Bank SMBC Indonesia

perusahaan asal Jepang
(Dialihkan dari BTPN Sinaya)

PT Bank SMBC Indonesia Tbk adalah anak usaha Sumitomo Mitsui Banking Corporation yang berkantor pusat di Jakarta. Untuk mendukung kegiatan bisnisnya, hingga akhir tahun 2020, perusahaan ini memiliki 61 kantor cabang, 264 kantor cabang pembantu, 141 titik pembayaran, dan 216 ATM yang tersebar di seluruh Indonesia.[2][3]

PT Bank SMBC Indonesia Tbk
Sebelumnya
PT Bank Pegawai Pensiunan Militer (1958–1986)
PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional (1986–2019)
PT Bank BTPN Tbk (2019–2024)
Perseroan terbatas
Kode emitenIDX: BTPN
IndustriJasa keuangan
PendahuluBank Sumitomo Mitsui Indonesia
Didirikan6 Oktober 1959; 65 tahun lalu (1959-10-06)
Kantor pusatMenara SMBC, CBD Mega Kuningan, Jl. Dr. Ide Anak Agung Gde Agung Kav. 5.5 – 5.6, Jakarta 12950, Indonesia
Wilayah operasi
Indonesia
Tokoh kunci
Henoch Munandar[1]
(Direktur Utama)
Chow Ying Hoong[1]
(Komisaris Utama)
Produk
Merek
PendapatanPenurunanRp 16,71 triliun (2021)
KenaikanRp 2,66 triliun (2021)
Total asetKenaikanRp 191,92 triliun (2021)
Total ekuitasKenaikanRp 44,9 triliun (2021)
PemilikSMBC
Karyawan
7.482 (2020)[2]
Anak usahaPT Bank BTPN Syariah Tbk
PT Oto Multiartha
PT Summit Oto Finance
Situs webwww.smbci.com

Sejarah

sunting

Awal pendirian

sunting
 
Salah satu kantor Bank BTPN yang berlokasi di Bandung, Jawa Barat
 
Kantor Bank BTPN di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah

Memiliki sejarah yang panjang, cikal-bakal BTPN bermula pada 5 Februari 1958 ketika didirikan Perkumpulan Bank Pegawai Pensiunan Militer (BAPEMIL) yang berlokasi di Bandung, Jawa Barat.[4] Bank ini didirikan oleh 6 orang purnawirawan TNI dan 1 masyarakat sipil, meliputi R. Ramelie Tjokroadirejo, R. Ayu Pandamrukmi Tjokroadirejo, Martua Raja Laut Siahaan, Abdul Hamid, Abdurrachman, Ibrahim Bayk dan Mochamad Abdul Fatah.[5] BAPEMIL didirikan dalam rangka untuk membantu masyarakat pada umumnya maupun purnawirawan TNI, janda dan anak yatim pada khususnya agar terhindar dari para rentenir.[6] Perkumpulan tersebut resmi berbadan hukum pada 6 Oktober 1959 dan mendapat izin untuk beroperasi sebagai bank pegawai pada 18 Juli 1960. Sejak saat itu BAPEMIL terus berkembang, dengan pada tahun 1986 mencatatkan aset Rp 2,5 miliar, tabungan Rp 189 juta dan deposito sebesar Rp 1,5 miliar.[7] Bank ini kemudian juga mendapatkan arahan dari pemerintah untuk menjadi bank penyalur dana pensiun.[6]

Demi menyesuaikan kebijakan perbankan menurut UU No. 14/1967, pada 16 Februari 1985 Perkumpulan BAPEMIL ditransformasikan sebagai sebuah perseroan terbatas. Namun, rencana ini kemudian diubah dengan mendirikan perusahaan baru bernama PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) dengan status baru sebagai bank tabungan. Izin prinsip dari Departemen Keuangan pun diberikan di tanggal 30 Desember 1985, yang disusul pengalihan bisnis dari BAPEMIL ke BTPN terhitung sejak tanggal 1 April 1986. Sejak saat itulah nama BTPN dikibarkan sebagai nama bank yang saat itu memiliki 26 kantor cabang ini.[8][7] Pemegang saham perusahaan saat itu meliputi 22 orang, termasuk dari para pendiri dengan persentase kepemilikan masing-masing sebesar 4%.[9]

