Vincentius a Paulo

Vincentius a Paulo (Vincensius a Paulo; 24 April 1581 – 27 September 1660) adalah seorang kudus (santo) dan tokoh pembaru Gereja Katolik Prancis. Di Indonesia nama "Vincentius a Paulo" dipakai oleh rumah sakit Katolik di Surabaya, SD dan SMP Katolik di Garum, Blitar dan Surabaya, satu paroki di Surabaya (Jalan Widodaren) dan satu paroki di Kediri, juga di Batulicin, Kalimantan Selatan, sejak tahun 1972 bertambah dengan satu Paroki di Malang (Jalan Ananas) juga SMA Seminari di Garum, Blitar, Jawa Timur, dan panti asuhan di Jakarta (Jl. Otto Iskandardinata No. 76 A, Kelurahan Bidara Cina, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur). Vincentius juga disebut “Bapak orang miskin” karena cinta dan pelayanannya kepada orang miskin. Oleh Paus Leo XIII, Paus pencetus Ajaran Sosial Gereja, Vincentius dideklarasikan sebagai santo pelindung (patron saint) karya amal cinta kasih Gereja Katolik (bersama Santa Luisa de Marillac pada waktu Paus Yohanes XXIII dalam suratnya Omnibus Mater).[1]

Santo Vinsentius a Paulo
Santo Vincentius a Paulo (1581-1660), Pembaru Gereja Prancis, "Bapak Orang Miskin".
Lahir(1581-04-24)24 April 1581
Pouy, Gasconi, Prancis
Meninggal27 September 1660(1660-09-27) (umur 79)
Paris, Prancis
Dihormati diGereja Katolik Roma Gereja Anglikan
Beatifikasi13 Agustus 1729, Roma oleh Paus Benediktus XIII
Kanonisasi16 Juni 1737, Roma oleh Paus Klemens XII
Pesta27 September
19 Juli (Kalender Romawi 1737-1969)

Selintas Riwayat Hidup

sunting

Vincentius lahir tanggal 24 April 1581 di desa kecil Poy, Dax, Prancis Selatan, dari keluarga petani miskin.[2] Sejak kecil ia membantu kerja sebagai penjaga ternak. Vinsensius bisa bersekolah karena ada bantuan dana dari seorang bangsawan.[2] Pada umur 15 tahun, keluarga dan desa ditinggalkannya untuk sekolah di kota Dax. Kemudian ia menyelesaikan sarjana teologi di kota Toulouse pada tahun 1604. Sebelum menyelesaikan teologi, ia ditahbiskan sebagai imam (romo) pada tanggal 23 September 1600. Saat itu umurnya baru 19 tahun hampir 20 tahun.[2]

Ketika ia sedang mengadakan perjalanan, kapal yang ditumpanginya diserang oleh bajak laut sehingga Vinsensius ditangkap dan dijual sebagai seorang budak di Tunisia.[2][3] Selanjutnya, ia dijual ke pelbagai orang selama dua tahun hingga akhirnya ia berhasil menyelamatkan diri dan kembali ke Prancis.[2][3]

Setelah kembali ke Prancis, ia melayani sebuah paroki sebagai seorang imam selama 10 tahun.[2] Kemudian ia mengumpulkan beberapa imam praja untuk mengadakan kunjungan ke seluruh daerah yang biasanya tidak terjangkau, seperti lorong-lorong sempit kota Paris, dan desa-desa yang jauh.[2] Ia dan kelompok imam yang dipimpinnya tersebut memberikan pelayanan kepada orang-orang miskin, anak-anak yang ditelantarkan orang tuanya, orang-orang sakit, dan sebagainya.[2][3] Kemudian ia juga membentuk organisasi para suster untuk melakukan kegiatan amal.[2]

