Kumbang koksi
Kumbang koksi (juga disebut kumbang kepik) adalah kumbang kecil yang membentuk famili Coccinellidae.[1] Mereka mudah dikenali karena penampilannya yang bundar kecil dan punggungnya yang berwarna-warni serta pada beberapa jenis yang memiliki bintik. Orang awam kadang menyebut kumbang koksi sebagai kepik, karena ukurannya dan perisainya yang juga keras, namun kumbang ini sama sekali bukan dari bangsa kepik (Hemiptera). Serangga ini dikenal sebagai sahabat petani karena beberapa anggotanya memangsa serangga-serangga hama seperti kutu daun. Walaupun demikian, ada beberapa spesies koksi yang juga memakan daun sehingga menjadi parasit bagi tanaman.
Kumbang koksi
| |
---|---|
Coccinellidae | |
Rekaman | |
Taksonomi | |
Galat Lua: callParserFunction: function "Template" was not found. | |
Famili | Coccinellidae Latreille, 1807 |
Tata nama | |
Nama zoologis ini berkoordinasi dengan | Coccinelloidea, Coccinellinae dan Coccinellini |
Subfamili | |
Chilocorinae Coccidulinae Coccinellinae Epilachninae Scymininae Sticholotidinae |
Kumbang ini ditemukan di seluruh dunia, terutama di wilayah-wilayah tempat hidup tanaman yang menyediakan makanannya. Di dunia ini kurang lebih ada sekitar 5.000 spesies dan yang terbesar panjang tubuhnya mencapai hampir 1 cm.[2]
Biologi
suntingKumbang koksi memiliki penampilan yang cukup khas sehingga mudah dibedakan dari serangga lainnya. Tubuhnya berbentuk nyaris bundar dengan sepasang sayap keras di punggungnya. Sayap keras di punggungnya berwarna-warni, namun umumnya berwarna mencolok ditambah dengan pola seperti totol-totol. Sayap keras yang berwarna-warni itu sebenarnya adalah sayap elitra atau sayap depannya. Sayap belakangnya berwarna transparan dan biasanya dilipat di bawah sayap depan jika sedang tidak dipakai. Saat terbang, ia mengepakkan sayap belakangnya secara cepat, sementara sayap depannya yang kaku tidak bisa mengepak dan direntangkan untuk menambah daya angkat (saat terbang).[3] Sayap depannya yang keras juga bisa berfungsi seperti perisai pelindung.
Kumbang koksi memiliki kaki yang pendek serta kepala yang terlihat membungkuk ke bawah. Posisi kepala seperti ini membantunya saat makan hewan-hewan kecil seperti kutu daun. Di kakinya terdapat rambut-rambut halus berukuran mikroskopis (hanya bisa dilihat dengan mikroskop) yang ujungnya seperti sendok. Rambut ini menghasilkan bahan berminyak yang lengket sehingga kepik bisa berjalan dan menempel di tempat-tempat sulit seperti di kaca atau di langit-langit.[4]
Makanan
suntingMayoritas dari kepik adalah karnivora yang memakan hewan-hewan kecil pengisap tanaman semisal kutu daun (afid). Larva dan kepik dewasa dari spesies yang sama biasanya memakan makanan yang sama. Kepik makan dengan cara mengisap cairan tubuh mangsanya. Di kepalanya terdapat sepasang rahang bawah (mandibula) untuk membantunya memegang mangsa saat makan. Ia lalu menusuk tubuh mangsanya dengan tabung khusus di mulutnya untuk menyuntikkan enzim pencerna ke tubuh mangsanya, lalu mengisap jaringan tubuh mangsanya yang sudah berbentuk cair.[5] Seekor kepik diketahui bisa menghabiskan 1.000 ekor kutu daun sepanjang hidupnya.[6]
Beberapa jenis kepik semisal kepik Jepang[7] dan kepik dari spesies Epilachna admirabilis diketahui sebagai herbivora karena memakan daun. Kepik tersebut biasanya meninggalkan jejak yang khas pada daun bekas makanannya karena mereka tidak memakan urat daunnya.[6]
Perilaku
suntingHibernasi
suntingSeperti kebanyakan serangga dan hewan, kepik koksi di wilayah empat musim juga melakukan hibernasi (tidur panjang di musim dingin). Kepik koksi biasanya berkumpul dalam jumlah besar di tempat-tempat seperti di bawah balok kayu, kulit batang, atau timbunan daun saat berhibernasi.[2] Selama periode tidur panjang itu, mereka bertahan dengan memanfaatkan persediaan makanan di tubuhnya.[7]
Pertahanan Diri
suntingHewan-hewan yang memangsa kepik umumnya adalah hewan-hewan pemangsa serangga seperti burung dan laba-laba. Kepik memiliki cara unik dalam mempertahankan diri. Bila merasa terancam bahaya, ia akan berpura-pura mati dengan cara membalikkan tubuhnya dan menarik kakinya ke dalam. Sebagai mekanisme perlindungan lebih lanjut, ia akan mengeluarkan cairan berwarna kuning dari persendian kakinya. Cairan ini memiliki bau dan rasa yang tidak enak sehingga jika berhasil, pemangsanya tidak jadi memakannya karena tidak tahan dengan cairan tersebut.
