Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas

Gangguan penyakit pada anak

Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (bahasa Inggris: attention deficit hyperactivity disorder, disingkat ADHD) adalah gangguan perkembangan dalam peningkatan aktivitas motorik anak-anak hingga menyebabkan aktivitas anak-anak yang tidak lazim dan cenderung berlebihan. Hal ini ditandai dengan berbagai keluhan perasaan gelisah, tidak bisa diam, tidak bisa duduk dengan tenang, dan selalu meninggalkan keadaan yang tetap seperti sedang duduk, atau sedang berdiri. Beberapa kriteria yang lain sering digunakan adalah suka meletup-letup, aktivitas berlebihan, dan suka membuat keributan.

Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas
Informasi umum
Nama lainDahulu dinamakan: Gangguan Kurang Perhatian (ADD), Gangguan Hiperkinetik (HD)[1]
Spesialisasi
PenyebabGenetik (diwariskan, de novo) dan pada tingkat yang lebih rendah, faktor lingkungan (paparan bahaya biologis selama kehamilan, cedera otak traumatis)
Aspek klinis
Gejala dan tanda
Awal munculDalam kebanyakan kasus, setidaknya beberapa gejala dan gangguan ADHD muncul sebelum usia 12 tahun.
DiagnosisBerdasarkan gejala yang mengganggu setelah kemungkinan penyebab lainnya telah disingkirkan
Kondisi serupa
Perawatan
Pengobatan
Prevalensi0,8–1,5% (2019, menggunakan DSM-IV-TR dan ICD-10)[3]

Penegakkan diagnosis apakah seorang anak menyandang ADD/ADHD perlu melewati pemeriksaan yang mendetail. Para profesional seperti psikolog anak atau dokter biasanya menggunakan metode pemeriksaan seperti riwayat medis, wawancara klinis, penggunaan kuesioner dan juga observasi terhadap perilaku anak.[4]

Epidemiologi

sunting

ADHD diperkirakan mempengaruhi sekitar 6–7% orang berusia kurang dari atau sama dengan 18 tahun ketika didiagnosis melalui kriteria DSM-IV.[5] Ketika didiagnosis melalui kriteria ICD-10 dalam kelompok usia ini diperkirakan sebesar 1–2%.[6] Anak laki-laki dua kali lebih prevalen dibanding perempuan.[7][8]

Patogenesis

sunting

Penyebab kebanyakan kasus ADHD tidak diketahui, tetapi diyakini melibatkan interaksi antara faktor genetik dan lingkungan.[9][10]

Genetik

sunting

ADHD sangat mungkin diwariskan, tetapi faktor genetik tertentu belum ditegakkan. Kerabat tingkat pertama pasien dengan ADHD dilaporkan 2-8 kali lebih mungkin untuk mengembangkan ADHD. Kisaran tingkat pewarisan genetik dilaporkan 71–90% dalam beberapa studi kembar. Komponen genetik potensial mencakup:[10]

  • gen dopaminergik: gen reseptor dopamin DRD4 dan DRD5, dan dopamin gen transporter DAT1
  • gen serotonergik 5HTT (protein pembawa terlibat dalam reuptake serotonin) dan reseptor serotonin HTR1B
  • SNAP-25 (protein yang terkait dengan pelepasan neurotransmitter, plastisitas sinaptik, dan pertumbuhan aksonal)
  • varian jumlah salinan yang langka

Lingkungan/psikososial

sunting
  • Konflik keluarga.
  • Sosial ekonomi keluarga yang terbatas.
  • Jumlah keluarga yang terlalu besar.
  • Orang tua terkena kasus kriminal.
  • Orang tua dengan gangguan jiwa (psikopat).
  • Anak yang diasuh di penitipan anak.
  • Riwayat kehamilan dengan eklampsia, perdarahan antepartum, fetal distress, bayi lahir dengan berat badan lahir rendah, ibu merokok saat hamil, dan alkohol.

Gejala klinis

sunting

Gejala yang timbul dapat bervariasi mulai dari yang ringan hingga yang berat. Gejala ADHD sudah dapat dilihat sejak usia bayi, salah satunya yang harus dicermati adalah sensitif terhadap suara dan cahaya, menangis, suka menjerit dan sulit tidur. Waktu tidur yang kurang sehingga bayi sering kali terbangun. Sulit makan dan minum ASI. Tidak senang digendong, suka membenturkan kepala, dan sering marah berlebihan. Keluhan yang terlihat pada anak yang lebih besar adalah tampak canggung, sering mengalami kecelakaan, perilaku berubah-ubah, gerakan konstan atau monoton, lebih ribut dibandingkan anak-anak lainnya, kurang konsentrasi, tidak bisa diam, mudah marah, nafsu makan buruk, koordinasi mata dan tangan tidak baik, suka menyakiti diri sendiri, dan gangguan tidur.

