Widjiatno Notomihardjo
Widjiatno Notomihardjo (30 Desember 1940 – 23 Juli 2000) adalah seorang pengusaha Indonesia, yang dikenal sebagai ayah dari Presiden Indonesia ketujuh Joko Widodo. Ia adalah seorang pedagang kayu yang sukses di Surakarta, dan tak lama sebelum kematiannya mulai terjun ke dunia politik melalui Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Widjiatno Notomihardjo | |
---|---|
Lahir | Karanganyar, Hindia Belanda | 30 Desember 1940
Meninggal | 23 Juli 2000 Jakarta, Indonesia | (umur 59)
Tempat pemakaman | TPU Dusun Mundu, Karanganyar, Jawa Tengah |
Kebangsaan | Indonesia |
Dikenal atas | Ayah Joko Widodo |
Suami/istri | |
Anak |
|
Kehidupan awal
suntingNotomihardjo lahir pada tanggal 30 Desember 1940 di desa Kragan, yang sekarang merupakan Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Ia adalah putra dari Lamidi Wirjo Mihardjo, yang merupakan lurah di desa asalnya. Mihardjo menikah tiga kali, dan Notomihardjo lahir dari istri pertamanya. Ayah Mihardjo, Mangun Dinomo, juga merupakan lurah di desa lain di Boyolali. Notomihardjo menempuh pendidikan hingga sekolah menengah atas, dan pada tanggal 23 Agustus 1959, di usia 19 tahun, ia menikah dengan Sudjiatmi. Sudjiatmi berusia 16 tahun saat itu.[1][2]
Karier
suntingSetelah menikah dengan Sudjiatmi, Notomihardjo pindah ke Surakarta. Ayah Sudjiatmi, Wirorejo bekerja di perdagangan kayu, dan membantu Notomihardjo dalam memulai bisnisnya sendiri, CV Roda Jati.[2][3] Pasangan itu juga berdagang bambu. Selama berada di Surakarta, Notomihardjo dan Sudjiatmi memiliki empat orang anak yang masih hidup: Joko Widodo, Iit Sriyantini, Ida Yati, dan Titik Relawati, selain seorang putra yang lahir mati, Joko Lukito.[1] Karena hanya ada sedikit pesaing di Surakarta yang berdagang kayu jati, bisnis Notomihardjo secara bertahap berkembang, mendapatkan kayu dari daerah yang lebih terpencil.[2] Selama pembersihan terhadap Partai Komunis Indonesia, meskipun Surakarta terkena dampak yang sangat parah, Notomihardjo tidak ditangkap atau diselidiki karena ia tidak memiliki hubungan apa pun dengan Partai Komunis Indonesia. Namun, beberapa tetangganya ditangkap oleh tentara.[2]
Pada tahun 1970-an, Notomihardjo beserta keluarganya digusur dari rumah mereka akibat proyek perluasan pasar dan terminal bus. Ia pindah ke rumah baru, beserta bengkelnya.[2] Kemudian, Sudjiatmi lebih banyak menangani urusan bisnis sehari-hari, sementara Notomihardjo fokus pada pengadaan bahan baku.[2] Setelah jatuhnya Soeharto pada tahun 1998, Notomihardjo mulai terjun ke dunia politik, bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan menjadi pengurus partai lokal di Surakarta di bawah pimpinan F. X. Hadi Rudyatmo.[1]
Kematian dan pemakaman
suntingNotomihardjo meninggal pada tanggal 23 Juli 2000 di Jakarta. Ia menderita hernia, dan bermaksud pergi ke Singapura untuk operasi, namun meninggal saat berada di sebuah rumah sakit di Jakarta.[2][4] Ia dimakamkan di desa Gondangrejo, Karanganyar,[4] di tempat pemakaman keluarga Sudjiatmi.[5] Pemakamannya menarik banyak orang di Surakarta.[2]
Kehidupan pribadi
suntingPada masa mudanya, Notomihardjo memiliki sepeda motor Birmingham Small Arms, yang dikenalnya sebagai alat transportasi di desa asalnya.[1][2] Ia juga penggemar musik keroncong, yang menurut seorang pengurus rumah tangganya, pernah dimintanya sebelum ia meninggal. Ia juga menjadi sponsor sebuah grup keroncong di Surakarta.[2]
Referensi
sunting- ^ a b c d Matanasi, Petrik (29 February 2020). "Sejarah Keluarga Jokowi: dari Lurah, Pedagang, hingga Politikus". tirto.id. Diakses tanggal 8 April 2024.
- ^ a b c d e f g h i j D., Ibad; G., Deden; B., Aryo (14 January 2017). "Langgam Hidup Ayah Jokowi". detikx. Diakses tanggal 8 April 2024.
- ^ "Jokowi dan Lurah yang 'Naik Kelas' jadi Raja". Bisnis.com. 25 August 2023. Diakses tanggal 8 April 2024.
- ^ a b "Sehari Jelang Debat, Jokowi Ziarah ke Makam Ayahnya". Berita Satu. 14 June 2014. Diakses tanggal 8 April 2024.
- ^ "Ini yang Terjadi di Makam Ibunda Jokowi Setelah Keluarga Presiden Pergi". JPNN. 26 March 2020. Diakses tanggal 8 April 2024.