Andreas Henrisoesanta
Mgr. Dr. Andreas Soewijata Henrisoesanta, S.C.J. (EYD: Andreas Suwiyata Henrisusanta; 7 Juni 1935 – 10 Maret 2016) adalah Uskup di Keuskupan Tanjungkarang periode dari 18 April 1979 sampai 6 Juli 2012. Ditahbiskan menjadi Imam pada tanggal 2 Juli 1961 dan terpilih menjadi Uskup di Keuskupan Tanjungkarang pada tanggal 18 April 1979. Mgr. Henri juga merupakan seorang ahli hukum Gereja Katolik.
Yang Mulia Andreas Henrisoesanta | |
---|---|
Uskup Emeritus Tanjungkarang | |
Gereja | Gereja Katolik Roma |
Keuskupan | Tanjungkarang |
Penunjukan | 18 April 1979 (43 tahun, 315 hari) |
Masa jabatan berakhir | 6 Juli 2012 (77 tahun, 29 hari) |
Pendahulu | Albert Hermelink Gentiaras, S.C.J. |
Penerus | Yohanes Harun Yuwono |
Imamat | |
Tahbisan imam | 2 Juli 1961[1] (26 tahun, 25 hari) oleh Faustino M. Tissot, S.X. |
Tahbisan uskup | 11 Februari 1976 (40 tahun, 249 hari) oleh Justinus Kardinal Darmojuwono |
Informasi pribadi | |
Nama lahir | Suwiyata |
Lahir | Kalidadap, Gari, Wonosari, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta | 7 Juni 1935
Meninggal | 10 Maret 2016 RS. Santo Carolus, Jakarta, Indonesia | (umur 80)
Makam | Pemakaman Katolik Dharma Shanti Merta (DSM) Negeri Sakti, Gedong Tataan, Pesawaran |
Kewarganegaraan | Indonesia |
Denominasi | Katolik Roma |
Orang tua |
|
Almamater | Universitas Kepausan Gregoriana, Roma, Italia |
Semboyan | Eritis mihi testes (Kis 1:8) (Kamu akan menjadi saksi-Ku) |
Tanda tangan | |
Lambang |
Masa kecil
suntingSuwiyata (sapaannya saat kecil) dilahirkan di sebuah dusun kecil bernama Kalidadap, Desa Ngijorejo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta pada 7 Juni 1935. Ia adalah anak ketujuh dari sembilan bersaudara. Ayahnya Samadi adalah seorang petani, dan ibunya Wasijem adalah seorang ibu rumah tangga. Ia tinggal dalam keluarga sederhana.[2] Ayahnya, Samadi Kasandikrama dan pamannya Satijo Atmo Suparto merupakan orang terpandang di Ngijorejo, karena keduanya merupakan murid Kyai Kasan Iman, seorang guru spiritual terkenal pada masa itu. Atmo Suparto menjadi guru spiritual di desa itu. Pada suatu saat, datanglah Romo Strater, S.J., dan dibaptislah tujuh keluarga di desa Ngijorejo. Inilah cikal bakal umat Katolik Stasi Ngijorejo, Paroki Wonosari. Ayah Mgr. Andreas Henrisoesanta, yang tadinya hanya bernama Samadi Kasandikrama, mengambil nama baptis Jacobus serta ibunya mengambil nama baptis Jacoba. Pada tahun 1939, keluarga ini mengikuti transmigrasi program pemerintah Hindia Belanda. Saat itu Suwiyata masih berumur 4 tahun dan mereka mulai bermukim hingga tiga puluh tahunan di Metro.
Nama
suntingMgr. Andreas Henrisusanta dilahirkan dengan nama Suwiyata saja. Saat keluarganya dibaptis, ia diberi nama baptis Andreas, sehingga namanya menjadi Andreas Suwiyata. Ketika beranjak dewasa dan hendak menjadi pastor ia mengganti namanya menjadi Andreas Henrisoesanta. Nama inilah yang ia pakai hingga akhir hayatnya.