Langkah selanjutnya sebagai seorang imam, Vincentius berusaha mencari uang. Pertama-tama dia berjuang untuk menjadi Pastor Paroki di desa Thil, tidak jauh dari desa asalnya. Menjadi pastor paroki pada zaman itu sama dengan mendapat jabatan yang menghasilkan uang. Untuk itu ia mencari surat keputusan dari Vikaris Jenderal ("Vikjen") Keuskupan Dax. Sayangnya pada waktu itu seorang imam lain sudah diangkat untuk Paroki yang sama dan pengangkatannya berasal dari Roma. SK Vikjen tentu tak banyak berarti di hadapan SK dari Roma. Pada tahun 1601 dia pergi ke Roma untuk memperjuangkan kariernya. Setelah beberapa bulan Vincentius muda terpaksa kembali ke Toulouse tanpa penghasilan apa pun.[4]

Kegagalan demi kegagalan mendapatkan penghasilan membuat Vincentius berpikir: apa yang Tuhan kehendaki dari dirinya? Itulah pertanyaan yang mengusik hatinya. Perjumpaan dengan orang-orang miskin di Chatillon les Dombes dan kotbah di Gereja desa Folleville (1617) membuatnya tergerak untuk beralih dari “hidup mencari penghasilan untuk diri sendiri” kepada “hidup hanya untuk mengabdi Tuhan dan orang miskin”.[5] Bimbingan rohani dengan orang suci yang sangat dikaguminya pada waktu itu, Fransiscus de Sales, Uskup Geneva, juga makin meneguhkan pertobatannya untuk mengabdi Tuhan dalam diri orang-orang miskin dan telantar.

Setelah semakin mantap perjalanan hidupnya sebagai seorang imam, Vincentius menghimpun beberapa kawan imam yang dia sebut sebagai "romo-romo CM" (atau romo-romo Lazaris) pada tanggal 17 April 1625. CM merupakan singkatan dari Congregatio Missionis atau Kongregasi Misi, kelompok romo dan bruder yang bertugas mewartakan Sabda Tuhan di desa-desa yang tidak terlayani oleh imam. Sebab pada waktu itu, para imam umumnya lebih memilih tugas di kota daripada di desa. Sebab di kota mereka mendapat penghasilan. Vincentius pernah berkata bahwa di Paris terdapat sepuluh ribu imam yang tidak berbuat apa-apa.[6] Saat ini Kongregasi Misi memiliki anggota sekitar 4000 orang yang terdiri dari imam dan bruder dan tersebar di wilayah-wilayah Eropa, Afrika, Amerika Latin, Asia, dan Australia serta kepulauan pacifik.[7] Seperti pendirinya, seorang CM mengenakan semangat Kristus, yang mewartakan Injil kepada orang-orang miskin. Semangat itu diterjemahkan dalam karya-karya pendidikan para calon imam (seminari), pendidikan awam, berkarya di paroki dan universitas, serta aneka karya pastoral di keuskupan-keuskupan.[8]

Disamping CM, Vincentius juga mendirikan serikat Suster Puteri Kasih (PK) tahun 1633 bersama Santa Luisa de Marillac. Suster Puteri Kasih dalam sejarah Gereja adalah suster-suster pertama yang memiliki ciri khas dapat berkarya merasul, berkeliling dari pelosok desa ke desa atau di kampung-kampung kota, mengunjungi, merawat dan melayani orang-orang miskin. Sebab pada zaman itu, yang disebut “suster” haruslah tinggal dalam biara. Dalam sejarahnya, suster-suster Puteri Kasih adalah para biarawati yang aktif melayani dan merawat yang sakit dan terluka pada waktu perang, baik semasa perang saudara sesudah revolusi Prancis maupun Perang Dunia Pertamamaupun Kedua. Tahun 1945, jumlah mereka pernah mencapai 45.000 suster. Tahun 2010 jumlah mereka menyusut, tetapi masih terbesar di antara tarekat-tarekat religius yang lain: 23.000 suster.[9]

Selain CM dan PK, Vincentius juga mendirikan Asosiasi Persaudaraan Cinta Kasih yang pada zaman itu (abad ke-17) anggota-anggotanya terdiri dari ibu-ibu bangsawan di Prancis. Di Indonesia, asosiasi ini disebut AIC (Asosiasi Ibu-ibu Cinta Kasih).[10]

