Tumpakrejo, Gedangan, Malang

desa di Kecamatan Gedangan, Kabupaten Malang, Jawa Timur


Tumpakrejo adalah sebuah desa di wilayah Kecamatan Gedangan, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur.

Tumpakrejo
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Timur
KabupatenMalang
KecamatanGedangan
Kode pos
65178
Kode Kemendagri35.07.29.2007 Edit nilai pada Wikidata
Luas-
Jumlah penduduk-
Kepadatan-
Peta
PetaKoordinat: 8°21′18.76″S 112°35′9.71″E / 8.3552111°S 112.5860306°E / -8.3552111; 112.5860306

Kondisi

sunting

Topografi ketinggian desa Tumpakrejo adalah berupa pegunungan sedang yaitu sekitar 5 sampai dengan 300m di atas permukaan air laut. Secara administratif, Desa Tumpakrejo terletak di wilayah Kecamatan Gedangan Kabupaten Malang dengan posisi dibatasi oleh wilayah desa-desa tetangga. Di sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Bantur Kabupaten Malang. Di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Srigonco Kecamatan Bantur. Di sisi Selatan berbatasan dengan Lautan Indonesia, sedangkan di sisi timur berbatasan dengan Desa Sindurejo Kecamatan Gedangan. Jarak tempuh Desa Tumpakrejo ke ibu kota kecamatan adalah 18 km, yang dapat ditempuh dengan waktu kurang lebih sekitar 1 jam. Sedangkan jarak tempuh ke ibu kota kabupaten adalah 52 km, yang dapat ditempuh dengan waktu sekitar 2 jam.

Luas Wilayah Desa Tumpakrejo adalah 2.597.715 Ha. Luas lahan yang ada terbagi ke dalam beberapa peruntukan, yang dapat dikelompokkan seperti untuk fasilitas umum, pemukiman, kegiatan ekonomi, lahan sawah, lahan kering, hutan rakyat, hutan negara, sumber air dan lain-lain. Luas lahan yang diperuntukkan untuk lahan sawah adalah 40 Ha. Luas lahan kering adalah 1.665.715 Ha. Luas lahan untuk ladang hutan rakyat adalah 575 Ha. Luas lahan untuk Hutan Negara adalah 300 Ha. Sedangkan luas lahan untuk sumber air adalah 17 Ha. Wilayah Desa Tumpakrejo secara umum mempunyai ciri geologis berupa lahan tanah hitam dan tanah liat yang cocok sebagai lahan pertanian dan perkebunan. Tanaman keras cocok ditanam didesa kami seperti: kayu jati, sengon, mahoni, akasia dan lain-lain. Tanaman jenis pertanian juga cocok ditanam di sini, seperti: padi, jagung, kacang, tebu dan lain-lain.

Berdasarkan hasil pengamatan tanaman buah seperti pisang juga mampu menjadi sumber pemasukan (income) yang cukup handal bagi penduduk desa ini. Untuk tanaman perkebunan, jenis tanaman tebu merupakan tanaman handalan. Kondisi alam yang demikian ini dapat mengurangai angka pengangguran didesa kami karena karena untuk pengelolaan tanaman tebu dan pisang membutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak. Jenis tanah hitam dan tanah liat Desa Tumpakrejo ini menjadi kurang bagus sebagai lahan pemukiman dan jalan, karena cenderung labil. Karenanya, masyarakat Desa Tumpakrejo untuk membangun rumah harus mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk menguatkan pondasi dan tembok Sebab bangunan tembok, kalau pondasinya tidak maksimal kuat akan berisiko pecah dan bisa membahayakan jiwa penduduk. Sedangkan keberadaan testur tanah hitam dan jenis tanah liat yang lembek dan bergerak juga mengakibatkan jalan-jalan cepat rusak. Karenannya, pilihan teknologi untuk membangun jalan dari bahan-bahan yang relatif bertahan lama menjadi pilihan utama.

Sejarah

sunting

Desa Tumpakrejo dahulu adalah hutan rimba, dalam bahasa jawa dikatakan wono gondo mayit yang artinya hutan wingit yang angker banyak golongan bangsa halus. Pada tahun 1907 mulai dibabat dan akhirnya menjadi perkampungan. Orang-orang yang dapat dikatakan bedah krawang atau yang pertama kali babat adalah empat orang dari kerajaan Mataram, yaitu: 1. P.Bantuurono, 2. P.Towongso, 3. P.Rowongso, 4. P.Sirodal. Daerah yang pertama dibabat adalah daerah Pohkecik, yang asal mulanya dulu pada waktu masik hutan banyak pohon mangga (jawa:poh) yang buahnya kecil-kecil namanya mangga Kecik dalam bahasa jawa Pohkecik.

Salah satu dari keempat bedah krawang tersebut yaitu P.Banturono, belum selesai babat sudah ditinggalkan pulang ke Mataram dan ketiga orang lainya meneruskan babat sampai selesai. Tetapi P.Banturono di Mataram tidak lama, setelah kembali lagi, P Banturono mengajak Kyai Radiman menuju daerah Bantur. Disiti meneruskan babat didaerah bantur yang dibagian barat (sebelah barat sungai Bantur)

Sedangkan di Gombangan menyusul dibabat yang dipimpin keempat orang yaitu, P.Dono, P.Nuratip, P.Pait, dan P.Singoredjo. Keempat orang ini juga berasal dari Mataram dan mulai masuk daerah Gombangan pada tahun 1915. Asal mula Gombangan ialah dulu pada saat keempat orang tersebut babat kehabisan bahan makanan ditengah hutan tersebut, kemudian keempat orang tersebut sehari-harinya hanya makan gadung yang didapat dari hutan itu juga. Kebetulan didaerah itu juga ada sungai yang mengalir dan digunakan untuk merendam (jawa:nggombang) gadung sebelum dimakan. Jadilah nama Gombangan.

Bersamaan dengan itu didaerah Wonogoro juga menyusul dibabat yang dipimpin oleh P.Amir dan juga berasal dari Mataram. Wonogoro artinya wono: hutan, goro: laut jadi Wonogoro maksudnya hutan yang berada di pinggir laut. Pada saat itu Wonogoro sangat wingit sekali dan lama tidak dihuni orang karena banyak orang yang meninggal disitu. Dan pada saat Negara kita Indonesia dijajah oleh Nipon (Jepang), didaerah wonogoro oleh pemerintah Jepang dijadikan pusat latihan / kerja paksa masyarakat. Masyarakat diperintah untuk membuat rajeg atau pagar dipantai Wonogoro. Sehingga banyak masyarakat yang meninggal karena penyakit malaria dan karena kelaparan. Asal usul nama desa Tumpakrejo adalah diambil dari nama Kepala Desa yang pertama yaitu Supardjo ( H. Abu Bakar ). Sebelum ada Kepala Desa Tumpakrejo, daerah ini masih merupakan pedukuhan dari desa Bantur, meliputi dukuh Pohkecik, Gombangan, dan Wonogoro. Secara kebetulan Kepala Desa Tumpakrejo yang pertama kali itu adalah adik dari Kepala Desa Bantur yang diangkat menjadi Kepala Desa Tumpakrejo mulai tahun 1922 dengan cara tidak pilihan dari penduduk.