Perdebatan tanggal lahir
suntingMgr. Andreas Henrisusanta dilahirkan di Kalidadap, Ngijorejo, Wonosari, Gunung Kidul, Yogyakarta, pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Menurut banyak sumber ia dilahirkan pada 7 Juni 1935. Namun data dari Kongregasi SCJ mencatat bahwa ia dilahirkan pada 7 Juni 1933. lebih tua dua tahun dari data umum. Bahkan Kongregasi SCJ juga mencatat ia dibaptis di Paroki St. Petrus Canisius-Wonosari pada 25 Desember 1934 dan menerima Sakramen Penguatan/Krisma pada 16 Juli 1950 di Paroki Hati Kudus Metro.
Pendidikan
suntingHenri kecil mengikuti Sekolah Rakyat di Metro, dari tahun 1941 hingga 1947. SR-nya ia alami pada zaman Belanda, Jepang, dan pada zaman awal kemerdekaan. Ia kemudian menempuh pendidikan menengahnya di SMK (Sekolah Menengah Katolik) Pringsewu pada tahun 1948 sampai 1949. Saat ini sekolah itu menjadi SMP Xaverius Pringsewu. SMP yang belum tuntas itu, ia lanjutkan di SMK Talang Jawa, Palembang dari tahun 1949–1950 dan SMP St. Joseph, Lahat, Sumatera Selatan dari tahun 1950 hingga kelulusannya pada tahun 1951. Setelah tamat SMP, ia menuntut ilmu di sebuah SGA dan Seminari Menengah di Palembang tahun 1951–1955. Tak puas denagn pendidikan SMA, ia mengambil pendidikan filsafat di Lahat pada 1956–1957 dan di Yogyakarta, pada 1957–1958.[3]
Hidup Keagamaan
suntingMgr. Henri tergugah hatinya untuk mendalami ilmu keagamaannya. Hingga pada tahun 1955, Mgr. Henri mendaftar di Novisiat SCJ di Bandar Agung, Lahat. Ia pun menerima kaul pertamanya di Lahat pada 8 September 1956. Setahun kemudian ia pun menerima pembaharuan kaul di Seminari St. Paulus Palembang pada 8 September 1957. Untuk melanjutkan pendidikan teologi dan hukum gereja ia diharuskan untuk mengikuti studi di Roma, Italia. Ia pun juga menerima pembaharuan kaul di dalam kapal saat menuju Eropa pada 8 September 1958. Sesampainya di Roma, ia mengikuti pelajaran teologi dan hukum gereja. Dan ia ditahbiskan Tonsura pada 20 Desember 1958 di Kolese SCJ Leo Dehon, Roma Italia oleh Mgr. Nicolaus Canino. Pada 8 September 1959 ia menerima kaul kekal di Barton Under Needwood, Inggris. Tahbisan minor sebagai Lektor diterimanya pada tanggal 19 Desember 1959 oleh Mgr. Hector Cunial dan sebagai Akolit pada tanggal 2 April 1960 di Roma oleh Mgr. Joseph Ferreto. Pada tanggal 18 Maret 1961, ia menerima tahbisan Subdiakon oleh Mgr. Caretanus Mignoni di Roma. Setahun kemudian tepatnya pada tanggal 7 Mei 1961, Frater Henrisoesanta SCJ ditahbiskan menjadi Diakon di Roma oleh Mgr. Hector Cunial.
Setelah itu ia kembali ke Italia, dan menerima sakramen imamat pada 2 Juli 1961 oleh Uskup Zhengzhou, Mgr. Faustino M. Tissot, S.X. di Kapel Kolese SCJ Leo Dehon, Roma, Italia. Setelah menjadi Sarjana, ia melanjutkan Pendidikan Teologinya dengan gelar Licentiat theologi yang ia berhasil peroleh dari Universitas Kepausan Gregoriana Roma pada bulan Juni 1962. Ia pun menyandang gelar Doktor Hukum Gereja dari Universitas Kepausan Gregoriana, Roma dengan tesisnya De Probatione per Documente in Precessu Canonico pada 10 Juli 1966.
Menjadi imam dan kembali ke Indonesia
suntingHenrisoesanta memulai misa perdananya di Castel Mino, Italia Utara pada bulan Juli 1961. Setahun kemudian, ia pulang ke Metro dan memulai misa pertamanya di Indonesia pada 1962. Tahun 1964–1965, ia pun mengikuti studi di Fribourg, Swiss dan kemudian kembali lagi ke Indonesia pada 1966.
