Ebiet G. Ade

penyanyi Indonesia
(Dialihkan dari Abdul Gafar Abdulah)

H. Abid Ghoffar bin Aboe Dja'far atau lebih dikenal dengan nama Ebiet G. Ade (lahir 21 April 1954) adalah seorang penyanyi-penulis lagu berkewarganegaraan Indonesia. Ebiet dikenal dengan lagu-lagunya yang bertemakan alam dan duka derita kelompok tersisih. Lewat lagu-lagunya yang bergenre folk pop, country dan soft rock serta dikemas dalam format balada, pada awal kariernya, ia memotret suasana kehidupan Indonesia pada akhir tahun 1970-an hingga sekarang. Tema lagunya beragam, tidak hanya tentang cinta, tetap ada juga lagu-lagu bertemakan alam, sosial-politik, bencana, religius, keluarga, dll. Sentuhan musiknya sempat mendorong pembaruan pada dunia musik pop Indonesia. Semua lagu ditulisnya sendiri, ia tidak pernah menyanyikan lagu yang diciptakan orang lain, kecuali lagu Surat dari Desa yang ditulis oleh Oding Arnaldi dan Mengarungi Keberkahan Tuhan yang ditulis bersama dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Nama Ebiet G. Ade sendiri diambil dari pengalamannya saat kursus Bahasa Inggris, sang guru yang merupakan orang asing kesulitan memanggilnya ‘Abid’ Ghoffar. Dengan logat bulenya, Abid selalu dipanggil Ebiet karena dalam Bahasa Inggris ‘A’ dibaca ‘E’.[1]

Ebiet G. Ade
Ebiet G. Ade
Ebiet G. Ade, 2011
LahirAbid Ghoffar
21 April 1954 (umur 70)
Wanadadi, Banjarnegara, Indonesia
Pekerjaan
Tahun aktif1970-an–sekarang
Suami/istri
Koespudji Rahayu Sugianto
(m. 1982)
Anak4, termasuk Adera
Orang tua
  • Aboe Dja'far (bapak) Saodah (ibu)
KerabatIis Sugianto (ipar)
Karier musik
AsalBanjarnegara, Indonesia
Genre
Instrumen
Label
Artis terkait
Situs webebietgade.com
Tanda tangan
Tanda tangan Ebiet G. Ade
Musicbrainz: 73e52c6a-2be8-4b74-ab38-aa0ce91db93e Modifica els identificadors a Wikidata

Kehidupan Pribadi

sunting

Terlahir dengan nama Abid Ghoffar di Wanadadi, Banjarnegara,[2] merupakan anak bungsu dari 6 bersaudara, anak Aboe Dja'far, seorang PNS, dan Saodah, seorang pedagang kain. Dulu ia memendam banyak cita-cita, seperti insinyur, dokter, pelukis. Semuanya melenceng, Ebiet malah jadi penyanyi—kendati ia lebih suka disebut penyair karena latar belakangnya di dunia seni yang berawal dari kepenyairan.[3]

Setelah lulus SD, Ebiet masuk PGAN (Pendidikan Guru Agama Negeri) Banjarnegara. Sayangnya ia tidak betah sehingga pindah ke Yogyakarta. Sekolah di SMP Muhammadiyah 3 dan melanjutkan ke SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta. Di sana ia sempat aktif di PII (Pelajar Islam Indonesia). Namun, ia tidak dapat melanjutkan kuliah ke Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada karena ketiadaan biaya. Ia lebih memilih bergabung dengan grup vokal ketika ayahnya yang pensiunan memberinya opsi: Ebiet masuk FE UGM atau kakaknya yang baru ujian lulus jadi sarjana di Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.[4]

Nama Ebiet didapatnya dari pengalamannya kursus bahasa Inggris semasa SMA. Gurunya orang asing, biasa memanggilnya Ebiet, mungkin karena mereka mengucapkan A menjadi E. Terinspirasi dari tulisan Ebiet di bagian punggung kaus merahnya, lama-lama ia lebih sering dipanggil Ebiet oleh teman-temannya. Nama ayahnya digunakan sebagai nama belakang, disingkat AD, kemudian ditulis Ade, sesuai bunyi penyebutannya, Ebiet G. Ade. Kalau dipanjangkan, ditulis sebagai Ebiet Ghoffar Aboe Dja'far.[5][6]