Reproduksi dan Daur Hidup
suntingKepik melakukan perkawinan agar bisa berkembang biak. Kadang-kadang ada 2 kepik yang memiliki corak warna berbeda, namun tetap bisa melakukan perkawinan dan berkembang biak secara normal karena masih berasal dari spesies yang sama. Kepik betina dari jenis kepik karnivora selanjutnya memilih tempat yang banyak dihuni oleh serangga makanannya agar begitu menetas, larva itu mendapat persediaan makanan melimpah.[8] Pada kepik pemakan daun, betina yang baru bertelur di suatu tanaman akan meninggalkan pola gigitan pada daun agar tidak ada betina lain yang bertelur di tanaman yang sama. Di wilayah empat musim, jika kepik betina tidak berhasil menemukan tanaman yang cocok hingga menjelang musim dingin, maka kepik betina akan menunda pelepasan telurnya hingga musim dingin usai.[7]
Kepik sebagai anggota dari ordo Coleoptera (kumbang) mengalami metamorfosis sempurna: telur, larva, kepompong, dan dewasa. Telur kepik berbentuk lonjong dan berwarna kuning. Telur-telur ini biasanya menetas sekitar seminggu setelah pertama kali dikeluarkan. Larva kepik umumnya memiliki penampilan bertubuh panjang, diselubungi bulu, dan berkaki enam. Larva ini hidup dengan makan sesuai makanan induknya dan ketika mereka bertumbuh makin besar, mereka melakukan pergantian kulit.
Larva yang sudah sampai hingga ukuran tertentu kemudian akan berhenti makan dan memasuki fase kepompong pada usia dua minggu sejak pertama kali menetas. Kepompong ini biasanya menempel pada benda-benda seperti daun atau ranting dan berwarna kuning dan hitam. Kepik dewasa selanjutnya akan keluar dari kepompong setelah sekitar satu minggu.[9] Sayap depan kepik yang baru keluar masih rapuh dan berwarna kuning pucat sehingga ia akan berdiam diri sejenak untuk mengeraskan sayapnya sebelum mulai beraktivitas.
