Wayang wong gaya yogyakarta
Artikel ini perlu diwikifikasi agar memenuhi standar kualitas Wikipedia. Anda dapat memberikan bantuan berupa penambahan pranala dalam, atau dengan merapikan tata letak dari artikel ini.
Untuk keterangan lebih lanjut, klik [tampil] di bagian kanan.
|
Wayang Wong gaya Yogyakarta disebut dengan wayang mataram. Wayang wong merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan tradisional Jawa khususnya Jawa Tengah. Histori terciptanya wayang wong ini berada pada masa peralihan dari kerajaan Mataram sebelum pecah menjadi dua. Menurut perjanjian Gianti 1755, terjadi kesepakatan yang menetapkan bahwa kesenian wayang wong disebut wayang mataram karena pada saat itu kesenian ini berada pada kesultanan pangeran Mangkubumi dengan Sinuwuh Paku Buwono III.
Pada masa Sultan Hamengku Buwono I, Wayang wong mengalami perkembangan yang luar biasa dan populer di masyarakat. Bentuk perjanjian dan kostum serta serta properti yang digunakan masih sangat sederhana, yaitu dengan iket tepen, sinjang, selana panji, dan sonder gendhalagiri.
Seni pertunjukan wayang wong pada awalnya hanya fokus pada memperbesar kewibawan keraton dan pemerintahan kesultanan melalui pagelaran wayang wong, tetapi pada kenyataannya menunjukkan bahwa status seni pertunjukan di Keraton Yogyakarta pada era itu telah mengalami puncak perkembangan dalam arti fisik maupun teknik. hal ini menjadi menarik, ketika gerakan nasionalis di Yogyakarta juga mengalami bentuk organisasional.
Bentuk perlindungan terhadap seni wayang wong terjadi pada salah satu periode di zaman Hamengkubuwono VIII, yakni dengan didirikannya sekolah tari pertama diluar tembok keraton yang bernaman "Krida Beksa Wirama (KBW)" pada tanggal 17 Agustus 1918, yang dipimpin oleh adik Sultan yang bernama BPH Suryadiningrat, yang masih bergelar Putra Mahkota, hingga saat menjadi Sultan pada tahun 1921.
Seni pertunjukan wayang wong pada perkembangannnya semakin berkembang pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono IX, dimana acara pementasan wayang wong Mataram digelar setiap Tingalan Dalem atau Jumenengan Ngarso Dalem di Kagungngan Dalem Pagelaran Keraton Yogyakarta. Diera Sri Sultan Hamengku Buono X, pergelaran wayang wong Mataram secara internal di Keraton sudah jarang dilakukan. Namun di luar keratin mulai digiatkan dengan diadakan Festival Wayang Wong Mataram yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan DIY. Selain itu Wayang Wong pernah dijadikan unggulan Festival Kesenian Yogyakarta, meskipun hanya berlangsung dua kali penyelenggaraan. Dukungan organisasi kesenian dan lembaga formal seni di Yogyakarta makin terlihat dengan masuknya mata wayang wong dibeberapa Universitas. Di, ISI, SMKI maupun UNY jurusan tari, materi wayang wong Mataram diajarkan sebagai bagian dari mata kuliah drama tari tradisional.[1]
Rujukan
sunting- ^ Iien, Dwiari Ratnawati (2018). Penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Kebudayaan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. hlm. 157–158.