Sering keluyuran tidak keruan, dulu Ebiet akrab dengan lingkungan seniman muda Yogyakarta pada tahun 1971. Tampaknya, lingkungan inilah yang membentuk persiapan Ebiet untuk mengorbit. Motivasi terbesar yang membangkitkan kreativitas penciptaan karya-karyanya adalah ketika bersahabat dengan Emha Ainun Nadjib (penyair), Eko Tunas (cerpenis), dan E.H. Kartanegara (penulis). Malioboro menjadi semacam rumah bagi Ebiet ketika kiprah kepenyairannya diolah, karena pada masa itu banyak seniman yang berkumpul di sana.

Meski bisa membuat puisi, ia mengaku tidak bisa apabila diminta sekadar mendeklamasikan puisi. Dari ketidakmampuannya membaca puisi secara langsung itu, Ebiet mencari cara agar tetap bisa membaca puisi dengan cara yang lain, tanpa harus berdeklamasi. Caranya, dengan menggunakan musik. Musikalisasi puisi, begitu istilah yang digunakan dalam lingkungan kepenyairan, seperti yang banyak dilakukannya pada puisi-puisi Sapardi Djoko Damono. Beberapa puisi Emha bahkan sering dilantunkan Ebiet dengan petikan gitarnya. Walaupun begitu, ketika masuk dapur rekaman, tidak sebiji pun syair Emha yang ikut dinyanyikannya. Hal itu terjadi karena ia pernah diledek teman-temannya agar membuat lagu dari puisinya sendiri. Pacuan semangat dari teman-temannya ini melecut Ebiet untuk melagukan puisi-puisinya.

 
Ebiet G. Ade, saat tampil dalam acara Reuni 4E di Taman Budaya Tegal, tahun 2013.

Ebiet pertama kali belajar gitar dari kakaknya, Ahmad Mukhodam, lalu belajar gitar di Yogyakarta dengan Kusbini. Semula ia hanya menyanyi dengan menggelar pentas seni di Senisono, Patangpuluhan, Wirobrajan, Yogyakarta dan juga di Jawa Tengah, memusikalisasikan puisi-puisi karya Emily Dickinson, Nobody, dan mendapat tanggapan positif dari pemirsanya. Walau begitu ia masih menganggap kegiatannya ini sebagai hobi belaka. Namun atas dorongan para sahabat dekatnya dari PSK (Persada Studi Klub yang didirikan oleh Umbu Landu Paranggi) dan juga temannya satu kos, akhirnya Ebiet bersedia juga maju ke dunia belantika musik Nusantara. Setelah berkali-kali ditolak di berbagai label rekaman, akhirnya ia diterima di Jackson Record pada tahun 1979.[7]

Pada bulan Mei 1979, saat Ebiet bergabung dengan Jackson Record, Ebiet akhirnya berhasil merilis album debut Camellia I diproduseri oleh Jackson Arief. Dalam album ini, nama Ebiet yang tambahan menjadi Ebiet G AD, singkatan dari Ghoffar dan Aboe Dja'far. Penggunaan nama inipun tidak terlalu lama, dan akhirnya nama tambahan menjadi Ebiet G. Ade.

Jika semula Ebiet enggan meninggalkan pondokannya yang tidak jauh dari pondok keraton, maka fakta telah menunjuk jalan lurus baginya ke Jakarta. Ia melalui rekaman demi rekaman dengan sukses. Sempat juga ia melakukan rekaman di Filipina untuk mencapai hasil yang lebih baik, yakni album Camellia III. Tetapi, ia menolak merekam lagu-lagunya dalam bahasa Jepang, ketika ia mendapat kesempatan tampil di depan publik di sana.

Pernah juga ia melakukan rekaman di Capitol Records, Amerika Serikat, untuk album ke-8-nya Zaman. Ia menyertakan Addie M.S. dan Dodo Zakaria sebagai rekan yang membantu musiknya.

