Arsitektur Hoysala

Arsitektur Hoysala (bahasa Kannada: ಹೊಯ್ಸಳ ವಾಸ್ತುಶಿಲ್ಪ) adalah gaya bangunan yang berkembang dibawah kepemimpinan kekaisaran Hoysala yang kini berada di Karnataka, India, antara abad ke-11 dan abad ke-14. Pengaruh Hoysala berada pada puncaknya pada abad ke-13 ketika Hoysala mendominasi daerah dataran tinggi Dekan selatan. Kuil besar dan kecil dibangun selama era ini menjadi contoh gaya arsitektur Hoysala, termasuk kuil Chennakesava di Belur, kuil Hoysaleswara di Halebidu, dan kuil Kesava di Somanathapura. Contoh ukiran Hoysala lainnya adalah pada kuil di Belavadi, Amruthapura, Hosaholalu dan Nuggehalli. Penelitian terhadap gaya arsitektur Hoysala menunjukan pengaruh Indo-Arya sementara akibat gaya India Selatan lebih jelas.[1]

Profil kuil Hoysala di Somanathapura.

Aktivitas bangunan kuil kekaisaran Hoysala yang kuat diakibatkan oleh kejadian sosial, budaya dan politik selama periode tersebut. Transformasi tradisi bangunan kuil Karnata merefleksikan tren religius yang dipopulerkan oleh filsuf Vaishnava dan Virashaiva dan juga kecakapan perkembangan militer raja Hoysala yang ingin mengungguli maharaja Chalukya Barat dalam bidang artistik. Kuil dibangun lebih dahulu sebelum kemerdekaan Hoysala pada abad ke-12 yang merefleksikan pengaruh signifikan Chalukya Barat, sementara kuil selanjutnya menahan beberapa fitur penting pada seni Chalukya, tetapi memiliki beberapa ornamentasi dan dekorasi yang berdaya cipta, memunculkan keunikan artis Hoysala. Sekitar seratus kuil masih ada di Karnataka, kebanyakan di distrik Malnad, tempat asal Raja Hoysala.

Sebagai destinasi wisata populer di Karnataka, kuil Hoysala menawarkan kesempatan untuk peziarah dan pelajar arsitektur untuk melihat arsitektur Hindu abad pertengahan dalam tradisi Karnata Dravida. Tradisi ini dimulai pada abad ke-7 dibawah perlindungan dinasti Chalukya dari Badami, dikembangkan lebih jauh oleh Chalukya Barat di Basavakalyan pada abad ke-11 dan akhirnya ditransformasikan menjadi gaya bebas pada akhir abad ke-12 selama kekuasaan Hoysalas. Prasasti berbahasa Kannada abad pertengahan menunjukan lokasi kuil memberi informasi kuil dan menawarkan informasi berharga tentang sejarah dinasti Hoysala.

Dewa kuil

sunting
 
Wisnu dengan Laksmi (Lakshminarayana) di Halebidu.
 
Siwa, Parwati, Nandini di Halebidu.

Hindu adalah kombinasi kepercayaan duniawi dan kudus, ritual, praktik sehari-hari dan tradisi yang berevolusi selama 2000 tahun dan meliputi simbolisme kompleks gabungan dunia alam dengan filosofi. Kuil Hindu mulai digunakan sebagai tempat suci dewa dan pada era Hoysala, kuil berevolusi menjadi bangunan besar peribadatan dan dunia sehari-hari. Kuil Hoysala tidak terbatas untuk tradisi Hindu dan mendorong peziarahan pergerakan devosi Hindu yang berbeda. Hoysala biasanya membangun kuil mereka untuk dewa Siwa atau untuk dewa Wisnu (dua dewa Hindu utama), namun, kadang-kadang mereka juga memilih dewa yang berbeda. Pengikut Siwa disebut Saiwa atau Lingayat dan pengikut Wisnu disebut Waisnawa. Sementara Raja Wisnuwardhana dan pengikutnya merupakan Waisnawa melalui kepercayaan,[2] sejarah menunjukan bahwa Hoysala memiliki harmoni keagamaan dengan membangun banyak kuil untuk Siwa seperti yang mereka lakukan untuk Wisnu.[3] Kebanyakan kuil tersebut memiliki fitur duniawi dengan tema umum digambarkan pada skulptur mereka. Hal ini dapat terlihat pada kuil Chennakesava di Belur yang dibangun untuk Wisnu dan kuil Hoysaleswara di Halebidu yang dibangun untuk Siwa. Kuil Kesava di Somanathapura berbeda pada ormentasinya yang dengan keras adalah Waisnawa.[4] Umumnya, kuil Waisnawa dibuat untuk Kesawa (atau Cenakesawa yang berarti "Wisnu Indah") sementara sejumlah kecil dibuat untuk Laksminarayana dan Laksminarasinga (Narayana dan Narasinga merupakan Wisnu yang secara jasmaniah penjelmaan dewa awatara) dengan Laksmi, istri Wisnu duduk di kakinya. Kuil dibuat untuk Wisnu selalu dinamai dengan dewa.

Kuil Siwa memiliki linga Siwa, simbol kesuburan dan simbol universal Siwa di kuil. Nama kuil Siwa dapat berakhir dengan akhiran eshwara yang berarti Dewa dari. Nama Hoysaleswara berarti Dewa Hoysala. Kuil juga dapat dinamai dari orang yang menjalankan konstruksi kuil, contohnya kuil Bucesvara di Koravangala dinamai dari Buci.[5] Dekorasi skulptur yang paling mengena adalah baris horisontal ukiran gambar dewa, dewi dan pembantunya yang sangat detail pada panel tembok luar kuil.

