Bursa Efek Indonesia

bursa saham di Indonesia
(Dialihkan dari IDX)

Bursa Efek Indonesia (BEI) (bahasa Inggris: Indonesia Stock Exchange (IDX) adalah bursa efek yang beroperasi di Indonesia. Bursa Efek Indonesia merupakan bursa hasil penggabungan dari Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan Bursa Efek Surabaya (BES). Demi efektivitas operasional dan transaksi, Pemerintah memutuskan untuk menggabung Bursa Efek Jakarta sebagai pasar saham dengan Bursa Efek Surabaya sebagai pasar obligasi dan derivatif menjadi BEI.[2] Bursa hasil penggabungan ini mulai beroperasi pada 1 Desember 2007.[3][4]

Bursa Efek Indonesia
Gedung Bursa Efek Indonesia dilihat dari Jalan Jenderal Sudirman (2014)
JenisBursa efek
LokasiJakarta, Indonesia
Didirikan14 Desember 1912; 111 tahun lalu (1912-12-14)
PemilikAnggota Bursa Efek Indonesia
Tokoh pentingIman Rachman (Direktur Utama)
John Aristianto Prasetio
(Komisaris Utama)
Mata uangRupiah
Emiten tercatat903 (November, 2023)
Kapitalisasi pasarRp 10.313,95 Triliun (September, 2023)[1]
VolumeRp 14,39 triliun/hari (2022)
Situs webwww.idx.co.id

Definisi Umum

sunting

Bursa Efek adalah badan hukum yang mempunyai tugas sebagai sarana dalam melaksanakan dan mengatur jalannya kegiatan perdagangan Efek yang ada di Pasar Modal. Sedangkan jika ditinjau dari segi pereokonomian mikro bagi para anggota bursa (emiten), Bursa Efek berfungsi untuk mendapatkan modal yang dapat digunakan untuk melakukan ekspansi usaha. Sementara dari segi ekonomi makro Bursa Efek mempunyai peran penting untuk menggerakkan perekonomian negara. Jika dalam perdagangan Efek di pasar modal yang dilakukan di Bursa Efek menunjukkan hasil yang positf, maka gambaran tersebut dapat berakibat untuk tercapainya kinerja yang positif dalam perekonomian suatu negara, demikian pula jika terjadi hal yang sebaliknya. Pada hakikatnya Bursa Efek adalah suatu pasar konvensional yang mempertemukan antara penjual dan pembeli. Dapat didefinisikan bahwa pada dasarnya kegiatan yang dilakukan oleh Bursa Efek adalah menyelenggarakan dan menyediakan sarana atau sistem perdagangan bagi para anggotanya.

Sistem BEI

sunting

BEI menggunakan sistem perdagangan bernama Jakarta Automated Trading System (JATS) sejak 22 Mei 1995, menggantikan sistem manual yang digunakan sebelumnya.[5] Sejak 2 Maret 2009 sistem JATS ini sendiri telah digantikan dengan sistem baru bernama JATS-NextG.[butuh rujukan]

Sejarah

sunting

Pemerintahan Kolonial Belanda

sunting

Indonesia dikenal dengan nama Hindia Belanda atau Hindia belakang. Sejak era baru pemerintahan Hindia Belanda mereka mulai membangun perkebunan secara besar-besaran di Hindia Belanda. Sumber dana dalam membangun perkebunan itu didapatkan dari orang belanda dan eropa lainnya. Transaksi saham pada perdagangan efek pertama kali tercatat pada tahun 1892, yang dilakukan oleh Perusahaan Perkebunan di Batavia yaitu Cultuur Maatschappij Goalpara dituliskan bahwa perusahaan tersebut menjual 400 saham dengan harga 500 gulden per saham yang beredar. Empat tahun kemudian, Het Centrum juga merilis prospektus penjualan saham yang memiliki nilai hingga 105 ribu gulden dengan harga per lembar sahamnya sebesar 100 gulden. Setelah mengadakan persiapan yang matang, maka akhirnya didirikan pasar modal yang pertama di Indonesia tepatnya di Batavia (Jakarta) pada tanggal 14 Desember 1912 yang bernama Vereniging voor de Effectenhandel atau Bursa efek dan langsung memulai aktivitas perdagangannya.[6] Saham yang diperjual-belikan adalah saham atau obligasi perusahaan/perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia dimana obligasi yang diterbitkan Pemerintah provinsi dan kota praja memiliki sertifikat saham perusahaan-perusahaan yang diterbitkan oleh kantor administrasi di negeri Belanda kemudian efek perusahaan Belanda lainnya. Perkembangan pasar modal di Batavia begitu pesat sehingga menarik masyarakat kota lainnya.[6]

Hampir setengah abad berjalan sejak lembaga bursa efek dibentuk pertama kali di Batavia dengan nama Vereniging voor de Effectenhandel atau Asosiasi Perdagangan Efek. Pembentukan ini dilakukan setelah pemerintah Hindia Belanda menerapkan kebijakan 'Politik Etis' pada tahun 1901.[7] Pemerintah Hindia Belanda meyakini dengan adanya asosiasi tersebut, proses pembangunan bisa berjalan dengan baik. Mayoritas investor berasal dari orang-orang Belanda dan Eropa yang memiliki penghasilan di atas rata-rata. Namun, pecahnya Perang Dunia ke-I membuat aktivitas perdagangan saham dihentikan pada tahun 1914-1918.[8]

Pada tahun 1925 Bursa Efek kembali dibuka sekaligus membentuk dua bursa efek baru di Indonesia, yaitu Bursa Efek Surabaya dan Bursa Efek Semarang. Sayangnya kabar menggembirakan ini tidak berlangsung lama karena BEI dihadapkan pada Resesi Ekonomi tahun 1929 dan pecahnya Perang Dunia II. Keadaan yang semakin memburuk membuat Bursa Efek Surabaya dan Semarang ditutup, yang diikuti juga oleh Bursa Efek Jakarta pada tanggal 10 Mei 1940.[9]