Menjadi Uskup Pembantu
suntingSetelah sepuluh tahun berkarya di Keuskupan Tanjungkarang, Pastor Henrisusanta diangkat oleh Takhta Suci menjadi Episcopus coadjutor atau Uskup Koajutor Keuskupan Tanjungkarang. Ia diangkat menjadi Uskup Koajutor untuk membantu tugas-tugas Uskup Tanjungkarang Mgr. Gentiaras, yang kebetulan juga akan pensiun.
Pelayanan
suntingPada tanggal 1 Mei 1968, Romo Andreas Henrisusanta diangkat menjadi anggota Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) SCJ Indonesia. Ia pun menjadi Pastor Paroki di Telukbetung (1966–1971), Kedaton (1971–1974 dan 1976), Metro (1974–1975), Kotabumi (1975–1976), dan Tanjungkarang (1976–1977). Kemudian pada tanggal 1 Juni 1974, oleh Dewan Jenderal SCJ, Romo Henri diangkat menjadi anggota DPP SCJ sebagai Penasihat III. Saat itu ia juga pernah menjadi Guru agama di SD Sejahtera, Kedaton, Guru SMP Xaverius Telukbetung dan Tanjungkarang, Pimpinan SMA Xaverius dan Dosen agama Katolik di Universitas Lampung. Ia juga pernah menjadi Pimpinan yayasan Xaverius dan Yayasan Pembinaan Sosial Katolik (YPSK) Keuskupan Tanjungkarang.
Tahbisan Uskup
suntingRomo Andreas Henrisusanta SCJ, ditahbiskan menjadi Uskup di halaman SMA Xaverius Pahoman, Bandar Lampung pada 11 Februari 1976 oleh Penahbis Utama Mgr. Justinus Kardinal Darmojuwono, Uskup Agung Semarang, sementara Uskup Agung Vincenzo Maria Farano, Uskup Agung Tituler Cluentum sekaligus Nuncio Apostolik untuk Indonesia dan Uskup Albert Hermelink Gentiaras, S.C.J., Uskup Tanjungkarang menjadi Uskup Ko-konsekrator. Kemudian pada tanggal 21 Desember 1978, Paus Yohanes Paulus II mengangkat ia menjadi Uskup Diocesan Keuskupan Tanjungkarang. Pada tanggal 13 Mei 1979, Mgr. Albertus Hermelink Gentiaras, SCJ menyerahkan jabatannya sebagai Episcopus residentalis Keuskupan Tanjungkarang kepada Mgr. Andreas S. Henrisusanta, SCJ.
Menjadi Uskup Tituler
suntingSri Paus Paulus VI pun menyadari keunggulan mutu penghayatan imamat dan juga keahlian pastoral Mgr. Henri. Ia sangat aktif dalam kegiatan kerohanian, dan memulai karya pastoralnya dengan apik. Maka Paus Paulus VI mengangkatnya menjadi Uskup Tituler Ubaba, sebuah daerah kecil di Afrika pada tahun 1975. Ia menjadi uskup tituler di sana sampai tahun 1979.[4]
Mengundurkan diri
suntingPada 6 Juli 2012 pengunduran dirinya karena memasuki usia pensiun disetujui oleh Paus Benediktus XVI, dan digantikan oleh Mgr. Aloysius Sudarso sebagai Administrator Apostolik di Keuskupan Tanjungkarang, hingga Mgr. Yohanes Harun Yuwono terpilih menjadi Uskup Tanjungkarang.