Beberapa tahun kemudian, status BTPN kembali diubah mengantisipasi pemberlakuan UU Perbankan baru (UU No. 7/1992) dengan mengubah statusnya dari bank tabungan menjadi bank umum non-devisa. Status baru ini ditetapkan lewat SK Menteri Keuangan RI No. 055 tertanggal 22 Maret 1993[6] dan efektif berlaku sejak 2 Agustus 1993.[10] Fokus bisnis bank ini tetaplah pada masyarakat pensiunan dan pegawai negeri/militer, meskipun juga meluaskan cakupannya pada kelompok pengusaha kecil. BTPN juga sempat menjalin kerjasama dengan PT Taspen, Bank Jabar, BRI, Asabri, dan sejumlah lembaga lainnya demi menjangkau target pasarnya.[8][11]

Berganti-ganti pemilik

sunting

Sayang, memasuki tahun 1997 BTPN mengalami guncangan yang membuat bank ini lepas dari tangan pemilik lamanya (para pensiunan tentara).[12] Sebagai penyelamat masuklah Grup Bakrie lewat dua anak usahanya, PT Bank Nasional (85%) dan PT Bakrie Capital Indonesia (15%) pada 5 Desember 1997 yang membeli seluruh saham pemilik lama.[9] BTPN pun menjadi bagian Bakrie Grup sejak 29 Desember 1997,[10] dan sempat menjalin kerjasama dengan PT Asuransi Jiwa Bakrie untuk menjual produk perusahaan tersebut.[11]

Masuknya Bakrie bersamaan dengan badai krisis moneter yang menerjang perekonomian nasional yang akhirnya membuat bank ini sempat beberapa kali mengalami perubahan kepemilikan. Mulanya bank ini sempat ingin diikutsertakan dalam merger bank-bank milik Bakrie lainnya (Bank Nasional, Bank Nusa Internasional, Bank Angkasa dan Bank Nasional Komersil), namun dibatalkan.[13] Kelompok tersebut juga berencana menyuntikkan dana segar Rp 40 miliar agar rasio kecukupan modal BTPN yang merosot menjadi 4%, bisa kembali sehat dan keluar dari pengawasan BPPN.[14] Ikut jatuhnya Bakrie Grup akibat krismon membuat di bulan November 2000 BPPN masuk sebagai pemegang 46,54% saham di BTPN. Selanjutnya, pada tahun 2002-2003 saham Bakrie terus merosot hingga hanya sebesar 10%. Sebagai pengganti grup tersebut adalah Recapital Group, PT Danatama Makmur dan Fuad Hasan Masyhur (pemilik perusahaan haji Maktour) yang kemudian memegang saham signifikan bersama BPPN (selanjutnya Perusahaan Pengelola Aset/PPA) di bank ini.[9][15]

Secara efektif, BTPN saat itu ada di bawah kendali Recapital (perusahaan milik Rosan Roeslani dan Sandiaga Uno). Kondisi BTPN mulai membaik, dengan mencatatkan kenaikan aset Rp 4,5 triliun menjadi Rp 10 triliun (2008),[16] memiliki 450.000 nasabah (2008)[17] meskipun masih menjangkau segmen nasabah yang terbatas (kaum pensiunan).[18] Sementara itu, kabar mengenai upaya akuisisi bank ini oleh pemodal asing mulai berhembus di waktu yang sama. Di tahun 2005, tersiar kabar bahwa dua perusahaan keuangan asal Malaysia, MAA Insurance dan ICB Financial Group berminat membeli 71,6% saham BTPN.[19] Dua tahun kemudian, muncullah nama Northstar Pacific, sebuah perusahaan investasi yang digawangi Patrick Sugito Walujo yang berminat menjadi pembeli. Dirinya membawa nama-nama besar dalam sebuah konsorsium, seperti Texas Pacific Group (TPG) dan Noonday Assets Management. Sebagai "pemanis", Noonday telah mengucurkan pinjaman senilai US$ 120 juta ke Recapital.[20] Akhirnya, kabar itu terkonfirmasi pada pertengahan 2007, dengan rencananya konsorsium Northstar-TPG akan membeli 71,6% saham BTPN.[21][22]