Orde Lama

sunting

Bursa Efek Jakarta dibuka kembali dibuka oleh Presiden Soekarno pada 3 Juni 1952. Hingga pada akhirnya keberadaan Bursa Efek kembali tidak aktif ketika ada program nasionalisasi perusahaan Belanda pada tahun 1956 sampai 1977. Tujuan dibukanya kembali bursa ini untuk menampung obligasi pemerintah yang sudah dikeluarkan pada tahun-tahun sebelumnya. Kepengurusan bursa efek ini kemudian diserahkan ke perserikatan perdagangan uang dan efek yang terdiri atas 3 bank dan bank Indonesia sebagai anggota kehormatan. Perkembangan bursa efek ini berkembang dengan baik walaupun surat berharga yang diperdagangkan umumnya adalah obligasi oleh perusahaan Belanda dan obligasi pemerintah Indonesia lewat Bank Pembangunan Indonesia. Melalui Bank Industri Negara pada tahun 1954, 1955 dan 1958 penjualan obligasi semakin meningkat. Terjadinya sengketa kekuasaan antara pemerintah RI dengan Belanda mengenai Irian Barat maka semua bisnis Belanda di nasionalisasikan melalui Undang-Undang No. 86 tahun 1958. Sengketa ini mengakibatkan sekuritas-sekuritas dari Belanda tidak diperdagangkan lagi di bursa efek Jakarta.[10]

Orde Baru

sunting

Investasi Indonesia mulai berkembang pada era orde baru, dimana pada tahun 1966 merupakan masuknya investasi dari luar negeri dan munculnya investasi di dalam negeri. Investasi berperan besar dalam peningkatan pembangunan perekonomian Indonesia. Orang yang melakukan kegiatan investasi dikenal dengan sebutan investor. Iklim investasi yang mulai membaik pada era orde baru tersebut menggerakkan pemerintah Indonesia saat itu untuk membuat produk hukum yang dapat memberikan perlindungan hukum bagi investor yang diundangkan dalam waktu yang hampir bersamaan. Produk hukum tersebut adalah Undang-Undang No.1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang No.6 Tahun 1968 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri yang pada akhirnya disatukan menjadi Undang- Undang No.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Undang-undang ini secara garis besar memuat segala pengaturan mengenai tata cara, prosedur, dan aspek lain bagi investor asing maupun lokal dalam menanamkan modalnya di Indonesia.[11] Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977, Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto pada tanggal 10 Agustus 1977. BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal). Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama.

Pada masa orde baru dikenal dengan keadaan pasar modal memiliki tiga periode diantaranya adalah periode tidur yang panjang dan bangun dari tidur yang panjang serta otomatisasi.[10]

Periode tidur yang panjang

sunting

Periode ini pasar modal menjadi lesu peminat karena sampai dengan tahun 1988 hanya sedikit perusahaan yang tercatat di bursa efek Jakarta, yaitu hanya 24 perusahaan selama 4 tahun dan tidak ada perusahaan baru yang melantai di bursa saham. Pada saat itu masyarakat lebih memilih instrumen perbankan dibandingkan instrumen Pasar Modal. Akhirnya pada tahun 1987 diadakan deregulasi Bursa Efek dengan menghadirkan Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum dan investor asing menanamkan modal di Indonesia. Aktivitas perdagangan Bursa Efek pun kian meningkat pada tahun 1988-1990 setelah Paket deregulasi dibidang Perbankan dan Pasar Modal diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk asing.

Periode bangun dari tidur yang panjang

sunting

Pada periode ini pada tahun 1990 jumlah perusahaan yang sudah IPO menjadi 225 Perusahaan. Pada periode ini IPO menjadi peristiwa nasional dan banyak dikenal sebagai periode lonjakan IPO (IPO boom). Peningkatan ini juga disebabkan oleh banyak hal salah satunya adalah merubah dasar indeks gabungan menjadi nilai dasar 500 sampai dengan kuartal ketiga tahun 1990 dengan jumlah sekuritas yang tercatat meningkat menjadi 166 saham hingga 208 emiten saham.

Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE) pada tahun 1988 dengan organisasinya yang terdiri dari broker dan dealer. Selain itu, pada tahun yang sama, Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88 (PAKDES 88) yang memberikan kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal. Bursa Efek Surabaya (BES) pada tahun 1989 mulai beroperasi dan dikelola oleh Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya.

Periode otomatisasi

sunting
 
Logo Bursa Efek Jakarta

Karena meningkatnya kegiatan transaksi yang dirasakan sudah melebihi kapasitas manual, maka bursa efek Jakarta memutuskan untuk mengotomatisasikan kegiatan transaksi di bursa. Otomatisasi atau yang lebih dikenal dengan teknologi bursa saham tentunya mengandalkan jaringan-jaringan komputer dengan menggunakan broker, Jaringan sistem perdagangan otomatis yang ditetapkan oleh bursa efek Jakarta. Selain itu, gerbang berupa komputer-komputer yang menghubungkan broker dengan mesin perdagangan. Kemudian traders workstations yang terdiri dari sejumlah terminal untuk masing-masing broker. Pada bulan Agustus 1997 krisis keuangan melanda negara-negara Asia termasuk Indonesia, Malaysia, Thailand, Korea Selatan dan Singapura. Tidak banyak perusahaan yang melakukan IPO karena krisis keuangan tadi. Sebab penurunan nilai mata uang disebabkan karena spekulasi pedagang valas.

Pada tanggal 12 Juli 1992, yang telah ditetapkan sebagai HUT BEJ, BEJ resmi menjadi perusahaan swasta (swastanisasi). BAPEPAM berubah menjadi Badan Pengawas Pasar Modal (sebelumnya; Badan Pelaksana Pasar Modal). Satu tahun kemudian pada tanggal 21 Desember 1993, PT Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO) didirikan. Pada tahun 22 Mei 1995, Bursa Efek Jakarta meluncurkan Sistem Otomasi perdagangan yang dilaksanakan dengan sistem komputer JATS (Jakarta Automated Trading Systems). Pada tahun yang sama pada 10 November, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai Januari 1996. Bursa Paralel Indonesia kemudian merger dengan Bursa Efek Surabaya. Kemudian satu tahun berikutnya, 6 Agustus 1996, Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) didirikan. Dilanjutkan dengan pendirian Kustodian Sentra Efek Indonesia (KSEI) pada tahun berikutnya, 23 Desember 1997.