Untuk mempermudah diagnosis pada ADHD harus memiliki tiga gejala utama yang tampak pada perilaku seorang anak yaitu inatensi, hiperaktif, dan impulsif.

  • Inatensi

Kurangnya kemampuan untuk memusatkan perhatian misalnya jarang menyelesaikan perintah sampai tuntas, mainan sering tertinggal, sering membuat kesalahan, mudah beralih perhatian (terutama oleh rangsang suara).

  • Hiperaktif

Perilaku yang tidak bisa diam, seperti banyak bicara, tidak dapat tenang/diam (mempunyai kebutuhan untuk selalu bergerak), sering membuat gaduh suasana, selalu memegang apa yang dilihat, sulit untuk duduk diam, lebih gelisah dan impulsif dibandingkan dengan mereka yang seusia, suka teriak-teriak.

  • Impulsif

Kesulitan untuk menunda respon (dorongan untuk mengatakan/melakukan sesuatu yang tidak sabar) seperti sering mengambil mainan teman dengan paksa, tidak sabaran, reaktif, sering bertindak tanpa dipikir dahulu.

Gejala-gejala lainnya yaitu sikap menentang, cemas, dan memiliki masalah sosial. (i) Sikap menentang seperti sering melanggar peraturan, bermasalah dengan orang-orang yang memiliki otoritas, lebih mudah merasa terganggu, mudah marah (dibandingkan dengan mereka yang seusia). (ii) Rasa cemas seperti banyak mengalami rasa khawatir dan takut, cenderung emosional, sangat sensitif terhadap kritikan, mengalami kecemasan pada situasi yang baru atau yang tidak familiar, terlihat sangat pemalu dan menarik diri. (iii) Masalah sosial seperti hanya memiliki sedikit teman, sering memiliki rasa rendah diri dan tidak percaya diri.

Manajemen

sunting

Manajemen ADHD biasanya melibatkan konseling atau obat atau kombinasi keduanya.

Terapi perilaku

sunting

Terapi perilaku untuk membantu anak dengan ADHD untuk beradaptasi dan memperbaiki kemampuan untuk memecahkan masalah.

Obat-obatan

sunting

Obat stimulan adalah pengobatan pilihan.[11][12] Obat ini memiliki setidaknya beberapa efek pada gejala dalam jangka pendek di sekitar 80% dari orang. Metilfenidat muncul untuk memperbaiki gejala seperti yang dilaporkan oleh para guru dan orang tua.[13]

American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan pengobatan berdasarkan usia, yaitu:

  • Untuk anak usia 4-5 tahun: perlakuan pertama dengan orang tua dan/atau guru melalui terapi perilaku. Pemberian metilfenidat hanya jika intervensi perilaku tidak menyebabkan peningkatan dan jika terjadi gangguan fungsional sedang sampai parah.
  • Untuk anak usia 6-11 tahun, pilihan pengobatan termasuk pengobatan yang disetujui FDA (bukti terbaik untuk stimulan) dan terapi perilaku dari orang tua dan atau guru.
  • Untuk remaja berusia 12-18 tahun, pilihan pengobatan termasuk pengobatan yang disetujui FDA dan terapi perilaku dari orang tua dan atau guru.

Manajemen menggunakan obat dengan atau tanpa terapi perilaku memperbaiki gejala ADHD dibandingkan dengan terapi perilaku sendiri atau perawatan standar. Obat stimulan terapi lini pertama untuk ADHD pada pasien berusia 6-18 tahun adalah:

  • obat yang efektif untuk anak-anak usia sekolah meliputi: metilfenidat, deksmetilfenidat pelepasan lama, amfetamin, lisdeksamfetamin.
  • obat yang efektif untuk remaja termasuk: metilfenidat pelepasan lama sekali sehari yang juga dapat mengurangi kesalahan mengemudi, deksmetilfenidat pelepasan lama, lisdeksamfetamin.

Obat nonstimulant adalah pengobatan lini kedua untuk ADHD; biasanya digunakan jika obat stimulan tidak efektif atau buruk ditoleransi:

  • atomoxetine (Strattera)
  • antidepressan
  • agonis alpha-2 adrenergik dapat digunakan sebagai monoterapi atau sebagai tambahan untuk stimulan

Untuk anak-anak dengan ADHD dan gangguan pemberontak atau perilaku oposisi: (i) klonidin mengurangi masalah perilaku, (ii) penambahan divalproex pada terapi stimulan terkait dengan mengurangi perilaku agresif. Untuk anak-anak dengan ADHD dan gangguan tic, pemberia metilfenidat, alpha-agonis, atau desipramin dapat memperbaiki gejala ADHD dan mampu mengurangi tic. Suplementasi mineral zink sulfat sebagai monoterapi atau sebagai tambahan untuk metilfenidat dapat memperbaiki beberapa gejala ADHD. Suplemen zat besi dapat memperbaiki gejala ADHD dan keparahan pada anak-anak dengan ADHD dan kadar feritin serum yang rendah.