Tokoh Pembaru

sunting

Vincentius dikenal sebagai salah satu tokoh pembaru Gereja Katolik Prancis pada abad ke-17. Pierre Coste (1873-1935), salah satu sejarawan terkenal dan penulis biografi Vincentius, menyebutnya sebagai “Santo Agung dari Abad yang Agung.”[11] Maksudnya, Vincentius adalah salah satu tokoh besar Gereja Katolik yang hidup pada abad itu dimana Prancis dipenuhi dengan para tokoh hebat pembaru spiritualitas, seperti Kardinal de Berulle, Andre Duval, Franciskus de Sales (Geneva), Jean-Jacques Olier, dan seterusnya.

Kontribusi pembaruan Vincentius yang menonjol dapat disebut dua hal:

  • 1) Vincentius mengubah “wajah Gereja”, dari Gereja yang memperhatikan orang-orang kaya kepada Gereja yang menyambut dan melayani orang-orang miskin; dan
  • 2) Vincentius “merevolusi” Gereja Katolik dalam hal pendidikan seminari, pendidikan khusus bagi para calon imam.

Vincentius dikenal sebagai pencetus sebuah pertemuan hari Selasa, dimana para imam berkumpul untuk melakukan diskusi dan refleksi bagi pembinaan diri. Perkumpulan itu disebut “Konferensi hari Selasa”.[12]

Henri Bremond SJ, seorang sejarawan dan filosof Prancis, mengatakan bahwa Vincentius adalah seorang mistikus aktif.[13] Vincentius adalah pelayan orang miskin yang berdoa dan kontemplatif. Kecintaan dan pengabdiannya kepada orang miskin dipondasikan pada pengalaman rohani yang mendalam; dan perjumpaannya dengan orang miskin dikontemplasikannya sebagai sebuah pengalaman rohani bertemu dengan Tuhan sendiri.[14]

Pada tahun 1633, seorang profesor sastra di Universitas Sorbonne Paris, Frederic Ozanam bersama kawan-kawannya mendirikan kelompok sosial yang terdiri dari anak-anak muda. Ozanam mengambil spiritualitas Vincentius sebagai pondasi semangat kelompoknya. Kelompok sosial itu disebut Serikat Sosial Vincensius (SSV) yang saat ini berkembang pesat di seluruh dunia dengan anggota kurang lebih satu juta awam Katolik maupun dari agama lain.

Pengaruh Vincentius juga nyata dalam semangat pelayanan Beata Ibu Teresa dari Calcuta, India. Dalam satu dua tulisan rohaninya, Ibu Teresa pernah berkata bahwa Santo Vincentius adalah inspirasi pelayanan cintanya kepada orang-orang telantar.

Spiritualitas Vinsensian

sunting

Spiritualitas berarti hidup untuk mencintai Allah. Cinta kepada Allah dalam pengertian Vincentius berarti bekerja keras untuk Allah: “Saudara-saudaraku, marilah mencintai Allah, sekali lagi marilah mencintai Allah, tetapi dengan mencucurkan keringat dan dengan menyingsingkan lengan baju”.[15]

Menurut Vincentius cinta kepada Allah dengan sendirinya bermuara dalam karya, yaitu dalam usaha melaksanakan kehendak Allah. Oleh karena itu bagi Vincentius doa dan karya merupakan satu kesatuan: doa dilanjukan dalam karya, karya dibawa dalam doa. Vincentius tidak segan-segan menganjurkan kepada para suster Puteri Kasih demikian: “Bila Suster terpaksa meninggalkan doa untuk melayani orang miskin, jangan cemas, karena itu berarti meninggalkan Tuhan untuk berjumpa lagi dengan Tuhan dalam diri orang miskin”.[16] Ungkapan terakhir ini dapat diringkas: “Meninggalkan Tuhan untuk Tuhan.”