Reformasi

sunting

Perdagangan tanpa warkat sudah tidak dianggap efisien lagi. Banyaknya warkat yang hilang sewaktu disimpan atau sudah banyak juga warkat yang dipalsukan bahkan secara administratif dan penerbitannya akan menghambat proses penyelesaian transaksi. Tahun 2003 dimasuki dengan optimisme. IHSG dibuka pada awal tahun pada tanggal 1 Januari 2003 dengan nilai 4005,44. Tahun 2004 IHSG sudah menembus level 1000 dan diakhir tahun 2004 pada tanggal 30 Desember 2004 IHSG ditutup pada nilai 1000,23. Di tahun 2005, tanggal 3 Januari 2005 IHSG dibuka pada nilai 1038,82 poin dan pada akhir tahun pada tanggal 29 Desember 2005 IHSG ditutup pada nilai 1162,63 poin. Pada tahun 2007 IHSG menembus nilai diatas 2000 poin pada tanggal 26 April 2007 sebesar 2016,033 dan pada tanggal 22 Oktober 2007 sudah mencapai nilai 2446,76. Efektif mulai bulan Novenber 2007 setelah diadakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa yang diadakan pada 30 Oktober 2007 BEJ dan BES bergabung menjadi Bursa Efek Indonesia.[10]

Pada tanggal 30 November 2007, Bursa Efek Surabaya (BES) dan Bursa Efek Jakarta (BEJ) akhirnya digabungkan dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI). Setelah lahirnya BEI, suspensi perdagangan diberlakukan pada tahun 2008 dan Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI) dibentuk pada tahun 2009. Selain itu, pada tahun 2009, PT Bursa Efek Indonesia mengubah sistem perdagangan yang lama (JATS) dan meluncurkan sistem perdagangan terbarunya yang digunakan oleh BEI sampai sekarang, yaitu JATS-NextG. Beberapa badan lain juga didirikan guna untuk meningkatkan aktivitas perdagangan, seperti pendirian PT Indonesian Capital Market Electronic Library (ICaMEL) pada Agustus 2011. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Januari 2012, dan di akhir 2012, Securities Investor Protection Fund (SIPF), dan Prinsip Syariah dan Mekanisme Perdagangan Syariah juga diluncurkan. BEI juga melakukan beberapa pembaharuan, tanggal 2 Januari 2013 jam perdagangan diperbaharui, dan pada tahun berikutnya Lot Size dan Tick Price disesuaikan kembali, dan pada tahun 2015 TICMI bergabung dengan ICaMEL.

Bursa Efek Indonesia juga membuat suatu kampanye yang disebut dengan “Yuk Nabung Saham” yang ditujukan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk mau memulai berinvestasi di pasar modal. BEI memperkenalkan kampanye tersebut pertama kali pada tanggal 12 November 2015, dan kampanye ini masih dilaksanakan sampai sekarang, dan pada tahun yang sama LQ-45 Index Futures diresmikan. Pada tahun 2016, Tick Size dan batas Autorejection kembali disesuaikan, IDX Channel diluncurkan, dan BEI pada tahun ini turut ikut serta menyukseskan kegiatan Amnesti Pajak serta meresmikan Go Public Information Center. Pada tahun 2017, IDX Incubator diresmikan, relaksasi marjin, dan peresmian Indonesia Securities Fund. Pada tahun 2018 lalu, Sistem Perdagangan dan New Data Center telah diperbaharui, launching Penyelesaian Transaksi T+2 (T+2 Settlement) dan Penambahan Tampilan Informasi Notasi Khusus pada kode Perusahaan Tercatat.[butuh rujukan]

Tugas dan Fungsi

sunting

Seperti yang tertulis pada pasal 7 ayat (1) Undang Undang no 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal mempunyai tugas menyelenggarakan perdagangan Efek secara teratur, wajar serta efisien merupakan suatu proses transaksi perdagangan yang dilakukan berdasarkan pada aturan yang jelas dan dilakukan secara konsisten.

Harga dalam perdagangan Efek harus menunjukkan mekanisme pasar yang berdasarkan pada kekuatan permintaan dan penawaran. Perdagangan Efek yang efisien merupakan suatu perdagangan dimana para pihak yang mempunyai kepentingan pada Efek tersebut agar dapat melakukan ordernya secara mudah dan secara transparan, termasuk dalam penyelesaian transaksi yang cepat dan biaya yang murah. Dalam menyelenggarakan perdagangan Efek, Bursa Efek bukan tanpa kendala. Adanya proses globalisasi yang cepat dalam industri keuangan, eksposur risiko semakin kompleks merupakan konsekuensi dari adanya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi serta adanya inovasi financial yang telah menghasilkan berbagai produk-produk finansial yang rumit. Selain itu adanya konglomerasi dari lembaga-lembaga keuangan menjadi salah satu isu yang hangat untuk dibahas ditingkat domestik, tingkat regional, maupun tingkat global.[4] Mengingat bahwa transaksi perdagangan di Bursa Efek dilakukan oleh orang-orang yang tidak saling mengenal, oleh karena itu transaksi perdagangan yang terjadi di Bursa Efek sangat riskan terhadap adanya pelanggaran dan kejahatan. Dengan adanya hal tersebut maka Bursa Efek harus dapat melindungi kepentingan serta menumbuhkan kepercayaan para investor.

