Zirah lempeng adalah sejenis zirah personal bersejarah yang dibuat dari lempengan besi dan baja yang dikenakan oleh prajurit. Meskipun sudah ada pendahulunya, misalnya lorica segmentata dari zaman Romawi, zirah lempeng baru benar-benar berkembang di Eropa pada Abad Pertengahan Akhir, terutama dalam konteks Perang Seratus Tahun, mulai dari jubah lempeng yang dipakai di luar zirah cincin selama abad ke-13. Di Eropa zirah lempeng mencapai puncak penggunaannya pada akhir abad ke-15 dan ke-16, dengan setelan lengkap zirah lempeng Goth dikenakan dalam beberapa pertempuran, misalnya Perang Burgundy dan Perang Italia. Pasukan yang paling berat berbaju zirah adalah kavaleri berat misalnya gendarme dan kuirasier awal, tetapi pasukan infantri dalam pasukan tentara bayaran Swiss dan landsknecht juga memakai setelan yang lebih ringan yang terdiri dari zirah lempeng "tiga perempat", membuat bagian kaki bawah tidak terlindungi.

Prajurit berkuda berbaju lempeng lengkap milik Sigismund II Augustus (berkuasa 1548–1569).

Penggunaan zirah lempeng mulai berkurang pada abad ke-17, tetapi tetap biasa dipakai oleh kalangan bangsawan dan para kuirasier sepanjang perang agama Eropa. Setelah tahun 1650, zirah lempeng sudah sangat dikurangi hingga hanya berupa lempeng dada (kuiras) yang dikenakan oleh prajurit dragoon. Ini akibat perkembangan senapan sundut yang mampu menembus baju zirah pada jarak yang cukup jauh, sehingga kebergunaan baju zirah lempeng lengkap menjadi jauh berkurang. Untuk infantri, lempeng dada menjadi penting kembali dengan dikembangkannya cangkang peluru pada abad ke-18. Penggunaan lempengan baja yang dijahit ke jaket flak dimulai pada Perang Dunia II, dan kemudian digantikan oleh plastik yang diperkuat serat sejak tahun 1950-an.

Sejarah awal

sunting

Zirah lempeng sebagian, yang melindungi dada dan bagian tubuh bawah, digunakan oleh orang Yunani kuno dan orang Romawi kuno, tetapi tak lagi digunakan setelah runtuhnya Kekaisaran Romawi dikarenakan mahalnya biaya dan sulitnya pengerjaan yang diperlukan untuk membuat potongan lempeng besi atau kuiras. Zirah besi lempeng tunggal digunakan lagi mulai dari abad ke-13, untuk melindungi sendi dan tulang kering, dan dipakai di luar zirah cincin hauberk.

Abad Pertengahan Akhir

sunting

Pada akhir abad ke-14, zirah lempeng yang lebih besar dan lengkap mulai dikembangkan. Pada awal abad ke-16 helm dan pelindung lehernya diubah untuk menghasilkan zirah Nürnberg yang terkenal, banyak di antaranya merupakan mahakarya kerajinan dan rancangan tangan.[1]

Yang unggul di Eropa dalam hal tekniK baju zirah adalah orang Italia utara dan orang Jerman selatan. Ini berujung pada gaya Milanis dari Milan, dan Goth dari Kekaisaran Romawi Suci. Inggris membuat baju zirah di Greenwich dan keduanya mengembangkan gaya mereka sendiri yang unik. Kesultanan Utsmaniyah juga banyak menggunakan zirah lempeng namun menyertakan zirah cincin dalam baju zirah mereka, yang banyak dipakai oleh pasukan kejut semisal Korps Yanisari.

Pada masa Renaisans, zirah lempeng yang dihias dengan rumit untuk keluarga kerajaan banyak diproduksi. Zirah lempeng baja untuk Henry II dari Prancis yang dibuat pada tahun 1555 tertutupi oleh hiasan timbul yang sangat rumit, yang melalui proses pembiruan, pemerakan, dan penyepuhan.[2]

Pengaruh

sunting

Zirah lempeng pada umumnya tahan terhadap sabetan pedang . Zirah ini juga melindungi pemakainya dari tusukan tombak atau tembiang dan menyediakan pertahanan yang cukup bagus dari trauma senjata tumpul.

Evolusi zirah lempeng juga memicu perkembangan pada rancangan senjata penyerang. Meskipun zirah ini efektif dalam menahan sabetan atau pukulan, titik lemahnya dapat dimanfaatkan untuk diserang dengan menggunakan pedang panjang lancip atau senjata lainnya yang dirancang untuk tujuan tersebut, misalnya kapak galah halberd. Pengaruh panah dan bolt masih diperdebatkan terkait zirah lempeng. Busur panjang dan busur silang juga dapat menembus zirah lempeng sampai jarak sejauh 200 meter (660 ft) dengan tembakan yang baik,[3] contohnya dalam pertempuran seperti Pertempuran Visby,[4] meskipun sejarawan Jean Froissart berpendapat bahwa senjata semacam itu pada Pertempuran Poitiers mulai berkurang akibat penggunaan panah belati oleh pasukan Inggris lebih diarahkan pada bagian pinggir atau belakang baju zirah, yang lebih lemah. Evolusi zirah lempeng pada abad ke-14 juga memicu perkembangan berbagai senjata galah. Senjata jenis ini dirancang untuk memberikan benturan yang kuat dan memusatkan energi pada area yang kecil dan menyebabkan kerusakan melalui zirah yang diserangnya. Gada, palu perang dan kepala palu pada kapak galah digunakan untuk memberikan trauma tumpul melalui baju zirah yang dipukulnya.

Lempeng bergalur tidak hanya dekoratif, tetapi juga memperkuat lempeng terhadap sabetan atau pukulan senjata tumpul. Imbangan ini melawan kecenderungan galur untuk menangkap pukulan yang menusuk. Dalam teknik zirah yang diajarkan di sekolah keahlian pedang Jerman, penyerang memusatkan serangan pada "titik lemah", yang menghasilkan gaya tarung yang sangat berbeda dari pertarungan pedang tanpa baju zirah. Karena kelemahan inilah sebagian besar prajurit memakai zirah cincin (haubergeon atau hauberk) di balik zirah lempeng mereka (atau jubah lempeng). Di kemudian hari, zirah cincin lengkap digantikan oleh potongan cincin, yang disebut gouset, yang dijahit ke dalam gambeson atau jaket zirah. Perlindungan lebih jauh bagi zirah lempeng adalah lempengan bulat kecil yang disebut besagew yang menutupi ketiak serta kouter dan plein dengan "sayap" untuk melindungi sendi.

Referensi

sunting
  1. ^ "Middle Ages: Armor". Middle Ages: Armor. MiddleAges.Net. Diakses tanggal 5/8/2011. 
  2. ^ "Heilbrunn Timeline of History: The Decoration of European Armor". Metropolitan Museum of Art. Diakses tanggal 2011-11-26. 
  3. ^ http://www.chrisharrison.net/projects/sling/index.html
  4. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-01-08. Diakses tanggal 2012-01-01. 

Bacaan lanjutan

sunting
  • R. E. Oakeshott, European weapons and armour: From the Renaissance to the industrial revolution (1980).