Interaksi dengan Manusia
suntingKepik memiliki sejarah hubungan yang cukup baik dengan manusia. Banyak orang suka menangkap dan mengoleksi mereka karena tertarik akan motif dan corak sayapnya yang beraneka ragam. Kepik di beberapa negara juga dianggap sebagai hewan yang membawa keberuntungan. Di Jerman misalnya, jika ada kepik yang terbang memasuki rumah, maka keluarga yang tinggal di dalam rumah itu dipercaya akan menjadi kaya raya.[10]
Pembasmi Hama
suntingKepik juga dikenal sebagai salah satu pembasmi hama ramah lingkungan. Sekitar abad ke-19, perkebunan buah di wilayah Asia dan Amerika Serikat diserang oleh hama serangga yang dikenal sebagai sisik bantal kapuk (Icerya purchasi) dan sempat menyebabkan kerugian besar. Hama itu sebenarnya adalah sejenis kutu daun yang hidup dengan mengisap sari tanaman dan membentuk semacam lapisan bersisik di sekitarnya untuk melindungi dirinya. Hewan itu terbawa tanpa sengaja dari Australia hingga sampai di wilayah perkebunan di benua lain.[11]
Para ahli selanjutnya mencari cara untuk membasmi hama itu. Mereka akhirnya menemukan bahwa di habitat aslinya di Australia, sisik bantal kapuk memiliki pemangsa alamiah kepik Vedalia cardinalis. Kepik itu lalu dibawa ke perkebunan buah yang diserang oleh hama sisik bantal kapuk pada tahun 1888 dan dalam waktu dua tahun, cara itu telah berhasil menekan populasi serangga hama tersebut. Kepik ini pun selanjutnya menjadi salah satu contoh keberhasilan pengendalian hama dengan memanfaatkan perilakunya dalam rantai makanan (bioinsektisida).[11][12]
Pemakan Tanaman
suntingTidak semua kepik membawa manfaat bagi manusia. Beberapa spesies kepik semisal Epilachna admirabilis diketahui memakan daun tanaman budi daya semisal daun terong sehingga merusak tanaman dan dalam hal ini merugikan petani.[6]
Galeri
sunting-
Video definisi tinggi kumbang koksi di dekat sarang semut
-
Luar biasa bagi seekor Coccinellid, Rhyzobius chrysomeloides yang dewasa berwarna coklat tanpa bintik-bintik.
-
Coccinella transversalis, elytron terbuka
-
Kumbang koksi di atas tumbuhan stroberi
-
Spesimen Harmonia axyridis di Afrika Selatan yang baru keluar dari pupa. Bintik-bintik hitam akan muncul setelah eksoskeletonnya mengeras.
-
Kumbang koksi yang baru keluar dari pupa, dan 2 hari setelahnya
-
Henosepilachna guttatopustulata, seekor herbivor dan salah satu Coccinellidae paling besar, memakan daun kentang
-
Apolinus lividigaster memakan kutu daun
-
Stadium kepompong
-
Telur sama korek api
-
Larva Harmonia axyridis memakan larva lain yang baru saja mau menjadi pupa
-
Sayap Harmonia axyridis
-
Kumbang koksi dengan 22 bintik (Psyllobora vigintiduopunctata).
-
-
Kumbang koksi mempersiapkan untuk terbang
-
Kumbang koksi memakan serangga lain
-
Kumbang koksi mengembangbiakkan di atas daun
-
Stadium kepompong
Referensi
sunting- ^ Parker, Sybil, P (1984). McGraw-Hill Dictionary of Biology. McGraw-Hill Company.
- ^ a b Johnson, Jinny. 1997. "Ensiklopedia Anak-Anak: Dunia Serangga dan Laba-Laba 3". PT Elex Media Komputindo, hal. 13
- ^ Time Life. 1996. "Hamparan Dunia Ilmu Time Life: Dunia Serangga". PT Tira Pustaka, hal. 15
- ^ Time Life. 1996. "Hamparan Dunia Ilmu Time Life: Dunia Serangga". PT Tira Pustaka, hal. 20
- ^ Nanao, Jun & Nanao-Kikaku. 1996. "Seri Misteri Alam 3: Kumbang Koksi. PT Elex Media Komputindo, hal. 11
- ^ a b c Nanao, Jun & Nanao-Kikaku. 1996. "Seri Misteri Alam 3: Kumbang Koksi. PT Elex Media Komputindo, hal. 28-29
- ^ a b c Time Life. 1996. "Hamparan Dunia Ilmu Time Life: Ekologi dan Lingkungan". PT Tira Pustaka, hal. 108-109
- ^ Nanao, Jun & Nanao-Kikaku. 1996. "Seri Misteri Alam 3: Kumbang Koksi. PT Elex Media Komputindo, hal. 16
- ^ Nanao, Jun, Hidetomo Oda, & Nanao-Kikaku. 1996. "Seri Misteri Alam 20: Kutu Daun". PT Elex Media Komputindo, hal. 17
- ^ Nanao, Jun & Nanao-Kikaku. 1996. "Seri Misteri Alam 3: Kumbang Koksi. PT Elex Media Komputindo, hal. 2
- ^ a b Time Life. 1996. "Hamparan Dunia Ilmu Time Life: Dunia Serangga". PT Tira Pustaka, hal. 91
- ^ Hanson, Paul & Jeffrey C. Miller.Scale Insects On Ornamental Plants: A Biological Control Perspective