Zainoel Arifin Usman

diplomat Indonesia

Zainoel Arifin Usman atau ditulis Z. Arifin Usman (1922-1999) adalah seorang pejuang kemerdekaan dan diplomat Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Suriah merangkap Kerajaan Jordania (1967-1972),[1] Duta Besar Indonesia untuk Iran (1974-1978),[2] dan Asisten Sekretaris Jenderal Organisasi Kerja Sama Islam (OIC). Pada masa revollusi fisik, ia bekerja sebagai guru dan pernah menjadi Wakil Direktur Perguruan Menengah Indonesia (Permindo) di Padang.

Kehidupan awal

sunting

Zainoel lahir pada 22 Juli 1922 di Padang.[3] Ayahnya, Oesman Panduko Rajo adalah seorang kepala jaksa, sedangkan ibunya bernama Siti Raliah. ia bersaudara dengan Abdoel Madjid Usman dan Zaoera Usman (istri Bagindo Aziz Chan). Tamat MULO di Padang, ia melanjutkan pendidikannya ke Algemeene Middelbare School (AMS) Yogyakarta.[4][5][6]

Karier

sunting

Mula-mula, ia bekerja sebagai guru SMA di Bukittinggi (1947-1949). Pada awal 1949, Zainoel Arifin Usman bersama Marah Sjafei Sahab dan Enggak Bahauddin menggagas berdirinya Permindo, yang menjadi cikal bakal SMP Negeri 1 Padang dan SMA Negeri 1 Padang. Permindo akhirnya berdiri berkat dukungan Persatuan Guru Agama Islam (PGAI) dengan menempati bekas sekolah Normal Islam di Jati, Padang Timur.[7]

Tak lama setelah pengakuan kedaulatan, ia merantau ke Jakarta dan mengikuti ujian masuk Akademi Dinas Luar Negeri (ADLN). Ia lulus sebagai angkatan pertama. Di antara teman seangkatannya yakni Rasjid Manan, Effendi Noor, dan Basri Hasnam.[8]

Sebelum menjadi duta besar, ia pernah ditempatkan di beberapa Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), yakni sebagai Sekretaris I KBRI Stockholm (1951-1953), Sekretaris I merangkap Kuasa Usaha (ad interim) KBRI Copenhagen (1953-1955), Kuasa Usaha (ad interim) KBRI Lebanon (1958-1963).[3]

Ia wafat pada 1999 dalam usia 77 tahun dengan meninggalkan seorang istri, Afrizar dan dua orang anak.[9][3]

Penghargaan

sunting

Pada 11 Agustus 1975, ia menerima Piagam Tanda Kehormatan Satyalancana dari Presiden Soeharto sebagai tanda kesetiaan dan ketaatan pada Pemerintah RI pada masa perjuangan kemerdekaan.[10]

Referensi

sunting
  1. ^ G. Dwipayana; Nazaruddin Sjamsuddin, ed. (2003). Jejak Langkah Pak Harto 27 Maret 1973 – 23 Maret 1978. Jakarta: Citra Kharisma Bunda. hlm. 157. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-09-03. Diakses tanggal 2019-09-03. 
  2. ^ "Dubes-Dubes Baru". Nusantara. 28 September 1968.
  3. ^ a b c Who's who in Indonesia (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-1). Gunung Agung. 1971. 
  4. ^ Anwar, Rosihan (1983). Menulis dalam air, di sini sekarang esok hilang: sebuah otobiografi. Penerbit Sinar Harapan. 
  5. ^ Anwar, Rosihan (2010). Napak tilas ke Belanda: 60 tahun perjalanan wartawan KMB 1949. Penerbit Buku Kompas. ISBN 978-979-709-490-4. 
  6. ^ Anwar, Rosihan (1999). Quartet: pertemuan dengan empat sahabatku. Yayasan Soedjatmoko bekerjasama dengan Pusat Dokumentasi Politik Guntur 49. 
  7. ^ Sejarah perjuangan kemerdekaan R.I. di Minangkabau/Riau, 1945-1950. Badan Pemurnian Sejarah Indonesia-Minangkabau. 1991. ISBN 978-979-405-128-3. 
  8. ^ Rasjid-70. Panitia Peringatan Ulang Tahun Mr. Rasjid ke-70. 1981. 
  9. ^ Madjalah berkala pertanian. Pusat Djawatan Pertanian Rakjat. 1957. 
  10. ^ Wisber Loeis: mengemban tugas diplomasi. Khanata. 2004. ISBN 978-979-3330-28-0.