Tupai Janjang adalah sebuah sastra lisan yang berasal dari Minangkabau, tepatnya dari Desa Piladang, Kecamatan Palembayan. Tupai Janjang adalah salah satu bentuk tradisi bercerita (bakaba) oleh pendongeng tradisional sambil menari dan memperagakan watak dan pekerjaan tokoh cerita yang dia bawakan. Cerita Tupai Janjang mengkisahkan tentang seorang ibu yang sudah lama tidak memiliki anak. Suatu ketika, ia pun hamil dan melahirkan. Anak itu sangat didamba dan dimanja orang tuanya. Sayangnya, tingkah laku anak itu memiliki perilaku sama seperti tupai. Melompat ke sana kemari, menganggu tanaman orang di ladang.

Penampilan Tupai Janjang dimainkan secara solo, tanpa iringan musik dan hanya melibatkan gerakkan tubuh pemainnya. Kemudian dibantu oleh dua orang laki-laki, sebagai tukang tepuk, sebagai pengganti musiknya. Pemain Tupai Janjang hanya dimainkan oleh laki-laki. Setiap karakter pemain perempuan, diadegankan sendiri oleh tukang cerita tersebut. Keunikan dari Tupai Janjang ini, sambil pencerita bercerita, di depan lokasi tempat pemainnya, diletakkan dua botol minuman. Tujuannya sebagai properti bagi pemain dalam mendukung cerita Tupai Janjang.

Pementasan Tupai Janjang dilakukan di tempat lapang, seperti beranda rumah, halaman atau lapangan terbuka. Di dalam pementasannya, Tupai Janjang sering dipertunjukkan saat upacara adat. Adapun waktu pertunjukkannya sering digelarkan setelah shalat Isya sampai menjelang masuknya waktu shalat Subuh. Pada awalnya, Tupai Janjang dimainkan di surau, tetapi karena Tupai Janjang bersifat hiburan, surau adalah tempat ibadah, sehingga tidak dimainkan lagi di Surau.

Selain dimainkan saat acara upacara adat, Tupai Janjang juga dimainkan saat alek nagari, dengan tujuan untuk menghibur anak nagari dan sebagai media pendidikan.[1]

Referensi

sunting
  1. ^ Amir, Adriyetti. Dkk (2006). Pemetaan Sastra Lisan Minangkabau. Padang: Andalas University. hlm. 153–157. ISBN 979-1097-08-9.