Pada saat proses penjualan itu masih berlangsung, PPA melepaskan seluruh sahamnya (28,39%) dalam penawaran umum perdana BTPN pada 12 Maret 2008 di Bursa Efek Indonesia dengan harga IPO Rp 2.850/lembar.[18] Rencana itu menjadi penutup upaya pemerintah melepaskan sahamnya di BTPN sejak tahun 2006, yang saat itu direncanakan lewat open tender.[15] Dua hari pasca-IPO, akhirnya kongsi TPG-Northstar dalam wadah TPG Nusantara S.a r.l. mengakuisisi 71,6% saham bank ini seharga US$ 195 juta.[23] Pemilik baru kemudian berusaha memperluas bisnis bank di luar kelompok pensiunan dengan mendapuk Jerry Ng sebagai pimpinan BTPN.[17] Pada era kepemimpinannya inilah BTPN dikenal dengan berbagai program dan produk yang inovatif. Pada tahun 2009, bank ini meluncurkan bisnis pinjaman untuk mikro dan kecil (UMK) dengan nama "BTPN Mitra Usaha Rakyat", dilanjutkan program inisiatif Daya, sebuah program pemberdayaan masyarakat, dan meluncurkan merek Sinaya, yang terhubung dengan inisiatif Daya pada 2011. Bank ini juga berhasil menyelesaikan uji coba bisnis Perbankan Komunitas Syariah (BTPN Syariah Tunas Usaha Rakyat), yang hingga tahun 2012, telah melayani 444.000 nasabah di 28.927 sentra komunitas yang tersebar di Banten, Jawa Barat, dan Jawa Timur.[2][3]

Di tahun 2013, bank ini mengakuisisi Bank Sahabat Purba Danarta, dan kemudian mengintegrasikannya dengan Unit Usaha Syariah BTPN yang sudah dirintis sejak 2008. Kemudian, berturut-turut pada 2015 dan 2016, BTPN menjadi pionir di bidang laku pandai lewat program BTPN Wow! dan perbankan digital lewat peluncuran aplikasi Jenius.[2][3] BTPN pun mencatatkan pertumbuhan pesat, dengan menjadi salah satu bank terbesar dalam kapitalisasi pasar, karyawan dan kantor cabang.[24] Terhitung sejak 16 Februari 2016, BTPN sudah menyandang status sebagai bank devisa.[25]

Akuisisi oleh SMBC dan pergantian nama

sunting
 
Logo Bank BTPN (2012–2024).
 
Kantor cabang Bank SMBC di Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Setelah masa lock-up TPG Nusantara pada BTPN usai di tahun 2013, tersiar kabar bahwa TPG Nusantara berniat menjual sahamnya (57,87%) di BTPN kepada dua bank Jepang, MUFG dan SMBC.[26] Pada Mei 2013, dalam transaksi senilai Rp 9,209 triliun, 24,26% saham BTPN jatuh ke tangan SMBC, yang disusul transaksi lain senilai Rp 5,97 triliun untuk 15,74% saham pada 14 Maret 2014, sehingga 40% saham BTPN kini dikuasai SMBC dan menjadi pengendali barunya. Raksasa perbankan "Negeri Sakura" tersebut menyatakan ketertarikannya pada BTPN disebabkan kinerjanya yang cemerlang,[27][28] yang skema bisnisnya dapat diaplikasikan SMBC ke negara-negara lainnya. Disebutkan bahwa BTPN akan belajar dari kekuatan SMBC, dan kerjasama keduanya ditujukan untuk menjadi pemimpin pasar di masing-masing negara asal.[29][30] Akuisisi terus berlanjut, dengan pada 18 Mei 2015, perusahaan terafiliasi SMBC bernama Summit Global Capital Management B.V. membeli lagi 17,5% saham BTPN dari TPG Nusantara dalam transaksi senilai Rp 5,9 triliun.[31] Dalam titik ini, SMBC diperkirakan sudah menguasai sekitar 60% saham BTPN.