Bertitik tolak dari kondisi tersebut, pemerintah seharusnya memberikan peran yang lebih besar melalui skema Self Regulatory Organization (SRO).SRO adalah organisasi privat yang bergerak dibidang industri, pembuat kebijakan atau fungsi-fungsi kepentingan publik di bawah pengawasan/supervisi dari regulator bursa. SRO biasanya merupakan kombinasi unik dari kepentingan privat dengan peran regulator pemerintah, yang diwujudkan melalui regulasi yang Efektif dan efisien bagi industri pasar modal yang kompleks dan dinamis.[6]

International of Security Commisions Oganization (IOSCO) mengatakan bahwasanya SRO digunakan untuk dapat meningkatkan kapasitas dalam penerapan aturan dan untuk mendorong anggota bursa patuh terhadap regulasi yang ada. SRO dapat dijadikan sebagai pengawasan di pasar modal oleh para regulator. Dengan menerapkan SRO dapat tercipt pasar modal yang efisien dan dapat meningkatkan perekonomian.

SRO mempunyai 3 fungsi, yaitu: (1) Sebagai pembuat aturan yakni yang merancang dan menetapkan peraturan dan pihak yang terlibat. (2) Sebagai pengawas yang mengawasi anggota serta yang bertugas untuk memonitor jalannya peraturan. (3) Sebagai penegak peraturan dengan cara menyelidiki pelangaran dan menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran tersebut.[8] Bursa Efek mempunyai kewajiban untuk melindungi kepentingan para investor melalui system atau sarana pendukung serta mengawasi kegiatan para anggota Bursa Efek

Instrumen Investasi

sunting

Kegiatan investasi dalam penanaman modal di mulai pada tahun 1967. Kegiatan ini diawali dengan terbitnya undang-undang nomor 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing. Kemudian pada tahun 1968 lahir undang-undang baru yaitu undang-undang nomor 6 tahun 1968 tentang penanaman modal dalam negeri. Lahirnya dua instrument hukum tersebut diharapkan agar para investor local dan investor asing tertarik untuk menanamkan modalnya dengan berinvestasi di Indonesia.[10]

Saat ini BEI mempunyai 42 indeks saham. Dari ke 42 indeks tersebut Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merupakan indeks yang mencerminkan pergerakan seluruh saham yang tercatat di papan utama dan papan pengembangan Bursa Efek Indonesia. Dalam bahasa Inggris IHSG disebut juga dengan Indonesia Composite Index, ICI, atau IDX Composite) adapun tujuan atau manfaat adanya indeks saham adalah dapat mengukur sentiment pasar, dapat dijadikan sebagai produk investasi pasif seperti pada Reksa Dana Indeks, ETF dan produk turunannya, dapat dijadikan sebagai Benchmark portofolio aktif, selain itu dapat dijadikan sebagai proksi dalam mengukur serta membuat return, risiko yang sistematis.[11] Dasar perhitungan IHSG pada tanggal 10 Agustus 1982 dengan nilai dasar 100 dan saham yang tercatat sebanyak 13 saham. Namun pada tanggal 1 April 1983 adalah untuk pertama kali IHSG dikenalkan sebagai indikator di BEJ.

1. Saham: Saham atau stock adalah salah satu produk yang paling popular di pasar modal. Masyarakat banyak yang memilih saham sebagai salah satu tempat investasi karena saham dapat memberikan keuntungan yang menarik.[12]

2. Obligasi atau yang disebut juga dengan surat utang adalah salah satu Efek yang tercatat di papan Bursa Efek. Obligasi atau surat utang jangka menengah, jangka panjang merupakan surat utang yang dapat dipindahtangankan.[13]

3. Reksadana adalah salah satu instrumen investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya para pemodal kecil dan pemodal yang tidak mempunyai banyak waktu serta keahlian dalam menghitung risiko investasi mereka.[14]

4. ETF merupakan reksa dana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif unit penyertaannya diperdagangkan di Bursa Efek.[15]

Indeks saham

sunting

Untuk memberikan informasi yang lebih lengkap tentang perkembangan bursa kepada publik, BEI menyebarkan data pergerakan harga saham melalui media cetak dan elektronik. Satu indikator pergerakan harga saham tersebut adalah indeks harga saham. Saat ini, BEI mempunyai beberapa jenis indeks, ditambah dengan indeks sektoral[12] per 09 Mei 2019. Indeks-indeks tersebut adalah