Lagu-lagunya menjadi trend baru dalam khasana musik pop Indonesia. Tak heran, Ebiet sempat merajai dunia musik pop Indonesia di kisaran tahun 1979-1983. Sekitar 7 tahun Ebiet mengerjakan rekaman di Jackson Record. Pada tahun 1986, label yang melambungkan namanya itu tutup dan Ebiet terpaksa keluar. Ia sempat mendirikan label sendiri EGA Records, yang memproduksi 3 album, Menjaring Matahari, Sketsa Rembulan Emas, dan Seraut Wajah.

Sayang, pada tahun 1990, Ebiet yang "gelisah" dengan Indonesia, akhirnya memilih "bertapa" dari hingar bingar industri musik dan memilih berdiri di pinggiran saja. Baru pada tahun 1995 ia mengeluarkan album Kupu-Kupu Kertas (didukung oleh Ian Antono, Billy J. Budiardjo (alm), Purwacaraka, dan Erwin Gutawa) dan Cinta Sebening Embun (didukung oleh Adi Adrian dari KLa Project). Pada tahun 1996 ia mengeluarkan album Aku Ingin Pulang (didukung oleh Purwacaraka dan Embong Rahardjo). Dua tahun berikutnya ia mengeluarkan album Gamelan yang memuat 5 lagu lama yang diaransemen ulang dengan musik gamelan oleh Dwiki Darmawan dan Kiwir. Pada tahun 2000 Ebiet mengeluarkan album Balada Sinetron Cinta dan tahun 2001 ia mengeluarkan album Bahasa Langit, yang didukung oleh Andi Rianto, Erwin Gutawa dan Tohpati. Setelah album itu, Ebiet mulai lagi menyepi selama 5 tahun ke depan.

Ebiet adalah salah satu penyanyi yang mendukung album Kita Untuk Mereka, sebuah album yang dikeluarkan berkaitan dengan terjadinya tsunami 2004, bersama dengan 57 musisi lainnya. Ia memang seorang penyanyi yang terilhami oleh alam, sosial, ketuhanan dan kemanusiaan sehingga wajar ada beberapa lagunya yang terinspirasi oleh bencana alam, sehingga lagu-lagunya sering menjadi tema bencana.

Pada tahun 2007, ia mengeluarkan album baru berjudul In Love: 25th Anniversary (didukung oleh Anto Hoed), setelah 5 tahun absen rekaman. Album itu sendiri adalah peringatan buat ulang tahun pernikahan ke-25-nya, bersama pula 13 lagu lain yang masih dalam aransemen lama.[8]

Kemunculan kembali Ebiet pada 28 September 2008 dalam acara Zona 80 di Metro TV cukup menjadi obat bagi para penggemarnya. Dengan dihadiri para sahabat di antaranya Eko Tunas, Ebiet G Ade membawakan lagu lama yang pernah popular pada dekade 80-an.

Singel

sunting

Sebagian besar lagu Ebiet G. Ade didasarkan tentang bencana. Di bulan Juni 1978, ia menulis "Berita kepada Kawan" setelah bencana gas beracun di Dataran Tinggi Dieng. Pada tahun 1981, ia menulis "Sebuah Tragedi 1981" mengenai tenggelamnya KMP Tampomas II di Kepulauan Masalembu. Setelah letusan Gunung Galunggung pada 1982, ia menulis "Untuk Kita Renungkan". Lagu "Masih Ada Waktu" juga didasarkan saat kejadian kecelakaan kereta api Bintaro.

Keluarga

sunting

Menikah dengan Koespudji Rahayu Sugianto (atau lebih dikenal sebagai Yayu Sugianto, kakak penyanyi Iis Sugianto) pada tanggal 4 Februari 1982,[9] ia dikaruniai 4 anak, 3 laki-laki dan 1 perempuan, Abietyasakti "Abie" Ksatria Kinasih (lahir 8 Desember 1982), Aderaprabu "Adera" Lantip Trengginas (lahir 6 Januari 1984), Byatriasa "Yayas" Pakarti Linuwih (lahir 6 April 1987), dan Segara "Dega" Banyu Bening (lahir 11 Desember 1989). Mereka bertempat tinggal di kawasan Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan.. Anak sulung Ebiet, Abie berperan sebagai manager ayahnya dan mengelola usaha keluarga. Anak keduanya pun sudah merambah ke dunia musik, dan dikenal dengan nama panggung Adera Ega. Ebiet juga seorang penggemar golf, namun sejak terjadinya bencana tsunami 2004, ia tidak pernah lagi main golf.