Kepada romo-romo CM, Vincentius mewariskan spiritualitas lima keutamaan untuk hidup sehari-hari:

  1. Simplisitas (kesederhanaan)adalah berasal dari kata simplex (satu lapis) berarti bukan duplex atau triplex, tidak mendua hati, hanya tunggal yakni kehendak Tuhan.
  2. Kerendahan hati adalah keutamaan yang menggerakkan kita untuk mengakui sebagai ciptaan yang kecil dihadapan Allah yang Mahabesar.
  3. Kelembutan hati adalah “Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita ...” (1Yoh 4:10) Cinta kasih itu membawa konsekwensi bahwa tanda kita mengasihi Allah dengan memberi waktu dan ruang dalam hati kita untuk merasakan kasih Allah.
  4. Matiraga adalah tindakan penyangkalan mengenai apa-apa yang disukai oleh natura atau kodrat kita.
  5. Semangat untuk menyelamatkan jiwa-jiwa adalah menyelamatkan umat manusia dan menariknya kembali ke dalam hubungan yang benar dengan Allah.

Sementara kepada para suster Puteri Kasih, ia mengatakan semangat: kesederhanaan, kerendahan hati, cinta kasih.[17]

Spiritualitas ini hingga saat ini dihayati banyak orang Kristiani, bahkan umat dari agama lain, terutama kaum muda dalam upaya mereka untuk mewartakan Kabar gembira dan melayani orang miskin. Bagaimana dengan kalian saat ini? Sudah melakukan belum?

Santo Pelindung

sunting

Vinsensius a Paulo merupakan santo pelindung lembaga-lembaga dan kegiatan amal.[2]

Referensi

sunting
  1. ^ Teks Liturgi Misa Vinsensian, Malang, Seminari Tinggi CM, 2004, halaman 29.
  2. ^ a b c d e f g h i j A. Heuken. 1985. Ensiklopedi Orang Kudus. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka. Hal. 309-310.
  3. ^ a b c (Indonesia)Bernadette McCarver Snyder. 2001. 115 Kisah Santo-Santa yang Mengasyikkan. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 130-131.
  4. ^ S. Ponticelli CM, “Vincentius de Paul. Bapak Orang Miskin”, dalam S. Ponticelli CM & Armada Riyanto CM, Sahabat-Sahabat Tuhan dan Orang Miskin, Malang, CM&PK, 2002, hlm. 3-5.
  5. ^ SV I, 18-19.
  6. ^ Jose Maria Roman CM, St. Vincent de Paul. A Biography, hlm. 107-133.
  7. ^ Catalogue CM 2009, Roma, Generalat CM.
  8. ^ "CM Global". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-09-01. Diakses tanggal 2010-06-27. 
  9. ^ Juana Elizondo PK, “Serikat Puteri Kasih: Presentasi Keadaannya Saat Ini”, dalam Serikat Kecil. Pustaka Spiritualitas Vinsensian, Vol. XVI, No. 2 September 2002-Febr 2003, hlm. 230-247.
  10. ^ Vincentian Family
  11. ^ Pierre Coste CM, Les Grand Saint du Grand Siecle, Vol. I-III, Paris, 1932; Pierre Coste juga mengedit dan mengumpulkan surat-surat serta konferensi Santo Vincentius dalam judul Saint Vincent de Paul: Correspondence, Entretiens, Documents, Paris 1920-1925, 14 volume, yang menjadi rujukan penting biografi dan spiritualitas St. Vincentius; rujukan himpunan surat-surat dan dokumen ini biasanya hanya disebutkan demikian SV IV, hlm…!
  12. ^ Jose Maria Roman CM, St. Vincent de Paul. A Biography, hlm. 363-385.
  13. ^ Henri Bremond, Anthologie des écrivains catholiques, prosateurs français du XVIIème siècle, 1919.
  14. ^ Bdk. Matius 25: 31-46.
  15. ^ SV IX, 40.
  16. ^ Bdk. Jose Maria Roman CM, St. Vincent de Paul. A Biography, hlm. 443-504.
  17. ^ Armada Riyanto CM, “Lima Keuatmaan Vinsensian Plus”, dalam Serikat Kecil. Pustaka Spiritualitas Vinsensian, Vol. XVI, No. 2 September 2002-Febr 2003, hlm. 183-198.

Pranala luar

sunting