  1. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Indeks yang mengukur kinerja harga semua saham yang tercatat di Papan Utama dan Papan Pengembangan Bursa Efek Indonesia.
  2. Indeks IDX80, Indeks yang mengukur performa harga dari 80 saham-saham yang memiliki likuiditas tinggi dan kapitalisasi pasar besar serta didukung oleh fundamental perusahaan yang baik.
  3. Indeks LQ45, Indeks yang mengukur performa harga dari 45 saham-saham yang memiliki likuiditas tinggi dan kapitalisasi pasar besar serta didukung oleh fundamental perusahaan yang baik.
  4. Indeks IDX30, Indeks yang mengukur performa harga dari 30 saham-saham yang memiliki likuiditas tinggi dan kapitalisasi pasar besar serta didukung oleh fundamental perusahaan yang baik.
  5. IDX Quality30, Indeks yang mengukur kinerja harga dari 30 saham yang secara historis perusahaan relatif memiliki profitabilitas tinggi, solvabilitas baik, dan pertumbuhan laba stabil dengan likuiditas transaksi serta kinerja keuangan yang baik.
  6. IDX Value30, Indeks yang mengukur kinerja harga dari 30 saham yang memiliki valuasi harga yang rendah dengan likuiditas transaksi serta kinerja keuangan yang baik.
  7. IDX Growth30, Indeks yang mengukur kinerja harga dari 30 saham yang memiliki tren harga relatif terhadap pertumbuhan laba bersih dan pendapatan dengan likuiditas transaksi serta kinerja keuangan yang baik.
  8. IDX ESG Leaders, Indeks yang mengukur kinerja harga dari saham-saham yang memiliki penilaian Environmental, Social, dan Governance (ESG) yang baik dan tidak terlibat pada kontroversi secara signifikan serta memiliki likuiditas transaksi serta kinerja keuangan yang baik. Penilaian ESG dan analisis kontroversi dilakukan oleh Sustainalytics.
  9. IDX LQ45 Low Carbon Leaders, Indeks yang bertujuan untuk mengurangi eksposur intensitas emisi karbon atas portofolio sebesar minimal 50% dibandingkan dengan Indeks LQ45 sebagai parent index, setelah melakukan penyesuaian bobot per sektor sesuai dengan carbon intensity dan mengecualikan perusahaan di industri batu bara sesuai dengan klasifikasi IDX-IC.
  10. Indeks IDX High Dividend 20 / IDX High Dividend 20 Index, Indeks harga atas 20 saham yang membagikan dividen tunai selama 3 tahun terakhir dan memiliki dividend yield yang tinggi.
  11. Indeks IDX BUMN20 / IDX BUMN20 Index, Indeks yang mengukur performa harga harga atas 20 saham perusahaan tercatat yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan afiliasinya.
  12. Indeks Saham Syariah Indonesia / Indonesia Sharia Stock Index (ISSI), Indeks yang mengukur performa harga seluruh saham yang dinyatakan sebagai saham syariah sesuai dengan Daftar Efek Syariah (DES) yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
  13. Jakarta Islamic Index 70 (JII70), Indeks yang mengukur performa harga dari 70 saham-saham syariah yang memiliki kinerja keuangan yang baik dan likuiditas transaksi yang tinggi.
  14. Jakarta Islamic Index (JII), Indeks yang mengukur performa harga dari 30 saham-saham syariah yang memiliki kinerja keuangan yang baik dan likuiditas transaksi yang tinggi.
  15. IDX-MES BUMN 17, Indeks yang mengukur kinerja harga dari 17 saham syariah yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan afiliasinya yang memiliki likuiditas baik dan kapitalisasi pasar besar serta didukung oleh fundamental perusahaan yang baik. IDX-MES BUMN 17 merupakan kerja sama antara PT Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Perkumpulan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES).
  16. IDX Sharia Growth, Indeks yang mengukur kinerja harga 30 saham syariah yang memiliki tren pertumbuhan laba bersih dan pendapatan relatif terhadap harga dengan likuiditas transaksi serta kinerja keuangan yang baik.
  17. Indeks IDX SMC Composite / IDX Small-Mid Cap Composite Index, Indeks yang mengukur performa harga dari saham-saham yang memiliki kapitalisasi pasar kecil dan menengah.
  18. Indeks IDX SMC Liquid / IDX Small-Mid Cap Liquid Index, Indeks yang mengukur performa harga dari saham-saham dengan likuiditas tinggi yang memiliki kapitalisasi pasar kecil dan menengah. Konstituen Indeks IDX SMC Liquid diambil dari konstituen Indeks IDX SMC Composite.
  19. Indeks Kompas100, Indeks yang mengukur performa harga dari 100 saham-saham yang memiliki likuiditas yang baik dan kapitalisasi pasar yang besar. Indeks KOMPAS100 diluncurkan berkerja sama dengan perusahaan media KOMPAS GRAMEDIA GROUP.
  20. Indeks BISNIS-27, Indeks yang mengukur performa harga dari 27 saham-saham yang dipilih oleh Komite Indeks Bisnis Indonesia. Indeks BISNIS-27 diluncurkan berkerja sama dengan perusahaan media PT Jurnalindo Aksara Grafika (penerbit surat kabar harian Bisnis Indonesia).
  21. Indeks MNC36, Indeks yang terdiri dari 36 saham yang memiliki kinerja positif yang dipilih berdasarkan kapitalisasi pasar, likuiditas transaksi, dan fundametal serta rasio keuangan. Indeks MNC36 diluncurkan dan dikelola berkerja sama dengan perusahaan media Media Nusantara Citra (MNC) Group.
  22. Indeks Investor33, Indeks yang mengukur performa harga 33 saham yang dipilih dari 100 (seratus) Perusahaan Tercatat terbaik versi Majalah Investor yang dipilih berdasarkan kapitalisasi pasar, likuiditas transaksi dan fundamental serta rasio keuangan. Indeks Investor33 diluncurkan dan dikelola berkerja sama dengan perusahaan media PT Media Investor Indonesia (penerbit Majalah Investor).
  23. Indeks Infobank15, Indeks yang terdiri dari 15 saham perbankan yang memiliki faktor fundamental yang baik dan likuiditas perdagangan yang tinggi. Indeks infobank15 diluncurkan dan dikelola berkerja sama dengan perusahaan media PT Info Artha Pratama (penerbit Majalah Infobank).
  24. Indeks SMinfra18, Indeks yang terdiri dari 18 saham yang konstituennya dipilih dari sektorsektor infrastruktur, penunjang infrastruktur, dan pembiayaan infrastruktur (dari sektor perbankan) yang dipilih berdasarkan kriteria tertentu. Indeks SMinfra18 diluncurkan dan dikelola berkerja sama dengan PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) (SMI).
  25. Indeks SRI-KEHATI, Indeks yang mengukur performa harga saham dari 25 emiten yang memiliki kinerja yang baik dalam mendorong usaha-usaha berkelanjutan, serta memiliki kesadaran terhadap lingkungan hidup, sosial, dan tata kelola perusahaan yang baik atau disebut Sustainable and Responsible Investment (SRI). Indeks SRI-KEHATI diluncurkan dan dikelola berkerja sama dengan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Yayasan KEHATI).
  26. ESG Sector Leaders IDX KEHATI, Indeks yang berisikan saham-saham dengan hasil penilaian kinerja ESG di atas rata-rata sektornya serta memiliki likuiditas yang baik. Klasifikasi industri mengacu kepada IDX Industrial Classification (IDX-IC). ESG Sector Leaders IDX KEHATI diluncurkan dan dikelola berkerja sama dengan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Yayasan KEHATI).
  27. ESG Quality 45 IDX KEHATI, Indeks yang berisikan 45 saham terbaik dari hasil penilaian kinerja ESG dan kualitas keuangan perusahaan serta memiliki likuiditas yang baik. ESG Quality 45 IDX KEHATI diluncurkan dan dikelola berkerja sama dengan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Yayasan KEHATI).
  28. Indeks PEFINDO25, Indeks yang mengukur performa harga saham dari 25 emiten kecil dan menengah yang memiliki kinerja keuangan yang baik dan likuiditas transaksi yang tinggi. Indeks PEFINDO25 diluncurkan dan dikelola berkerja sama dengan perusahaan pemeringkat PT Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO).
  29. Indeks PEFINDO i-Grade / PEFINDO Investment Grade Index, Indeks yang mengukur performa harga dari 30 saham emiten-emiten yang memiliki peringkat investment grade dari PEFINDO (idAAA hingga idBBB-) yang berkapitalisasi pasar paling besar. Indeks PEFINDO i-Grade diluncurkan dan dikelola berkerja sama dengan perusahaan pemeringkat PT Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO).
  30. Indeks IDX-PEFINDO Prime Bank, Indeks yang mengukur kinerja harga dari 10 saham perbankan yang memiliki peringkat investment grade dengan likuiditas transaksi serta kinerja keuangan yang baik. Indeks IDX-PEFINDO Prime Bank diluncurkan dan dikelola berkerja sama dengan perusahaan pemeringkat PT Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO).
  31. Indeks Papan Utama, Indeks yang mengukur kinerja harga seluruh saham tercatat di Papan Utama Bursa Efek Indonesia.
  32. Indeks Papan Pengembangan, Indeks yang mengukur kinerja harga seluruh saham tercatat di Papan Pengembangan Bursa Efek Indonesia.
  33. Indeks Papan Akselerasi, Indeks yang mengukur kinerja harga seluruh saham tercatat di Papan Akseerasi Bursa Efek Indonesia.
  34. Indeks Sektoral, Indeks yang mengukur performa harga seluruh saham dari masing-masing sektor industri yang terdapat pada klasifikasi Jakarta Stock Industrial Classification (JASICA). Indeks Sektoral (IDX-IC) yang terdiri dari 11 Sektor, yaitu: IDX Sektor Energi (IDXENERGY), IDX Sektor Barang Baku (IDXBASIC), IDX Sektor Perindustrian (IDXINDUST), IDX Sektor Barang Konsumen Primer (IDXNONCYC), IDX Sektor Barang Konsumen Non-Primer (IDXCYCLIC), IDX Sektor Kesehatan (IDXHEALTH), IDX Sektor Keuangan (IDXFINANCE), IDX Sektor Properti & Real Estate (IDXPROPERT), IDX Sektor Teknologi (IDXTECHNO), IDX Sektor Infrastruktur (IDXINFRA), IDX Sektor Transportasi&Logistik (IDXTRANS).

