Vaginismus
Vaginismus adalah salah satu jenis gangguan nyeri seksual. Ciri utamanya adalah kontraksi otot pada bagian vagina ketika bersenggaman atau ketika vagina mengalami aktivitas penetrasi lain, seperti misalnya penggunaan tampon, atau spekulum saat pemeriksaan medis.[1][2][3][4] Di banyak kasus, vaginismus terasa di saat melakukan hubungan seksual untuk pertama kali.[5]
Penyebab vaginismus yang banyak ditemukan adalah ketakutan atau kekhawatiran terhadap munculnya rasa sakit saat berhubungan seksual.[6] Penyebab lain yang dapat menjadi penyebab timbulnya gangguan ini di antaranya adalah adanya pengalaman kekerasan seksual, endometriosis, vaginitis, or a prior episiotomi.[7] Diagnosa akan ditegakkan berdasarkan gejala yang ada dan juga pemeriksaan pelvis.[7]
Penanganan gangguan ini dapat dilakukan dengan terapi perilaku,[8][9] dan tindakan bedah atau operasi biasanya tidak diperlukan.[10] Penelitian lebih jauh mengenai penggunaan botox sebagai terapi kontraksi otot masih dilakukan.[9] Saat ini perkiraan mengenai seberapa sering gangguan ini terjadi pada perempuan masih beragam.[11] Salah satu sumber menyatakan bahwa diperkirakan sekitar 0,5% perempuan mengalami gangguan ini.[9] Namun, perkiraan di dunia medis menyatakan bahwa 5-17% perempuan mengalami vaginismus.[12]
Jenis
suntingVaginismus diklasifikasikan menjadi dua jenis:
Vaginismus primer
suntingVaginismus jenis primer terjadi ketika hubungan seksual atau aktivitas penetrasi lain pada vagina menimbulkan rasa sakit. Hal ini biasanya terjadi pada remaja perempuan dan perempuan di usia 20-an, karena pada usia ini perempuan biasanya mulai menggunakan tampon, berhubungan seksual, atau menjalani pemeriksaan seksual secara medis. Pengidap gangguan ini biasanya tidak sadar hingga aktivitas penetrasi pada vagina dilakukan.[13]
Vaginismus sekunder
suntingVaginismus sekunder terjadi ketika seseorang yang sebelumnya tidak memiliki masalah dengan aktivitas penetrasi pada vagina mulai merasakan gejala gangguan vaginismus. Hal ini dapat disebabkan karena adanya infeksi jamur pada vagina atau trauma saat melahirkan. Tetapi faktor psikologi atau hal lain juga dapat menjadi penyebab timbulnya gangguan ini. Penanganan vaginismus sekunder sama dengan penanganan vaginismus primer. Vaginismus peri-menopaus dan menopaus, dapat terjadi karena mengeringnya bagian vulva dan jaringan tisu di sekitar vagina akibat menurunnya hormon esterogen. Hal ini menyebabkan robekan kecil di dinding vagina yang menyebabkan rasa sakit dan dapat menjadi pemicu vaginismus saat aktivitas penetrasi terjadi.[14]
Kategori diagnosis
suntingManual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental Edisi ke-4 (DSM-IV) menetapkan vaginismus dalam kategori gangguan nyeri seksual. Kondisi yang ditetapkan dalam kategori ini bagi vaginismus adalah terjadinya kejang-kejang pada bagian luar vagina. Tingkat kekejangannya minimal sepertiga bagian luar vagina. Pada kategori diagnosis DSM-IV, diagnosis vaginismus tidak memerlukan adanya pengalaman nyeri.[15] Ini karena kondisi nyeri di bagian luar vagina sering terjadi namun tidak selalu menyakitkan.[16]
Referensi
sunting- ^ Ferri, Fred F. (2016). Ferri's Clinical Advisor 2017 E-Book: 5 Books in 1. Elsevier Health Sciences. hlm. 1330. ISBN 9780323448383.
- ^ Ferri, Fred F. (2016). Ferri's Clinical Advisor 2017 E-Book: 5 Books in 1. Elsevier Health Sciences. hlm. 1330. ISBN 9780323448383.
- ^ "Vaginismus". NHS. 2018-01-11. Diakses tanggal 15 October 2018.
- ^ "Vaginismus". Merck Manuals Professional Edition. April 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 January 2021. Diakses tanggal 15 October 2018.
- ^ Nazario, Brunilda, MD. (2012). "Women's Health: Vaginismus". WebMD. Diakses tanggal December 22, 2016.
- ^ "Vaginismus". Merck Manuals Professional Edition. April 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 January 2021. Diakses tanggal 15 October 2018.
- ^ a b Ferri, Fred F. (2016). Ferri's Clinical Advisor 2017 E-Book: 5 Books in 1. Elsevier Health Sciences. hlm. 1330. ISBN 9780323448383.
- ^ "Vaginismus". Merck Manuals Professional Edition. April 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 January 2021. Diakses tanggal 15 October 2018.
- ^ a b c Ferri, Fred F. (2016). Ferri's Clinical Advisor 2017 E-Book: 5 Books in 1. Elsevier Health Sciences. hlm. 1330. ISBN 9780323448383.
- ^ "Vaginismus". NHS. 2018-01-11. Diakses tanggal 15 October 2018.
- ^ Lahaie, MA; Boyer, SC; Amsel, R; Khalifé, S; Binik, YM (Sep 2010). "Vaginismus: a review of the literature on the classification/diagnosis, etiology and treatment". Women's Health. 6 (5): 705–19. doi:10.2217/whe.10.46 . PMID 20887170.
- ^ Lahaie M-A, Boyer SC, Amsel R, Khalifé S, Binik YM. Vaginismus: A Review of the Literature on the Classification/Diagnosis, Etiology and Treatment. Women’s Health. 2010;6(5):705-719. doi:10.2217/WHE.10.46
- ^ Pacik PT (December 2009). "Botox treatment for vaginismus". Plast. Reconstr. Surg. 124 (6): 455e–6e. doi:10.1097/PRS.0b013e3181bf7f11 . PMID 19952618.
- ^ Pacik, Peter (2010). When Sex Seems Impossible. Stories of Vaginismus & How You Can Achieve Intimacy. Manchester, NH: Odyne. hlm. 8–16. ISBN 978-0-9830134-0-2. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-02-19. Diakses tanggal 2011-12-29.
- ^ Crowley, T., Goldmeier, D., dan Hiller, J. (2009). "Diagnosing and Managing Vaginismus" (PDF). BMJ. 339: 225. doi:10.1136/bmj.b2284.
The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, fourth edition (DSM-IV) categorises vaginis- mus as a sexual pain disorder along with dyspareunia. It describes vaginismus as occurring when “recurrent or persistent involuntary spasm of the musculature of the outer third of the vagina” interferes with intercourse.2 According to this definition, the experience of pain is not necessary for the diagnosis.
- ^ Astari, R., dan Triana, W. Fatmawati, Fatimah, ed. Kamus Kesehatan Indonesia-Arab (PDF). Sleman: Trussmedia Grafika. hlm. 440. ISBN 978-602-5747-22-9.