Abdulrachman Saleh
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. (Februari 2021) |
Komodor Muda Udara (Anumerta) Prof. dr. Abdulrachman Saleh, Sp.F[1][2] (1 Juli 1909 – 29 Juli 1947) atau sering dikenal dengan nama julukan "Karbol"[2] adalah seorang pahlawan nasional Indonesia, tokoh Radio Republik Indonesia (RRI), penerbang olahraga, dan bapak fisiologi kedokteran Indonesia.[2]
Abdulrachman Saleh | |
---|---|
Informasi pribadi | |
Lahir | Batavia, Hindia Belanda | 1 Juli 1909
Meninggal | 29 Juli 1947 Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta, Indonesia | (umur 38)
Suami/istri | Ismudiyati Abdul Rachman Saleh |
Pekerjaan |
|
Penghargaan sipil | Pahlawan Nasional Indonesia |
Julukan | Karbol |
Karier militer | |
Pihak | Indonesia |
Dinas/cabang | TNI Angkatan Udara |
Masa dinas | 1946–1947 |
Pangkat | Komodor Muda Udara (Anumerta) |
Satuan | Korps Penerbang (Angkut) |
Sunting kotak info • L • B |
Masa kecil
suntingAbdulrachman Saleh dilahirkan pada tanggal 1 Juli 1909 di Jakarta. Pada masa mudanya, ia bersekolah di HIS (Sekolah rakyat berbahasa Belanda atau Hollandsch Inlandsche School). Kemudian ia meneruskan pendidikannya ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) atau yang kini dikenal dengan SLTP, lalu pada tahun 1922 abdulrachman lulus dari AMS (Algemene Middelbare School) atau SMU, Setelahnya ia mendaftar ke ke STOVIA (School Tot Opleiding van Inlandsche Artsen). Karena pada saat itu STOVIA dibubarkan sebelum ia menyelesaikan studinya di sana, maka ia meneruskan studinya di GHS (Geneeskundige Hoge School), semacam sekolah tinggi dalam bidang kesehatan atau kedokteran. Ayahnya, Mohammad Saleh, tidak pernah memaksa Abdulrachman untuk menjadi dokter, karena saat itu hanya ada STOVIA saja. Ketika ia masih menjadi mahasiswa, ia sempat giat berkontribusi dalam berbagai organisasi seperti Jong Java, Indonesia Muda, dan KBI atau Kepanduan Bangsa Indonesia[3].
Kegiatan kedokteran dan militer
suntingSetelah ia memperoleh ijazah dokter, ia mendalami pengetahuan ilmu faal. Kian waktu, ia mulai mengembangkan ilmu faal di Indonesia. Berkat kepiawaiannya dalam ilmu ini, Universitas Indonesia menetapkan Abdulrachman Saleh sebagai Bapak Ilmu Faal Indonesia pada 5 Desember 1958.
Ia juga aktif dalam perkumpulan olahraga terbang dan berhasil memperoleh ijazah atau surat izin terbang. Selain itu, ia juga memimpin perkumpulan VORO (Vereniging voor Oosterse Radio Omroep), sebuah perkumpulan dalam bidang radio. Maka sesudah kemerdekaan diproklamasikan, ia menyiapkan sebuah pemancar yang dinamakan Siaran Radio Indonesia Merdeka. Melalui pemancar tersebut, berita-berita mengenai Indonesia terutama tentang proklamasi Indonesia dapat disiarkan hingga ke luar negeri. Ia juga berperan dalam mendirikan Radio Republik Indonesia yang berdiri pada 11 September 1945.
Setelah menyelesaikan tugasnya itu, ia berpindah ke bidang militer dan memasuki dinas Angkatan Udara Ia diangkat menjadi Komandan Pangkalan Udara Madiun pada 1946. Ia turut mendirikan Sekolah Teknik Udara dan Sekolah Radio Udara di Malang. Sebagai Angakatan Udara, ia tidak melupakan profesinya sebagai dokter, ia tetap memberikan kuliah pada Perguruan Tinggi Dokter di Klaten, Jawa Tengah.
Akhir hidup
suntingPada saat Belanda mengadakan agresi pertamanya, Adisutjipto dan Abdulrachman Saleh diperintahkan ke India. Dalam perjalanan pulang mereka mampir di Singapura untuk mengambil bantuan obat-obatan dari Palang Merah Malaya. Keberangkatan dengan pesawat Dakota ini mendapat publikasi luas dari media massa dalam dan luar negeri.
Tanggal 29 Juli 1947, ketika pesawat berencana kembali ke Yogyakarta melalui Singapura, harian Malayan Times memberitakan bahwa penerbangan Dakota VT-CLA sudah mengantongi izin pemerintah Inggris dan Belanda. Sore harinya, Suryadarma, rekannya baru saja tiba dengan mobil jip-nya di Maguwo. Namun, pesawat yang ditumpanginya ditembak oleh dua pesawat P-40 Kitty-Hawk Belanda dari arah utara. Pesawat kehilangan keseimbangan dan menyambar sebatang pohon hingga badannya patah menjadi dua bagian dan akhirnya terbakar.
Peristiwa heroik ini, diperingati TNI AU sebagai hari Bakti TNI AU sejak tahun 1962 dan sejak 17 Agustus 1952, Maguwo diganti menjadi Lanud Adisutjipto.
Abdulrachman Saleh dimakamkan di Yogyakarta dan ia diangkat menjadi seorang Pahlawan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No.071/TK/Tahun 1974, tanggal 9 November 1974.
Pada tanggal 14 Juli 2000,[1] atas prakarsa TNI-AU, makam Abdulrachman Saleh, Adisucipto, dan para istri mereka dipindahkan dari pemakaman Kuncen ke Kompleks Monumen Perjuangan TNI AU Dusun Ngoto, Desa Tamanan, Banguntapan, Bantul, DI Yogyakarta.
Namanya diabadikan sebagai nama Pangkalan TNI-AU dan Bandar Udara di Malang. Selain itu, piala bergilir yang diperebutkan dalam Kompetisi Kedokteran dan Biologi Umum yang diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia(FKUI) yaitu (National Medical and General Biology Competition) disebut Piala Bergilir Abdulrachman Saleh.
Karbol
suntingMengharapkan semua lulusan Akademi Angkatan Udara dapat mencontoh keteladanan dan mampu mencapai kualitas seorang perwira seperti Abdulrachman Saleh, para taruna AAU dipanggil dengan nama Karbol. Hal ini pertama kali diusulkan oleh Letkol Saleh Basarah setelah dia mengunjungi United States Air Force Academy di Colorado Springs, Amerika Serikat. Para kadet di sana dipanggil dengan nama Dollies, nama kecil dari Jenderal USAF James H. Doollitle, seorang penerbang andal yang serba bisa. Ia penerbang tempur Amerika Serikat yang banyak jasanya pada Perang Dunia I.[4]
Lihat pula
suntingReferensi
sunting- ^ a b Koran Kompas Cyber Media, Sabtu 15 Juli 2000, Dipindah, Kerangka Jenazah Adisutjipto dan Abdulrachman Saleh
- ^ a b c "Abdulrachman Saleh, Tokoh AURI Multi Talenta". TNI Angkatan Udara. Diakses tanggal 17 Februari 2021.
- ^ Matanasi, Petrik. "Abdulrahman Saleh: Dokter, Penerbang, dan Perintis RRI". Tirto.id. Diakses tanggal 2022-08-24.
- ^ Koran Media Indonesia, Rabu 19 Juli 2009, Prof Dr Abdulrachman Saleh dalam Kenangan (29 Juli, Hari Bakti Angkatan Udara)