Memasuki Januari 2018, tersiar kabar bahwa BTPN akan dimerger dengan anak usaha lain SMBC di Indonesia, Bank Sumitomo Mitsui Indonesia (BSMI) yang sudah ada sejak 1989. Konsolidasi ini dilakukan dalam rangka memperluas bisnis BTPN, dengan menggabungkan bisnis SMBC yang berbasis korporasi dalam lingkup BTPN yang fokus di sektor ritel menengah,[32] memperkuat modal dari Rp 16-17 triliun menjadi Rp 27-28 triliun,[33] dan menyambut anjuran pemerintah terkait konsolidasi perbankan. Dalam sebuah kesempatan, Jerry Ng mengungkapkan bahwa proposal merger tersebut sudah ada sejak 2013.[34] Pada tanggal 19 Desember 2018, Otoritas Jasa Keuangan menyetujui rencana penggabungan tersebut, yang dilanjutkan hal serupa dari Japan Financial Services Authority pada tanggal 18 Januari 2019.[35] Pada tanggal 1 Februari 2019, bank ini resmi bergabung dengan BSMI[36] dan mengubah namanya menjadi "BTPN" saja (tanpa singkatan). Bank pasca-merger ini memiliki aset Rp 189,92 triliun dan kepemilikan SMBC sudah menjadi 96,89%.[37]

Lewat proses merger tersebut, BTPN kemudian menyinergikan lagi bisnisnya dengan SMBC. Pada akhir Maret 2024, dua anak usaha SMBC di bidang perusahaan pembiayaan, PT OTO Multiartha dan PT Summit OTO Finance resmi diakuisisi mayoritas sahamnya oleh BTPN dalam transaksi bernilai Rp 6,5 triliun.[38] Lima bulan kemudian, pada RUPSLB di tanggal 29 Agustus 2024, nama PT Bank BTPN Tbk resmi diganti menjadi PT Bank SMBC Indonesia Tbk, sebagai rangka sinergi dengan induk usaha demi memperkuat posisi di pasar domestik dan menegaskan relevansi Perseroan bagi segmentasi yang lebih luas melalui layanan keuangan yang komprehensif dan inovatif di seluruh lini bisnis.[39] Perubahan nama ini mulai efektif berlaku sejak 18 November 2024, dan resmi diumumkan ke publik pada 3 Desember 2024. Disebutkan bahwa perubahan nama dari SMBC ke BTPN menandai adanya paduan "jaringan global SMBC dengan pengalaman lokal (66 tahun) yang telah terbangun selama puluhan tahun", dengan cakupan bisnis yang menjangkau berbagai sektor mulai dari korporasi hingga ritel (universal banking).[40] Meskipun demikian, nasabah BTPN sebelumnya berupa para pensiunan tetap dipertahankan. Tidak hanya nama yang berubah, identitas seperti e-mail, call center, nama kantor pusat, hingga desain produk (seperti Jenius) pun ikut berubah,[41][42] yang diharapkan selesai pada akhir 2024.[43]

Komisaris dan Direksi

sunting
  • Komisaris Utama: Chow Ying Hoong
  • Komisaris: Edmund Tondobala
  • Komisaris: Takeshi Kimoto
  • Komisaris: Ongki Wanadjati Dana
  • Komisaris: Ninik Herlani Masli Ridhwan
  • Komisaris: Onny Widjanarko
  • Komisaris: Marita Alisjahbana
  • Direktur Utama: Henokh Munandar
  • Wakil Direktur Utama: Darmadi Sutanto
  • Wakil Direktur Utama: Kaoru Furuya
  • Direktur: Atsushi Hino
  • Direktur: Keishi Kobata
  • Direktur: Hana Tantani
  • Direktur: Hiromichi Kubo
  • Direktur: Dini Herdini

Produk dan Layanan

sunting
  • BTPN Taseto Premium
  • BTPN Taseto Premium iB (Syariah)
  • BTPN Taseto Bisnis
  • BTPN Taseto Mapan
  • BTPN Deposito Berjangka
  • BTPN Deposito Berjangka iB (Syariah)
  • BTPN Deposito Bonus
  • BTPN Deposito Maxima
  • BTPN Deposito Fleksi
  • BTPN Giro
  • BTPN WoW! (Tabungan Berbasis Nomor Ponsel yang menggunakan Kode USSD)
  • Tabungan Pensiun Citra
  • Tabungan Pensiun Citra iB (Syariah)
  • Kredit Pensiun Sejahtera
  • Kredit Pensiun Sejahtera Plus
  • Kredit Pensiun Sejahtera 6
  • Paketmu (Kredit)
  • Paket Masa Depan (Kredit Syariah)
  • Jenius (Tabungan Berbasis Aplikasi untuk Ponsel Pintar Berbasis Android dan iOS)