Peran Bursa Efek

sunting

Bursa Efek berperan signifikan dalam kegiatan pasar modal. Bursa Efek bertangunggung jawab dalam menyediakan semua sarana perdagangan efek dan membuat peraturan yang berkaitan dengan kegiatan bursa.

Bursa efek juga mendorong partisipasi masyarakat serta badan usaha dalam memenuhi pembiayaan nasional. Jika permintaan investasi tinggi, maka perusahaan akan meningkatkan jumlah penawaran saham kepada publik. Ini akan mendorong peningkatan aktivitas transaksi di pasar modal. Ditambah lagi, bursa efek juga bereran dalam menyediakan informasi perdagangan harian yaitu perubahan harga saham yang terjadi setiap harinya serta harga penutupan.[13]

Landasan Hukum

sunting

Berdasarkan pada pasal 1 ayat (2) UU nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal, anggota bursa efek perantara pedagang efek yang mempunyai ijin usaha dari OJK dimana kewenangan ini dahulu berada di tangan Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal) dan memiliki hak untuk menggunakan system dan /atau sarana di bursa efek sesuai peraturan yang berlaku. Hal tersebut disebutkan pada Angka 1 Peraturan III.A Lampiran Keputusan Direksi Bursa Efek Indonesia Nomor Kep- 00184/BEI/12-2018 tentang Keanggotaan Bursa (selanjutnya disebut Peraturan BEI III.A) jo. Angka 1.1 Peraturan Nomor III.I Lampiran Keputusan Direksi Bursa Efek Indonesia Nomor Kep-00022/BEI/02-2017 tentang Keanggotaan Margin dan Short Selling.

Selain itu, karakteristik unik yang hanya dimiliki dari Bursa Efek adalah dapat bertindak sebagai anggota bursa juga sekaligus berposisi sebagai pemegang saham atau yang disebut dengan investor.[16]

Bursa efek Indonesia bukan Badan Usaha Milik Negara karena para pihak pemegang saham di bursa efek adalah para anggota bursa. Berdasarkan Pasal 1 UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN (Badan Usaha Milik Negara), BUMN merupakan badan usaha yang sebagian besar atau seluruh modal dimiliki oleh negara yang berasal dari kekayaan negara. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa unsur suatu perseroan dapat disebut sebagai BUMN apabila modal seluruhnya atau sebagian besar dimiliki oleh negara dari kekayaan yang dipisahkan.