Referensi

sunting
  1. ^ Faraone, Stephen V.; Bellgrove, Mark A.; Brikell, Isabell; Cortese, Samuele; Hartman, Catharina A.; Hollis, Chris; Newcorn, Jeffrey H.; Philipsen, Alexandra; Polanczyk, Guilherme V.; Rubia, Katya; Sibley, Margaret H.; Buitelaar, Jan K. (2024-02-22). "Attention-deficit/hyperactivity disorder". Nature Reviews Disease Primers (dalam bahasa Inggris). 10 (1): 11. doi:10.1038/s41572-024-00495-0. ISSN 2056-676X. PMID 38388701 Periksa nilai |pmid= (bantuan). 
  2. ^ Young K (9 February 2017). "Anxiety or ADHD? Why They Sometimes Look the Same and How to Tell the Difference". Hey Sigmund. Diarsipkan dari versi asli tanggal 26 January 2023. Diakses tanggal 27 January 2023. 
  3. ^ Institute for Health Metrics and Evaluation (17 October 2020). "Global Burden of Disease Study 2019: Attention-deficit/hyperactivity disorder—Level 3 cause" (PDF). The Lancet. 396 (10258). Table 1. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 7 January 2021. Diakses tanggal 7 January 2021.  . Both DSM-IV-TR and ICD-10 criteria were used.
  4. ^ Djuwita, Efriyani (20160101). "Ruang Baca Virtual V.2" (PDF). PAUD4208 – Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus. Diakses tanggal 2023-12-12. 
  5. ^ Willcutt, EG (July 2012). "The prevalence of DSM-IV attention-deficit/hyperactivity disorder: A meta-analytic review". Neurotherapeutics. 9 (3): 490–9. doi:10.1007/s13311-012-0135-8. PMC 3441936 . PMID 22976615. 
  6. ^ Cowen, P; Harrison, P; Burns, T (2012). Shorter Oxford Textbook of Psychiatry (edisi ke-6th). Oxford University Press. hlm. 546. ISBN 9780199605613. 
  7. ^ Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Increasing prevalence of parent-reported attention-deficit/hyperactivity disorder among children --- United States, 2003 and 2007. MMWR Morb Mortal Wkly Rep. 2010 Nov 12;59(44):1439-43.
  8. ^ Merikangas KR, He JP, Brody D, Fisher PW, Bourdon K, Koretz DS. Prevalence and treatment of mental disorders among US children in the 2001-2004 NHANES. Pediatrics. 2010 Jan;125(1):75-81. doi: 10.1542/peds.2008-2598. Epub 2009 Dec 14.
  9. ^ Millichap, J. Gordon (2010). Attention Deficit Hyperactivity Disorder Handbook a Physician's Guide to ADHD (edisi ke-2nd). New York, NY: Springer Science. hlm. 26. ISBN 9781441913975. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-01-14. Diakses tanggal 17 January 2014. 
  10. ^ a b Thapar A, Cooper M, Eyre O, Langley K (January 2013). "What have we learnt about the causes of ADHD?". J Child Psychol Psychiatry. 54 (1): 3–16. doi:10.1111/j.1469-7610.2012.02611.x. PMC 3572580 . PMID 22963644. 
  11. ^ Wigal SB (2009). "Efficacy and safety limitations of attention-deficit hyperactivity disorder pharmacotherapy in children and adults". CNS Drugs. 23 Suppl 1: 21–31. doi:10.2165/00023210-200923000-00004. PMID 19621975. 
  12. ^ Castells X, Ramos-Quiroga JA, Bosch R, Nogueira M, Casas M (2011). Castells X, ed. "Amphetamines for Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) in adults". Cochrane Database Syst. Rev. (6): CD007813. doi:10.1002/14651858.CD007813.pub2. PMID 21678370. 
  13. ^ Storebø, OJ; Ramstad, E; Krogh, HB; Nilausen, TD; Skoog, M; Holmskov, M; Rosendal, S; Groth, C; Magnusson, FL; Moreira-Maia, CR; Gillies, D; Buch Rasmussen, K; Gauci, D; Zwi, M; Kirubakaran, R; Forsbøl, B; Simonsen, E; Gluud, C (25 November 2015). "Methylphenidate for children and adolescents with attention deficit hyperactivity disorder (ADHD)". The Cochrane database of systematic reviews. 11: CD009885. doi:10.1002/14651858.CD009885.pub2. PMID 26599576.