Reuni 4E

sunting

Sejak berpisah selama lebih dari 30 tahun lantaran menjalani kehidupan masing-masing, empat sekawan yang terdiri Ebiet G. Ade, Emha Ainun Nadjib, Eko Tunas, dan E.H. Kartanegara akhirnya dipertemukan kembali dalam sebuah acara Reuni 4E yang diselenggarakan oleh CressinDo Press di Taman Budaya Tegal, 6 April 2013, bersamaan dengan peluncuran buku kumpulan cerita pendek (cerpen) Tunas, karya Eko Tunas.[10][11]

MemBers EGA

sunting

Sejak merilis album pertama sampai sekarang, Ebiet tidak pernah kehilangan penggemar. Mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan sebagaian berada di luar negeri. Kelompok nirlaba itu bernama MemBers EGA (Membumi Bersama Ebiet G. Ade), yang saat ini diketuai oleh Harsono Anest. Selain menjadi ajang apresiasi, komunitas ini dibentuk untuk menjalin komunikasi, kekerabatan, dan persaudaraan antar sesama pencinta lagu Ebiet. Tak jarang Ebiet beserta keluarganya terlibat langsung dalam kegiatan sosial yang diselenggarakan oleh komunitas itu, antara lain penanaman pohon dan penyerahan bantuan di daerah bencana.[12][13]

Diskografi

sunting

Tidak seluruh album yang dikeluarkan Ebiet G. Ade berisi lagu baru. Pada tahun-tahun terakhir, ia sering mengeluarkan rilis ulang lagu-lagu lamanya, baik dengan aransemen asli maupun dengan aransemen ulang. Dan pada tahun-tahun terakhir Ebiet banyak memilih berkolaborasi dengan musisi-musisi berbakat.

Jumlah album kompilasinya yang dikeluarkan melebihi album studionya. Sejauh ini terdapat sedikitnya 25 album kompilasinya yang diterbitkan oleh berbagai label rekaman.

Album Studio

sunting

Album Kompilasi

sunting
  • Lagu-Lagu Terbaik I Ebiet G. Ade (1987)
  • Lagu-Lagu Terbaik II Ebiet G. Ade (1987)
  • Lagu-Lagu Terbaik III Ebiet G. Ade (1987)
  • Lagu-Lagu Terbaik IV Ebiet G. Ade (1987)
  • 20 Lagu Terpopuler Ebiet G. Ade (1988)
  • Perjalanan Vol. I (1988)
  • Perjalanan Vol. II (1988)
  • Seleksi Album Emas (1990)
  • Seleksi Album Emas II (1994)
  • 16 Lagu Puisi Cinta Ebiet G. Ade (1995)
  • Kumpulan Lagu-Lagu Religius (1996)
  • Hidupku MilikMu - Kumpulan Lagu-Lagu Religius Vol. II (1996)
  • 21 Tembang Puisi Dan Kehidupan (1996)
  • 20 Lagu Terpopuler (1997)
  • Lagu-Lagu Terbaik (1997)
  • Renungan Reformasi (1997)
  • 16 Koleksi Terlengkap Ebiet G. Ade (1997)
  • 12 Lagu Terbaik Ebiet G. Ade (1979-1986; 1997)
  • 12 Lagu Terbaik Ebiet G. Ade Volume II (1979-1986; 1997)
  • Ilham Seni (1998)
  • Best Of The Best (1999)
  • Akustik (2001)
  • Balada Country (2002)
  • M. Nasir vs Ebiet G. Ade - Penyair Nusantara (2002)
  • Nyanyian Cinta (2003)
  • Tembang Renungan Hati (2003)
  • Tembang Slow (2004)
  • Kumpulan Lagu-Lagu Terbaik (2004)
  • 22 Lagu Hits Sepanjang Masa (2005)
  • Tembang Cantik (2006)
  • Yogyakarta (2008)