Jatuh sakit dan meninggal dunia
suntingJatuh Sakit
suntingSejak menjadi Emeritus pada tahun 2012, Mgr. Henri pun pindah tempat tinggal ke Padang Bulan dan memang terkadang mengalami beberapa sakit ringan. Namun, pada hari Jumat, tepatnya pada tanggal 26 Februari 2016, Mgr. Henrisoesanta terpaksa dilarikan ke RS. St. Carolus, Jakarta, disebabkan banyaknya dahak yang dikeluarkannya. Pada tanggal 1 Maret 2016 tepatnya pukul 21.45 WIB, Uskup Tanjungkarang Mgr. Yohanes Harun Yuwono menerimakan Sakramen Pengurapan Orang Sakit kepada Mgr. Henri. Pada keesokan harinya, 2 Maret 2016, tim dokter membersihkan dahak-dahak yang sudah mengendap dan mengganggu saluran pernapasan ia. Setelah selesai di Bronscos copy kondisi ia sudah mulai stabil, dan dahak-dahak sudah berkurang banyak. Pada tanggal 3 Maret 2016, menurut penuturan seorang suster bernama Sr. M. Wilfrida, FSGM, kondisi ia sudah bisa membuka mata dan mulai bisa mengadakan kontak dengan pengunjung, tapi tidak dapat berbicara disebabkan alat- alat yang terpasang pada tubuh ia. Pada tanggal 4 Maret 2016, menurut penuturan Sr. Yusta, HK, kondisi ia membaik. Sudah bisa kontak, ventilator sudah dilepas, dan ada kemungkinan dipindah dari ruang ICU ke ruang perawatan biasa. Kondisinya pun semakin membaik. Pada 5 Maret 2016, Mgr. Henri belum ada perkembangan baru. Ia bisa kontak dengan bahasa yang sangat terbatas seperti, "Ya" dan "Sudah". Pada hari itu pula, ia dijeguk oleh Yang Mulia Duta Besar Vatikan untuk Indonesia, dan juga dibesuk oleh Uskup Agung Merauke, Mgr. Nico. Pada 7 Maret 2016, Mgr. Yohanes Harun Yuwono pun menyempatkan diri untuk membesuk kembali ia bersama keponakan Mgr. Henri, R.D. Thomas Aquino Imam Mursid, serta Ekonom Keuskupan Tanjungkarang, Rm. Bambang Condro. Saat itu kondisinya sudah mulai membaik, walau masih mengeluarkan banyak dahak.
Perayaan 40 Tahun Episkopat
suntingSemestinya perayaan 40 tahun episkopat Mgr. Andreas Henrisusanta dilaksanakan pada 11 Februari 2016. Namun dengan berbagai pertimbangan, akhirnya Mgr. Yohanes Harun Yuwono, menetapkan bahwa perayaan episkopat diundur ke tanggal 8 Maret 2016. Undanganpun telah dikirim kepada para Uskup, Romo, Biarawan-biarawati dan kolega-kolega. Rencananya perayaan tersebut akan dilaksanakan secara sederhana di RR La Verna, Pringsewu. Namun dikarenakan Mgr. Henri jatuh sakit dan di-opname di RS. St. Carolus sejak tanggal 26 Februari 2016, terpaksa acara tersebut dibatalkan. Misa Kudus dirayakan untuk memperingati 40 Tahun Episkopat Mgr. Emeritus Andreas Henrisusanta. Misa ini dirayakan secara sederhana di seberang ruang ICU. Misa dipimpin oleh Mgr. Yuwono, R.D. Thomas Aquino Imam Mursid, dan R.D. Bambang Condro.
Meninggal dunia
suntingPada hari Kamis, 10 Maret 2016 pukul 14.20 WIB, Mgr. Andreas Herisusanta, S.C.J. menghembuskan napas terakhirnya di Ruang ICU Rumah Sakit St. Carolus, Jakarta. Misa Requiem untuknya dilakukan di Katedral Jakarta dipimpin oleh Mgr. Ignatius Suharyo pada hari itu pukul 20.00 WIB. Pada pukul 07.00, jenazahnya diterbangkan dari Jakarta ke Lampung dan disemayamkan di Gereja Katedral Tanjungkarang.
