Zainal Abidin dari Ternate

Sultan Zainal Abidin adalah raja Ternate ke-18 yang berkuasa antara 1486-1500. Dia adalah penguasa Ternate pertama yang mengadopsi gelar Sultan sebagai gelar raja di Ternate, digunakan bersamaan gelar Kolano yang digunakan pendahulunya. Selain itu, Sultan Zainal Abidin juga merombak adat dan pemerintahan kerajaan, menjadikan syariat Islam sebagai dasar. Dengan demikian Ternate dibawanya bertransformasi penuh menjadi sebuah Kerajaan Islam.

Keluarga

sunting

Sultan Zainal Abidin adalah putera Kolano Marhum Gapi Baguna II, raja Ternate ke-17. Sultan Zainal memiliki dua isteri dan enam orang anak salah satunya adalah Kaicil Leliatur yang kelak menggantikannya sebagai Sultan Ternate, Bayanullah.[1]

Masa Pemerintahan dan Pengislaman Maluku

sunting

Zainal Abidin mendapatkan pendidikan Islam sejak muda, ayahnya, Kolano Marhum adalah raja Ternate pertama yang tercatat memeluk Islam. Di bawah bimbingan seorang pedagang sekaligus ulama bernama Datu Maulana Hussein, Zainal Abidin memperoleh pengetahuan tentang Islam. Segera setelah dilantik sebagai penguasa, Zainal Abidin memulai langkah untuk menjadikan Kerajaan Ternate sebagai kerajaan Islam yang penuh. Langkah itu dimulai dengan mengganti gelar Kolano (sebutan untuk gelar raja di Ternate) dengan Sultan.

Tahun 1494, Sultan Zainil Abidin berangkat ke Jawa untuk memperdalam Islam di pesantren Sunan Giri. Selama berada di Giri, Sultan Zainal Abidin menjalin persahabatan dan persekutuan yang kuat dengan orang-orang Jawa. Di sana, dia dikenal sebagai sebagai Sultan Bualawa atau Sultan Cengkih, seorang pejuang gagah berani serta cendekiawan yang saleh. Dikisahkan, pada suatu saat, ketika seorang pembunuh gila mengamuk dan menyebabkan semua orang tunggang langgang, Sultan Cengkih menghadapinya tanpa gentar dan memenggal kepala pembunuh itu dengan sekali sabetan pedangnya, di mana sabetan yang sama turut membelah batu besar tempat kepala itu jatuh.

Dalam perjalanan pulang ke Ternate dari Jawa ia singgah di Makassar dan Ambon guna merundingkan pakta-pakta untuk saling membantu. Dari Jawa, dia memboyong guru-guru Islam, yang paling terkemuka di antaranya adalah seorang ulama berilmu bernama Tuhubahanul yang membantu penyebaran kebudayaan Islam dan pengaruh Ternate di seluruh kepulauan Maluku.

Salah satu upaya Zainal Abidin yang terpenting untuk mengembangkan Islam selain mendirikan sejumlah sekolah Islam dengan guru-guru ulama dari Jawa, adalah membentuk lembaga Jolebe atau Bobato Akhirat yang bertugas membantu Sultan mengurus serta mengawasi segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan syariat Islam di wilayah kekuasaan Kesultanan Ternate.

Islamisasi yang dilakukan Sultan Zainal Abidin kemudian diikuti oleh raja-raja lain di Maluku.

Sultan Zainal Abidin wafat tahun 1500 dan digantikan oleh puteranya, Sultan Bayanullah.

Sumber Pustaka

sunting
  • Willard A. Hanna & Des Alwi, "Ternate dan Tidore, Masa Lalu Penuh Gejolak", Pustaka Sinar Harapan Jakarta 1996.
  • M. Adnan Amal, "Maluku Utara, Perjalanan Sejarah 1250 - 1800 Jilid I", Universitas Khairun Ternate 2002.
Didahului oleh:
Marhum
Sultan Ternate
1486-1500
Diteruskan oleh:
Bayanullah