Garis waktu

sunting
  • Pada Desember 1912, Bursa Efek pertama di Indonesia dibentuk di Batavia oleh Pemerintah Hindia Belanda
  • Pada 1914-1918, Bursa Efek di Batavia ditutup selama Perang Dunia I
  • Pada 1925-1942, Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan Bursa Efek di Semarang dan Surabaya
  • Pada awal 1939, Bursa Efek di Semarang dan Surabaya ditutup karena isu politik (Perang Dunia II)
  • Pada 1942-1952, Bursa Efek di Jakarta ditutup kembali selama Perang Dunia II
  • Pada 1956-1977, Pada 1956, dilaksanakan program nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa Efek semakin tidak aktif, perdagangan di Bursa Efek vakum
  • Pada 10 Agustus 1977, Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto. BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal). Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama
  • Pada 1977-1987, perdagangan di Bursa Efek sangat lesu. Jumlah emiten hingga 1987 baru mencapai 24 emiten. Masyarakat lebih memilih instrumen perbankan dibandingkan instrumen Pasar Modal
  • Pada 1987, diluncurkan Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum dan investor asing menanamkan modal di Indonesia
  • Pada 2 Juni 1988, Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE), sedangkan organisasinya terdiri dari broker dan dealer
  • Pada Desember 1988, Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88 (PAKDES 88) yang memberikan kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal
  • Pada 16 Juni 1989, Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya
  • Pada 1988-1990, Paket deregulasi dibidang Perbankan dan Pasar Modal diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk asing. Aktivitas bursa terlihat meningkat
  • Pada 13 Juli 1992, Bursa Efek Jakarta (BEJ) resmi menjadi perusahaan swasta (swastanisasi). BAPEPAM berubah menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ
  • Pada 21 Desember 1993, Pendirian PT Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO)
  • Pada 22 Mei 1995, Sistem Otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan sistem komputer JATS (Jakarta Automated Trading Systems)
  • Pada 10 November 1995, Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai Januari 1996
  • Pada 1995, Bursa Paralel Indonesia merger dengan Bursa Efek Surabaya
  • Pada 6 Agustus 1996, Pendirian Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI)
  • Pada 23 Desember 1997, Pendirian Kustodian Sentra Efek Indonesia (KSEI)
  • Pada 21 Juli 2000, Sistem Perdagangan Tanpa Warkat (scripless trading) mulai diaplikasikan di pasar modal Indonesia
  • Pada 28 Maret 2002, Bursa Efek Jakarta (BEJ) mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote trading)
  • Pada 9 September 2002, perubahan transaksi T+4 menjadi T+3 selesai
  • Pada 6 Oktober 2004, Perilisan Stock Option
  • Pada 30 November 2007, Bursa Efek Surabaya (BES) dan Bursa Efek Jakarta (BEJ) digabungkan dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI)
  • Pada 8 Oktober 2008, Pemberlakukan Suspensi Perdagangan
  • Pada 2 Maret 2009, Peluncuran Sistem Perdagangan Baru PT Bursa Efek Indonesia: JATS-NextG
  • Pada 10 Agustus 2009, Pendirian Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI)
  • Pada Agustus 2011, Pendirian PT Indonesian Capital Market Electronic Library (ICaMEL)
  • Pada Januari 2012, Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
  • Pada Desember 2012, Pembentukan Securities Investor Protection Fund (SIPF)
  • Pada 2012, Peluncuran Prinsip Syariah dan Mekanisme Perdagangan Syariah
  • Pada 2 Januari 2013, Pembaruan jam perdagangan
  • Pada 6 Januari 2014, Penyesuaian kembali Lot Size dan Tick Price
  • Pada 10 November 2015, TICMI bergabung dengan ICaMEL
  • Pada 12 November 2015, Launching Kampanye ‘Yuk Nabung Saham’
  • Pada 2015, Tahun diresmikannya LQ-45 Index Futures
  • Pada 18 April 2016, Peluncuran IDX Channel
  • Pada 2 Mei 2016, Penyesuaian kembali Tick Size
  • Pada tahun 2016, Pendirian PT Pendanaan Efek Indonesia (PEI). Penyesuaian kembali batas Autorejection. Selain itu, pada tahun 2016, BEI turut ikut menyukseskan kegiatan Amnesti Pajak serta diresmikannya Go Public Information Center
  • Pada 6 Februari 2017, relaksasi marjin
  • Pada 23 Maret 2017, Peresmian IDX Incubator
  • Pada 2017, Peresmian Indonesia Securities Fund
  • Pada 7 Mei 2018, Pembaruan Sistem Perdagangan dan New Data Center
  • Pada 26 November 2018, launching Penyelesaian Transaksi T+2 (T+2 Settlement)
  • Pada 27 Desember 2018, terdapat penambahan Tampilan Informasi Notasi Khusus pada kode Perusahaan Tercatat
  • Pada 5 April 2019, PT Pendanaan Efek Indonesia (PEI) mendapatkan izin operasional dari OJK
  • Pada 18 April 2019, BEI bergabung dalam Sustainable Stock Exchange (SSE)
  • Pada 16 Juni 2019, BEI menjadi Best Companies to Work For in Asia dari HR Asia
  • Pada 12 Agustus 2019, Integrasi IDX-Net SPE OJK dan Implementasi e-Registration
  • Pada 16 September 2019, BEI menjadi The Best Islamic Capital Market GIFA Awards
  • Pada 7 Oktober 2019, Peluncuran Papan Akselerasi
  • Pada 2 Desember 2019, Implementasi Protokol Baru FIX 5, ITCH dan OUCH
  • Pada 10 Agustus 2020, Peluncuran PT Electronic Indonesia Public Offering (e-IPO)
  • Pada 27 Oktober 2020, Peluncuran IDX DNA atau Sistem Distribusi Keterbukaan Informasi Perusahaan Tercatat Terintegrasi
  • Pada 9 November 2020, Perubahan Maximum Price Movement produk ETF (Revitalisasi Perdagangan ETF) dan Sistem Penyelenggara Pasar Alternatif (SPPA) mulai beroperasi
  • Pada 7 Desember 2020, Peluncuran Kontrak Berjangka IDX30 Futures dan Government Basket Bond Futures
  • Pada 19 Januari 2021, Decision Support System Tahap II
  • Pada 25 Januari 2021, Klasifikasi Industri Baru (IDX-IC)
  • Pada 29 Januari 2021, Whistleblowing System (WBS)
  • Pada 10 April 2021, Pengembangan e-IPO Tahap 1
  • Pada 29 April 2021, Indeks Baru: IDX-MES BUMN 17
  • Pada Juni 2021, Capped Adjusted Free Float Market Capitalization pada indeks BEI
  • Pada 12 Juli 2021, Enhancement SPPA 2020 (Kuotasi Dealer Utama dan penyempurnaan UX)
  • Pada 19 Juli 2021, Efek bersifat ekuitas dalam Pemantauan Khusus (Notasi Khusus "X")
  • Pada 28 Agustus 2021, Pengembangan e-IPO Tahap 2
  • Pada 14 September 2021, BEI menjadi The Best Islamic Capital Market GIFA Award
  • Pada 27 September 2021, Perushaan Efek Daerah Pertama di BEI
  • Pada 6 Desember 2021, Penyesuaian Mekanisme Pre-Closing & Penutupan Kode Broker
  • Pada 20 Desember 2021, ESG Sector Leaders IDX KEHATI (ESGSKEHATI) dan ESG Quality 45 IDX KEHATI (ESGQKEHATI)
  • Pada 21 Desember 2021, Perubahan Peraturan Nomor I-A tentang Pencatatan Saham dan Efek bersifat Ekuitas selain saham yang diterbitkan oleh perusahaan tercatat
  • Pada 22 Desember 2021, Microsite ESG

Insiden

sunting

Bom Bursa Efek Jakarta

sunting

Pada 13 September 2000, area parkir bawah tanah Bursa Efek Indonesia (saat itu masih bernama Bursa Efek Jakarta) dibom oleh sekelompok teroris dengan menggunakan bom mobil. Ledakan bom tersebut mengakibatkan 15 orang tewas dan 90 orang luka-luka.

