ^ "SmartWay Grow & Go". 
  2. ^ "ICRISAT: Sweet sorghum balances food and fuel needs". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-01-04. Diakses tanggal 2008-07-28. 
  3. ^ European Environment Agency (2006) How much bioenergy can Europe produce without harming the environment? EEA Report no. 7
  4. ^ Marshall, A. T. (2007) Bioenergy from Waste: A Growing Source of Power, Waste Management World Magazine[pranala nonaktif permanen], April, p34-37
  5. ^ IPCC Third Assessment Report, accessed August 31, 2007.
  6. ^ Non-CO2 Gases Economic Analysis and Inventory: Global Warming Potentials and Atmospheric Lifetimes, U.S. Environmental Protection Agency, diakses Agustus 31, 2007
  7. ^ "UN biofuels report" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2009-03-27. Diakses tanggal 2008-04-08. 
  8. ^ http://www.biodiesel.de/
  9. ^ "Welcome to Biodiesel Filling Stations". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-07-14. Diakses tanggal 2021-01-29. 
  10. ^ ButylFuel,LLC Main Page
  11. ^ greenfuelonline.com
  12. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-12-19. Diakses tanggal 2008-08-02. 
  13. ^ "Salinan arsip" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2008-08-19. Diakses tanggal 2008-08-02. 
  14. ^ (Indonesia) Jurnal KeSimpulan.com - Transfer Gen Mutan Jagung ke Rumput Gajah Untuk Biofuel Diarsipkan 2011-10-20 di Wayback Machine.
  15. ^ Budiman, Arief; Suyono, Eko Agus; Dewayanto, Nugroho; Dewati, Putri Restu; Pradana, Yano Surya; Widawati, Teta Fathya (2023). Biorefinery Mikroalga. Sleman, D.I. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. ISBN 9786233591201. 

Daftar pustaka

sunting
  • Marshall, A. T. (2007) Bioenergy from Waste: A Growing Source of Power], April, hal. 34-37.

Pranala luar

sunting