Yobbi Ensel (kelahiran 1974 atau 1975) adalah seorang rabi asal Indonesia. Ia sebelumnya beragama Kristen Protestan, keyakinan yang dijalankan keluarganya. Pada 2001, dia memulai ritual agama Yahudi sendirian kemudian didukung keluarganya. Dia pernah menjadi gembala Tuhan di sebuah gereja di Kota Manado, Sulawesi Utara. [1]

Perpindahan keyakinan itu dia lakukan secara sadar setelah mempelajari bahasa Ibrani secara otodidak serta membaca kitab Taurat dan ajaran agama Yahudi lainnya.

Keluarga

sunting

Yobbi Ensel lahir pada tahun 1974 atau 1975. [2] Darah Yahudi dalam tubuhnya berasal dari mendiang ayahnya, Jonathan Hattie, keturunan Yahudi Portugis kelahiran 1942 di Sanger Siau, Sulawesi Utara. Hattie anggota Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat bertugas di Toli-toli, Sulawesi Tengah, dan pensiun pada 1989 dengan pangkat sersan satu. Dia meninggal di Manado. Yobbi adalah anak keempat dari lima bersaudara. Empat saudara kandung lainnya beragama Kristen Protestan dan Islam.

Dari garis keturunan bapaknya, nenek moyang Yobbi asal Portugis. Sekitar 1514 datang ke perkampungan paling tua di Kepulauan Karakelang Talaud, Kampung Ruso, Sulawesi Utara, berbatasan laut dengan Filipina. nama Kampung Ruso atau Roso diambil dari marga Yahudi keturunan Yakub. Kemudian dari situ nenek moyangnya ikut bersama Portugis dan dipaksa menuju Minahasa saat abad ke-16 atau awal mula Portugis ke Nusantara.

Ibunya, Irene Andasia, adalah keturunan Portugis dari kakeknya, Ayub Andasia kelahiran 1514 di Kepulauan Karakelang, Sulawesi Utara. Kemudian nenek Yobbi, Ribbka Bala, keturunan Portugis dilahirkan pada 1920 di Sanger, Kolongan Mito, Sulawesi Utara. Andasia merupakan marga Yahudi di Andalusia, Spanyol, hidup di abad ke-16.

Kakek dari ibunya bernama Masone. Ketika itu nama Yahudi di Minahasa Utara belum menggunakan Marga. Masone kemudian melekat menjadi nama marga keluarga untuk keturunannya. Nenek dari ibu Yobbi berasal dari Belarusia bermarga Bala. Dia lupa tahun berapa saat Portugis datang ke Nusantara. Salah satu marga Bala ikut rombongan Portugis dan berlabuh di Pelabuhan Mulang, Minahasa Tenggara.

Bekas jejak nenek moyang Yobbi bisa dilihat dari perkebunan gandum orang Spanyol di Minahasa Tenggara. Baru pada 1600-an Belanda masuk ke Pulau Siau atau Sanger/Sangihe. Sehingga ada juga orang Yahudi bermarga Sanger di Minahasa. Sepengetahuan Yobbi, Sanger saat itu dihuni oleh berbagai suku bangsa, seperti Portugis, Spanyol, Prancis, dan Belanda. Makanya sekitar 1500 atau 1600-an Minahasa itu adalah satu bangsa dan pernah menandatangani kerja sama dengan Inggris. Kemudian Minahasa bergabung dengan Indonesia. Cerita ini ada dalam film Benteng Muraya yang dibuat di Tondano.

Istrinya, Yulita, perempuan keturunan Minahasa menyokong keyakinan dianut Yobbi dan turut menjalankan ajaran Yudaisme. Menurut Yobbi, menerapkan agama Yahudi tidak harus berdarah Yahudi (goyim), namun atas dasar kesadaran. Demikian juga keputusannya menjadi rabbi atau pembimbing umat lewat sekolah dan pelatihan khusus diselenggarakan komunitas Yahudi di Manado. Dia mengatakan posisi Rabbi itu sama dengan ulama dalam Islam.[3]

Yobbi menafkahi hidup dengan menjadi pengemudi online. Ia memiliki saudara seorang Ustad di Masjid. Saat lebaran, Yobby sering pesiar ke rumahnya. Yobby pun membawakannya minuman sebagaimana tradisi umat beda agama di Manado.[4]

Lihat juga

sunting

Referensi

sunting