Selasar runtuh

sunting

Pada tanggal 15 Januari 2018, sebuah selasar mezanin yang tergantung di lantai dua IDX runtuh dan menyebabkan 77 orang terluka. Sebagian besar yang terluka adalah mahasiswa yang mengunjungi gedung tersebut. Insiden terjadi sekitar pukul 12:10 WIB.[14]

Lihat juga

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ "Indonesia stocks exchange". IDX. Diakses tanggal 11 June 2023. 
  2. ^ (Indonesia) AntaraNews: Menkeu: BEJ dan BES Merger Jadi Bursa Efek Indonesia[pranala nonaktif permanen]
  3. ^ Situs Antara[pranala nonaktif permanen]
  4. ^ detik Finance: BEI Aktif Mulai 1 Desember
  5. ^ Message from Bursa Efek Jakarta, diakses 28 Januari 2008
  6. ^ a b Brantika, H (2006). "Sejarah Pasar Modal Indonesia" (PDF). Diakses tanggal 27/11/2021. 
  7. ^ News, Sindo (10 Agustus 2021). "Sejarah Pasar Modal Indonesia Pernah Vakum Sebab Perang Dunia". Sindonews.com. Diakses tanggal 27/11/2021. 
  8. ^ Maghiszha, Dinar Fitra (10 Agustus 2021). "Sejarah Pasar Modal Indonesia dari Zaman Hindia Belanda, Pernah Ditutup akibat Perang Dunia". Okezone.com. Diakses tanggal 27/11/2021. 
  9. ^ Indonesia, Tap Kapital. "Sejarah Pasar Modal Indonesia Dari Masa ke Masa". www.tapkapital.co.id. Diakses tanggal 27/11/2021. 
  10. ^ a b c Prasetyo, Budi (2012). "Analisis Faktor-faktor Risiko Sistematis terhadap Saham Jakarta Islamic Index (JII)" (PDF). Skripsi: 52–58. 
  11. ^ Pakpahan, Elvira Fitriyani (2017). "REKONSTRUKSI PENGATURAN OBLIGASI DI PASARMODAL INDONESIA BERBASIS NILAI KEADILAN" (PDF). Disertasi: 5. 
  12. ^ [1], Bursa Efek Indonesia, diakses 4 Januari 2017
  13. ^ Pradana, Melvern (10/09/2022). "Bursa Efek: Cara Kerja, Peran, Jenis". Investbro.id. Diakses tanggal 14/09/2021. 
  14. ^ Selasar Gedung BEI Roboh, Ratusan Orang Terluka

[1] Gilbert Josua Tulus Hartarto , Status Yuridis Bursa Efek Sebagai Pengatur Kegiatan Perdagangan Pasar Modal Masalah-Masalah Hukum, Jilid 50 No.2, April 2021, Halaman 143-150

[2] Nasution, Y. S. J. (2015). Peranan Pasar Modal Dalam Perekonomian Negara. Human Falah, 2(1), 96.

[3] https://www.idx.co.id/tentang-bei/sejarah-dan-milestone/

[4] Bapepam LK, (2010), Master Plan Pasar Modal dan Industri Keuangan Non Bank 2010-2014, Jakarta: Bapepam, hlm. 8

[5] J. Fred Wreston, (1990), Mergers, Restructuring, and Corporate Control, New Jersey: Prentice Hall, hlm. 531-532

[6] International Organization of Securities Commisions (IOSCO), (2007), Model for Effective Self Regulation,___: United Nations Conference on Trade & Development, hlm. 2

[7] John Carson, (2010), Self-Regulation in Securities Markets, Working Paper for World Bank Financial Sector Policy Group, World Bank, hlm 32

[8] Ibid hlm. 6

[9] Pasal 7 ayat (2) UU 8/1995

[10] H. Salim HS, Budi Sutrisno, Hukum investasi di Indonesia, Divisi Perguruan Tinggi, PT Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2014, h. 1.

[11] https://www.idx.co.id/produk/indeks/ diakses pada 29 Oktober 2021.

[12] https://www.idx.co.id/produk/saham/

[13] https://www.idx.co.id/produk/surat-utang-obligasi/

[14] https://www.idx.co.id/produk/reksa-dana/

[15] https://www.idx.co.id/produk/exchange-traded-fund-etf/

[16] Rahmah, M. (2019). Hukum Pasar Modal. Kencana

[17] Khairandy, R. (2013). Karakter Hukum Perusahaan Perseroan Dan Status Hukum Kekayaan Yang Dimilikinya. Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, 21(1), 81–97.

[18] Ahmad Dwi Nuryanto, “Problem Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Berasal Dari Predicate Crime Perbankan”, Bestuur, volume 7. Nomor 1 (2019), h. 54.

[19] Ferry Kiandi, “Perlindungan Hukum Dalam Transaksi Margin Trading Dan Short Sales Di Pasar Modal”, FH

Universitas Sumatera Utara, 2014, h. 1–18.

[20] Tavinayati, Yulia Qamariyanti, Hukum Pasar Modal Di Indonesia, Bandung:Sinar Grafika, 2009, h.171

[21] Soetiono, Kusumaningtuti S., 2016, Pasar Modal, Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta. hlm 123

Pranala luar

sunting