Album bersama Dewa 19

sunting

Lagu dari album lain

sunting

Prestasi dan pengakuan

sunting

Ebiet G. Ade telah menerima sejumlah penghargaan, antara lain:[14]

  • 18 Golden dan Platinum Record dari Jackson Record dan label lainnya dari album Camellia I hingga Isyu!
  • Biduan Pop Kesayangan PUSPEN ABRI (1979-1984)
  • Pencipta Lagu Kesayangan Angket Musica Indonesia (1980-1985)
  • Penghargaan Diskotek Indonesia (1981)
  • 10 Lagu Terbaik ASIRI (1980-1981)
  • Penghargaan Lomba Cipta Lagu Pembangunan (1987)
  • Penyanyi kesayangan Siaran Radio ABRI (1989-1992)
  • BASF Awards (1984 - 1988)
  • Penyanyi solo dan balada terbaik Anugerah Musik Indonesia (1997)
  • Lagu Terbaik AMI Sharp Award (2000)
  • Planet Muzik Awards dari Singapura (2002)
  • Penghargaan Lingkungan Hidup (2005)
  • Duta Lingkungan Hidup (2006)
  • Penghargaan Peduli Award Forum Indonesia Muda (2006)
  • Sejumlah penghargaan dari berbagai lembaga independen.

Penghargaan dan nominasi

sunting
Tahun Penghargaan Kategori Hasil
2019 Anugerah Musik Indonesia Legend Award Penerima

Catatan dan rujukan

sunting
  1. ^ "Profil Ebiet G Ade - VIVA". VIVA.co.id. 2017-08-21. Diakses tanggal 2019-11-22. 
  2. ^ Beberapa sumber menyebutkan bahwa Ebiet lahir di Banyumas. Banyumas sebenarnya adalah sebuah karesidenan pada saat itu, sementara ia lahir di wilayah Kabupaten Banjarnegara
  3. ^ "EBIET G. ADE: Apresiasi Musik Indonesia Menurun". Djarum Super Music. Diakses tanggal 22-07-2007.  [pranala nonaktif permanen]
  4. ^ "Ebit G Ade, Bermusik Karena Tak Ada Kegiatan Lain". Minggu Pagi Online. Diakses tanggal 16-06-2007.  [pranala nonaktif permanen]
  5. ^ "Ebiet G. Ade: Nggak Ada Istri, Nyanyi Jadi Nggak Asyik". Republika Online. Diakses tanggal 15-06-2007.  [pranala nonaktif permanen]
  6. ^ "Mozaik Jejak Langkah Ebiet G. Ade". Ebiet G. Ade Official Website. Diakses tanggal 26-06-2007.  [pranala nonaktif permanen]
  7. ^ "Perjalanan Ebiet G. Ade: Cerita Masa Lalu, Ketika Langit di Yogya Masih Biru". Minggu Pagi Online. Diakses tanggal 16-06-2007.  [pranala nonaktif permanen]
  8. ^ "Ebiet G. Ade: Kembali Mambaca Tanda Zaman Lewat Album Baru". Kabar Indonesia. Diakses tanggal 15-06-2007. 
  9. ^ "Ebiet G Ade Merayakan HUT Pernikahan Perak". Liputan6.com. 26 April 2007. Diakses tanggal 3 September 2023. 
  10. ^ http://www.beritasatu.com/musik/107406-reuni-4e-nostalgia-persahabatan-empat-dekade.html Berita satu, diakses 29 Januari 2015
  11. ^ http://koran.tempo.co/konten/2013/04/05/305936/Ebiet-dan-Cak-Nun-Reuni-4E Koran Tempo, Diakses 29 Januari 2015
  12. ^ http://satelitnews.co/ebiet-beri-bantuan-untuk-korban-longsor/[pranala nonaktif permanen] Satelit News, diakses 29 Januari 2015
  13. ^ http://www.aktual.co/sosial/085608ebiet-g-ade-luncurkan-album-anyar-di-malam-tahun-baru Aktual, diakses 29 Januari 2015
  14. ^ "Biodata Ebiet G. Ade". Ebiet G. Ade Official Website. Diakses tanggal 22-07-2007.  [pranala nonaktif permanen]

Pranala luar

sunting