Kuil Doddagaddavalli Lakshmi Devi (dewi kekayaan) adalah pengecualian karena tidak memuja Wisnu ataupun Siwa. Dikalahkannya Dinasti Ganga Barat Jain (kini adalah Karnataka selatan) oleh Cola pada abad ke-11 dan meningkatnya jumlah pengikut Hindu Vaishnava dan Virashaivisme pada abad ke-12 dicerminkan oleh berkurangnya ketertarikan pada Jainisme.[6] Namun, dua lokasi penting pemujaan Jain di teritori Hoysala adalah Shravanabelagola dan Kambadahalli. Hoysala membangun kuil Jain untuk memuaskan kebutuhan populasi Jain, sedikit yang selamat di Halebidu yang memiliki gambaran tirthankaras Jain. Mereka membangun sumur bertingkat yang disebut Pushkarni atau Kalyani, hiasan tangki kuil di Hulikere menjadi contoh. Tangki memiliki 12 kuil kecil yang didalamnya terdapat dewa Hindu.[7]

 
Tangki kuil bertingkat Hoysala (Kalyani) di Hulikere, Karnataka.

Dua dewa utama yang ditemukan pada skulptur kuil Hoysala adalah dewa Siwa dan dewa Wisnu dalam berbagai bentuk dan awatara (penjelmaan) mereka. Siwa biasanya ditunjukkan dengan empat tangan memegang sebuah trisula dan drum kecil di antara emblem lainnya yang menyimbolkan objek yang dengan bebas dipuja pada gambaran ramalan dengan mereka berhubungan.[8] Gambaran laki-laki digambarkan dengan cara ini merupakan Siwa walaupun gambaran wanita kadang-kadang digambarkan dengan penjelmaan yang berhubungan dengan Siwa, Parwati. Berbagai gambaran dewa Siwa menunjukannya sedang melakukan sesuatu, seperti mengalahkan setan atau menari di kepala gajah. Ia sering bersama dengan istrinya, Parwati atau bersama Nandini. Ia dapat dimunculkan sebagai Bhairawa atau penjelmaan Siwa lainnya.

Gambaran laki-laki digambarkan memegang beberapa objek seperti kerang (simbol abadi, ruang menyenangkan) dan roda (waktu abadi dan kekuatan penghancur) adalah Wisnu. Jika gambar wanita digambarkan memegang objek tersebut, ia adalah Laksmi, istri Wisnu. Dalam semua gambaran, Wisnu memegang empat objek: kerang, cakra, lotus dan gada. Objek tersebut dapat dipegang dengan tangan manapun, membuat kemungkinan 24 perbedaan bentuk Wisnu dengan nama yang unik.[9] Terpisah dari hal tersebut, Wisnu digambarkan dalam sepuluh awataranya (penjelmaan tubuh), yang temasuk Wisnu duduk di Anantha (ular angkasa dan penjaga energi kehidupan), dengan Laksmi duduk pada pangkuannya (Laksminarayana), dengan kepala singa mengeluarkan isi perut raksasa pada pangkuannya (Laksminarasinga), dengan kepala babi hutan berjalan melalui setan (Waraha), pada awatara Kresna (seperti Wenugopala atau sapi bermain Wenu (suling), menari di kepala ular Kaliya, mengangkat bukit seperti Gowardhana), dengan kakinya diatas figur kecil (Wamana), dengan Laksmi duduk di Garuda, dan elang (mencuri pohon Parijata).

Kompleks kuil

sunting
 
Profil kuil di Balligavi, Somanathapura.

Kuil Hindu adalah tempat hubungan antara dewa dan manusia. Fokus dari kuil adalah pusat sanctum sanctorum (garbhagriha), tempat gambaran dewa bermukim, sehingga arsitektur kuil dirancang untuk memindahkan peminat dari luar ke garbhagriha melalui jalan berpindah-pindah untuk sirkumambulasi dan balai atau kamar (mantapa) yang keramat karena munculnya dewa. Kuil Hoysala memiliki bagian terpisah yang digabung untuk membentuk organik bersatu seluruhnya, dengan perbedaan pada Tamil Nadu, tempat bagian kuil yang berbeda berdiri dengan bebas.[10] Walaupun unik, struktur kuil Hoysala menyerupai kuil lainnya. Mereka digambarkan oleh kelimpahan dekorasi di semua bagian kuil yang dipahat oleh steatit, material yang baik untuk ukiran rumit, dan fitur arsitektur yang membedakan mereka dari arsitektur kuil India Selatan.[11]

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Percy Brown in Kamath (2001), p134
  2. ^ Kamath (2001), p132
  3. ^ Foekema (1996), p19
  4. ^ Settar S. "Hoysala Heritage". Frontline, Volume 20 - Issue 08, April 12–25, 2003. Frontline, From the publishers of the Hindu. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-11-20. Diakses tanggal 2006-11-13. 
  5. ^ Foekema (1996), p19–20
  6. ^ Kamath (2001), pp 112, 132
  7. ^ Foekema (1996), plate 27
  8. ^ Foekema (1996), p31
  9. ^ Foekema (1996), p32
  10. ^ Foekema (1996), p21
  11. ^ Kamath (2001), p136

Daftar pustaka

sunting