Referensi

sunting
  1. ^ a b "Komisaris & Direksi". PT Bank BTPN Tbk. Diakses tanggal 30 Januari 2022. 
  2. ^ a b c d "Laporan Tahunan 2020" (PDF). PT Bank BTPN Tbk. Diakses tanggal 30 Januari 2022. 
  3. ^ a b c "Sejarah Perusahaan". PT Bank BTPN Tbk. Diakses tanggal 30 Januari 2022. 
  4. ^ Sejarah singkat
  5. ^ Prospektus BTPS 2018
  6. ^ a b c Profile BTPN
  7. ^ a b Parlementaria, Volume 20-21
  8. ^ a b Sejarah singkat PT BTPN
  9. ^ a b c Prospektus BTPN 2008, hlm. 46-64
  10. ^ a b BAB II
  11. ^ a b Kerjasama
  12. ^ Historia bisnis grup bakrie lego saham
  13. ^ Dunia EKUIN dan PERBANKAN, Volume 11,Masalah 3-4
  14. ^ Panji masyarakat, Bagian 2,Masalah 1-19
  15. ^ a b Pemerintah Jual 18 Persen Saham BTPN
  16. ^ Recapital Ganti Nama Bank Eksekutif
  17. ^ a b Kisah Panjang BTPN, Dari Bapemil Sampai Aset Rp 179 T
  18. ^ a b BTPN Mendarat di Lantai Bursa
  19. ^ Dunia EKUIN dan PERBANKAN, Volume 18,Masalah 23-24
  20. ^ Berebut harta pensiunan
  21. ^ Penjualan BTPN Dalam Tahap "Fit and Proper" di BI
  22. ^ Indonesian Business: The Year in Review 2007
  23. ^ BTPN mengaku tak tahu sahamnya diincar asing
  24. ^ Tentang kami
  25. ^ BTPN resmi menyandang status bank devisa
  26. ^ BTPN mengaku tak tahu sahamnya diincar asing
  27. ^ Ini Alasan Sumitomo Mitsui Akuisisi BTPN
  28. ^ Sumitomo Mitsui Banking Resmi Kuasai 40% Saham BTPN
  29. ^ BTPN Jadi Model Bisnis SMBC di Asia
  30. ^ SMBC dan BTPN Akan Pimpin Pasar
  31. ^ TPG Nusantara Raup Rp 5,9 Triliun Jual Saham BTPN
  32. ^ BTPN: Merger ini Untuk Saling Melengkapi Bisnis
  33. ^ BTPN dan SMBCI Merger, Modal Naik jadi Rp 27 T - Rp 28 T
  34. ^ Terungkap! Merger BTPN dan SMBCI Sudah Disiapkan Sejak 2013
  35. ^ https://www.cnbcindonesia.com/market/20190124132752-17-52181/dapat-restu-ojk-jepang-ri-btpn-merger-bulan-ini
  36. ^ "Salinan arsip". Kontan.co.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-07-09. Diakses tanggal 2019-07-09. 
  37. ^ Sah! BTPN Merger dengan SMBCI, Apa Nama Barunya?
  38. ^ Sah! BTPN Akuisisi Oto Multiarta & Summit Oto Finance Senilai Rp6,5 T
  39. ^ BTPN Ganti Nama Jadi Bank SMBC Indonesia
  40. ^ Transformasi SMBC Indonesia, Memperkuat Posisi di Pasar Indonesia
  41. ^ Bank BTPN Ganti Nama Jadi SMBC Indonesia, Nama Gedung hingga Call Center Ikut Berubah
  42. ^ Jenius Hadirkan Pembaruan Sambut Transformasi Bank BTPN menjadi SMBC Indonesia
  43. ^ Bos BTPN Blak-blakan Ungkap Alasan Ganti Nama Jadi SMBC

Pranala luar

sunting