Misa Requiem
suntingPada hari Kamis, 10 Maret 2016 pukul 20.00 WIB, Misa Requiem pun dilaksankan di Katedral Jakarta dan dipimpin oleh Uskup Agung Jakarta Mgr. Ignatius Suharyo. Setelah jenazah dipulangkan ke Lampung dan disemayamkan di Katedral Tanjungkarang, tirakatan digelar bagi umat yang ingin mendoakannya. Tirakatan selesai hingga hari Minggu, 13 Maret 2016. Pada hari itulah, dilaksanakan Misa Requiem kedua. Misa dimulai pukul 11.00 WIB, dan pembacaan riwayat hidup oleh R.P. Thomas Suratno dilakukan setengah jam sebelum misa dimulai. Misa dihadiri oleh Kardinal Julius Darmaatmadja, Uskup Ketapang Pius Riana Prapdi, Uskup Malang Herman Joseph Sahadat Pandoyoputro, Uskup Sibolga Ludovikus Simanullang, Uskup Agung Palembang Aloysius Sudarso, Uskup Agung Medang Anicetus Bongsu Antonius Sinaga, Uskup Agung Kupang Petrus Turang, Uskup Bandung Antonius Subianto Bunjamin dan lima uskup lainnya. Sekitar 70 romo pun menghadiri misa tersebut, dan ratusan biarawan-biarawti pun ikut menyemarakkan. Umat yang mengikuti misa tersebut diperkirakan berjumlah ribuan lebih. Misa dipimpin oleh Uskup Tanjungkarang, Mgr. Yohanes Harun Yuwono. Pada homilinya, Mgr. Yuwono mengatakan alasan Mgr. Andreas Henrisusanta ingin dimakamkan di DSM Negeri Sakti ialah, karena ia ingin berada di tengah umat. Pada menjelang akhir misa, sebelum menerima berkat, RP Thomas Suratno membacakan beberapa surat belasungkawa, diantaranya dari Paus Fransiskus yang ditulis oleh Sekretaris Negara Vatikan, Kardinal Pietro Parolin, surat dari keluarga angkatnya di Italia dan beberapa surat lainnya. Setelah itu beberapa perwakilan memberi kata sambutan seperti, Perwakilan KWI, Perwakilan SCJ, Perwakilan keluarga, dan Uskup Agung Palembang Mgr. Aloysius Sudarso. Kemudian setelah misa, umat mengarak jenazah Mgr. Andreas Henrisusanta yang akan dimakamkan di DSM Negeri Sakti, Pesawaran. Dua buah bus disiapkan pihak keuskupan bagi umat yang ingin melayat tetapi tidak membawa kendaraan. Beberapa Uskup pun ikut menghadiri pemakaman tersebut.
Pemakaman
suntingSetelah Misa Requiem selesai dilaksankan, jenazah Mgr. Henri pun dibawa dengan menggunakan ambulans menuju Dharma Shanti Merta (DSM) Negeri Sakti, Pesawaran. Ia dimakamkan di situ atas keinginannya. Karena terlalu banyak kendaraan yang mengikuti ambulans, kemacetanpun tidak dapat dihindari. Rekayasa lalu lintas dibuat di Jalan Kartini dan Jalan Raden Intan. Setelah tiba disana pemberkatan jenazah yang terakhir kalinya dilaksanakan dan dipimpin oleh Mgr. Yohanes Harun Yuwono, kemudian peti mulai dimasukkan ke dalam tanah. Setelah itu, para pelayat yang hadir pun mulai berdoa silih berganti.[5][6]
Lain-lain
suntingBahasa Asing yang Dikuasai
suntingGaleri
sunting-
Mgr. Andreas Henrisusanta mengenakan Bonet setahun setelah ia dilantik menjadi Uskup Tanjungkarang
-
Mgr. Andreas Henrisusanta bersama Ibundanya setahun sebelum ibundanya meninggal dunia, tahun 1989
-
Andreas Henrisusanta pada tahun 2013
-
Karikatur Mgr. Andreas Henrisusanta pada cover buku panduan Misa Requiem Mgr. Andreas Henrisusanta
Foto Resmi
suntingReferensi
sunting- ^ "Catholic Hierarchy". Diakses tanggal 7 Januari 2013.
- ^ Buku Eritis Mihi Testes, Saya Ingin Bertolak ke Tempat yang Lebih Dalam, hal 320-324
- ^ Buku Eritis Mihi Testes, hal xxxv
- ^ http://www.apostolische-nachfolge.de/titulere_u.htm[pranala nonaktif permanen]
- ^ http://www.sesawi.net
- ^ Laman Facebook RD. Thomas Suratno
Pranala luar
sunting- (Inggris) Entri Andreas Henrisoesanta pada situs web Catholic-Hierarchy
- (Inggris) Entri Andreas Henrisoesanta pada situs web Giga Catholic
Jabatan Gereja Katolik | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Albert Hermelink Gentiaras, S.C.J. |
Uskup Tanjungkarang 18 April 1979 – 6 Juli 2012 |
Diteruskan oleh: Yohanes Harun Yuwono |